dilakukan guna membebaskan Indonesia dari bahaya dibalik mengkonsumsi barang terlarang tersebut. Dampaknya terhadap generasi muda terutama merusak masa depan sebuah bangsa.
Seorang penegak hukum pasti memahami betul mengenai salah jika menggunakan narkoba secara sembarangan. Apalagi setelah menggunakan narkoba, si pengguna justru turut serta mengedarkan. Hukuman yang diterima akan berkali-kali lipat bahkan bisa hukum mati.
Beberapa tahun sebelumnya Hakim Puji Wijayanto sempat kegrebek karena tindakan yang sama, tetapi karena mendapat perlindungan dari atasannya, dia masih aman.
Dalam penangkapannya diketahui bahwa Hakim Puji juga mengedarkan narkoba kepada rekan-rekannya. Dia dikenakan pasal 112 UU No 35/2009 tentang Narkotika yang berbunyi
"setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun..."
Selain itu juga dikenakan pasal 114 berbunyi
"setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun..."
Kedua pasal ini cukup menjerat hakim yang telah mencoreng instansi tempat ia bekerja. Kalau di Indonesia diberlakukan hukuman mati bagi pengguna dan pengedar narkoba, hakim Puji pantas menerimanya.
Presiden Susilo Bambang Yudoyono selalu mengingatkan untuk bergiat dalam pemberantasan narkoba. Slogan “KATAKAN TIDAK UNTUK NARKOBA” serius dipahami tidak hanya oleh masyarakat tetapi juga para penegak hukum. Kalau bisa, penegak hukum mendapat sosialisasi kembali mengenai dampak penyalahgunaan narkoba.