Sikap 8 ribu Jaksa yang menolak calon dari luar Kejaksaan itu cukup disesalkan. Pernyataan sikap 8 ribu jaksa itu pun dinilai tidak pantas dilakukan. Tidak etis bagi jaksa untuk melawan pilihan presiden, apalagi sampai memaksa, mengingat jaksa adalah pegawai negeri sipil, abdi negara.
Bagaimana pun, memilih Jaksa Agung sepenuhnya menjadi kewenangan Presiden, apa pun keputusan presiden, jaksa harus menjalankannya, Jaksa Agung harus bisa membina jaksa-jaksa di Kejagung untuk perbaikan. Ada banyak hal yang melandasi para jaksa itu melakukan 'pembangkangan'. salah satunya, merasa kehilangan kehormatan jika Jaksa Agung diambil dari luar korps adhiyaksa.
Seperti diberitakan, meski menyerahkan sepenuhnya pemilihan Jaksa Agung mendatang kepada Presiden, Hendarman lebih sepakat kalau penggantinya dari kalangan internal karena dinilai lebih berpengalaman. Sikap Hendarman ini juga didukung oleh para jaksa yang tergabung dalam Persatuan Jaksa Indonesia (PJI). Kejagung pun telah menyerahkan 8 nama calon internal kepada Presiden.
Nah, siapa yang menggerakkan dan apa motifnya. Karena jangan-jangan ada kalangan di dalam yang tidak ingin Kejagung berubah. Di lembaga itu diduga banyak mafia, mungkin saja ada mafia yang menggerakkan agar bisa tetap bermain di sana.
"Sikap para jaksa itu tentu ada yang menggerakkan. Yang memiliki kekuatan tersebut adalah tentu pimpinan tertingginya yang saat ini masih menjabat," kata Bambang Susatyo di gedung DPR, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Jumat (17/9/2010).
Sikap para jaksa itu makin meneguhkan persepsi masyakat bahwa Kejaksaan Agung itu penuh misteri dan awan gelap yang jika ada figur dari luar masuk membawa lentera dan memberi penerangan akan terlihat jelas berbagai persoalan yang selama ini berhasil ditutup-tutupi.
Sementara itu dilain pihak, jika gagal menjadi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), banyak pihak yang menyarankan Ketua Komisi Yudisial nonaktif Busyro Muqqodas menjadi Jaksa Agung menggantikan Hendarman Supandji. Tapi Busyro mengaku belum ada niat ke sana.
Mungkin saja para jaksa nakal yang selama ini merasa nyaman dengan sepak terjang mereka menjadi ketakutan jika "tatanan" kejaksaan yang sudah dibangun bertahun-tahun akan "dibongkar"..