Dengan berbekal monitor dari operator perusahaan taksi, supir berusaha untuk mengupdate dimana saja point-point kemacetan selain akibat demo buruh yang berkepanjangan. Tetapi tetap saja terjebak macet karena memang semua terhubung dan mempengaruhi macetnya Jakarta. Tidak hanya hujan yang masih mengguyur, macet pun diperparah dengan banyaknya kendaraan yang putar arah sembarang (ga salah juga sih).
Entah apa yang mendorong para buruh bisa berbondong-bondong untuk datang ke gedung DPR tersebut? Apakah ada uang dibalik batu? Berapa banyak yang digelontorkan pihak oposisi terselubung untuk menghimpun jiwa-jiwa buruh yang polos?
Jangan diyakini kalau itu pure dari keinginan buruh sendiri. Di saat zaman seperti ini, dimana kesenjangan sosial makin tinggi, kebutuhan semakin meningkat, anak semakin banyak, mana mungkin ada gelombang pemikiran yang idealis atas aspirasi banyak orang bisa berkumpul sedemikian rupa kalau tidak karena dukungan logistik.
Bok ya, naiknya harga upah minimum dinikmati dulu, dipake untuk beli kebutuhan-kebutuhan yang penting. Lalu ketika ada kebijakan yang menyimpang baru diprotes lagi. Apalagi saat ini keadaan Indonesia masih bergejolak atas persoalan integritas wilayah yang mengancam utuhnya bangsa Indonesia seperti OPM di Papua dan integritas wakil rakyat yang terendus telah melenceng dari pilar-pilar kebangsaan.
Rehat sejenak itu lebih baik, buruh.