Mohon tunggu...
KOMENTAR
Roman

Rindu Yang Tenggelam

23 Desember 2024   10:11 Diperbarui: 23 Desember 2024   10:11 25 0
Bab 1: Pertemuan yang Tertunda

Rindu memandangi layar ponselnya dengan mata yang kosong. Foto keluarga yang tampak sempurna, dengan senyum bahagia yang terpancar dari wajahnya dan wajah Gazi, suaminya, seakan menggambarkan kehidupan yang tak mungkin lebih bahagia. Mereka berdua, berdiri di tengah taman yang hijau, dengan dua anak mereka, Rea dan Gio, yang tengah bermain di samping mereka. Pemandangan itu sempurna, seolah mewakili segala sesuatu yang dia impikan saat pertama kali menikah dengan Gazi lima tahun yang lalu.

Namun, meskipun semuanya tampak sempurna di luar, Rindu tahu ada kekosongan yang tak bisa dia jelaskan. Kekosongan yang menyakitkan, yang hanya bisa dia rasakan setiap malam ketika dia terjaga, ketika dia bertanya pada dirinya sendiri apakah ini benar-benar kebahagiaan yang dia cari.

Di luar, hujan turun dengan deras, menciptakan suara gemericik yang menenangkan. Rindu menunduk sejenak, menatap wajah anak-anaknya yang tertidur di kamar sebelah. Rea, putri sulungnya yang berusia sepuluh tahun, terlelap dengan buku cerita yang masih ada di tangannya. Gio, anak bungsunya yang berusia enam tahun, terbungkus selimut di tempat tidurnya, tertidur dengan senyum kecil di bibirnya. Kedua anak ini adalah dunia bagi Rindu. Namun, di tengah kebahagiaan mereka, ada satu perasaan yang terus menghantui hatinya---perasaan yang telah dia pendam selama bertahun-tahun, perasaan yang tak bisa dia hindari meskipun ia tahu itu salah.

Rasha.

Nama itu terngiang kembali dalam pikirannya, seolah memanggilnya dari kedalaman kenangan. Rindu menutup matanya sejenak, membiarkan dirinya tenggelam dalam ingatan itu. Setahun setelah pertemuan pertama mereka, Rasha telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam hidupnya. Mereka pernah merasakan cinta yang membara---cinta yang penuh gairah, yang terasa begitu hidup dan tak terkendali.

Tapi, waktu itu berlalu begitu cepat. Rindu akhirnya dijodohkan dengan Gazi, pilihan orang tuanya. Gazi adalah pria yang baik, penyayang, dan bertanggung jawab. Mereka menikah dan membangun kehidupan yang stabil, meskipun perasaan Rindu terhadap Gazi bukanlah cinta yang dia harapkan. Rindu tahu, Gazi mencintainya sepenuh hati, tetapi dia tak pernah bisa memberikan cinta yang sama. Di dalam hatinya, ada Rasha---cinta pertamanya yang tak pernah bisa dia lupakan.

Ponsel Rindu bergetar, membuyarkan lamunannya. Dengan sedikit rasa enggan, dia membuka pesan itu. Ternyata, itu adalah pesan dari Rasha.

"Rindu, apa kabar? Aku merindukanmu."

Hati Rindu berdebar kencang. Pesan itu bukanlah pesan pertama, dan mungkin juga bukan yang terakhir. Sudah beberapa kali mereka berkomunikasi dalam diam. Rindu tahu betul bahwa apa yang mereka lakukan adalah kesalahan. Mereka berdua sudah memiliki pasangan, kehidupan masing-masing. Namun, tidak ada yang bisa menghentikan perasaan yang telah tertanam begitu dalam di hati Rindu.

Dia membalas pesan itu dengan cepat.

"Aku baik-baik saja, Rasha. Kamu bagaimana?"

Dia tahu, membalas pesan ini sama sekali bukan langkah bijak. Tetapi hatinya tak bisa mengabaikan perasaan itu, perasaan yang menggebu-gebu dalam dirinya meski dia berusaha menahannya.

Tak lama kemudian, ponselnya kembali bergetar. Pesan dari Rasha masuk.

"Aku baik. Tapi aku tak bisa berhenti memikirkan kita, Rindu. Kita berdua tahu kita saling mencintai. Aku tahu kamu merasa kesepian, dan aku juga begitu. Aku masih ingin bersamamu."

Rindu membaca pesan itu dengan perasaan campur aduk. Sebuah perasaan yang tak bisa dijelaskan. Apakah dia bersalah? Tentu saja, tetapi apakah dia bisa mengabaikan perasaan yang sudah tertanam begitu dalam dalam dirinya?

Dia meletakkan ponselnya di meja, lalu menghempaskan tubuhnya ke sofa. Suara hujan yang terus mengguyur seperti mengiringi kegelisahannya. Mengapa perasaan ini selalu datang begitu saja, tak bisa dia kendalikan? Mengapa saat dia mencoba untuk menenangkan dirinya, bayangan Rasha justru semakin kuat menghampirinya?

Rindu menggigit bibirnya, menahan air mata yang tiba-tiba menggenang. Dia tahu ini salah, dia tahu dia tidak boleh merasakannya. Tapi perasaan ini---cinta yang tidak akan pernah bisa dia miliki---adalah bagian dari dirinya yang tak bisa dia hindari.

Pintu kamar terbuka perlahan. Gazi, suaminya, muncul di ambang pintu dengan wajah khawatir. "Rindu, kamu oke?" tanyanya lembut.

Rindu mengangguk dengan cepat, berusaha menyembunyikan kerisauan di wajahnya. "Iya, aku hanya... sedikit lelah." Dia tersenyum, meskipun senyum itu terasa palsu di bibirnya.

Gazi berjalan mendekat, duduk di samping Rindu, dan merangkulnya. "Kamu selalu bekerja keras, sayang. Jangan lupa istirahat."

Rindu membalas pelukan suaminya, tetapi hatinya terasa berat. Dia tak tahu bagaimana menjelaskan kekosongan yang dia rasakan, atau betapa besar perasaan yang masih dia simpan untuk seseorang yang sudah bukan miliknya lagi.

Sementara itu, di kejauhan, di tempat yang tak terlihat, Rasha juga memikirkan hal yang sama. Mereka berdua tahu bahwa apa yang mereka rasakan tak akan pernah bisa sampai pada akhir yang bahagia. Tetapi perasaan itu tetap ada, menggantung di antara mereka, tak pernah terucap dengan jelas.

Di luar, hujan semakin deras, menyelimuti malam dengan kesunyian yang menenangkan. Namun, bagi Rindu, malam itu terasa penuh dengan kegelisahan, penuh dengan pertanyaan yang tak bisa dia jawab. Apa yang seharusnya dia lakukan dengan perasaan ini? Akankah cinta yang tak akan pernah sampai itu terus menghantui hidupnya?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun