Putri Ayu Lestari
Mahasiswa - Mahasiswa
Hobi saya shopiing
FOLLOW
Â
KIRIM PESAN
ILMU SOSBUD
Teori Psikososial Erick Erickson
28 Oktober 2024 Â 15:06 Diperbarui: 28 Oktober 2024 Â 15:06 43 0 0
+
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
 Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS
* Geografi Erick Erickson
Erik Homburger Erikson (1902--1994) adalah seorang psikolog dan psikoanalis yang terkenal karena teori perkembangan psikososialnya, yang memperluas pemikiran Sigmund Freud tentang perkembangan manusia dengan memperkenalkan aspek sosial dan budaya. Ia lahir di Frankfurt, Jerman, pada 15 Juni 1902, dan memiliki masa kecil yang cukup kompleks, terutama karena ketidakjelasan mengenai ayah kandungnya. Situasi ini membentuk minatnya pada identitas, yang kelak menjadi fokus utama dalam teorinya.
Erikson awalnya tertarik pada seni dan menghabiskan masa mudanya sebagai seniman. Namun, pertemuannya dengan Anna Freud, putri Sigmund Freud, ketika ia berada di Wina pada akhir 1920-an, mengubah arah hidupnya. Ia kemudian belajar psikoanalisis di bawah bimbingan Anna Freud dan menjadi tertarik pada psikologi perkembangan anak. Erikson kemudian menjadi salah satu psikoanalis yang terlatih tanpa latar belakang pendidikan formal dalam psikologi atau psikiatri, yang unik pada masa itu.
Pada tahun 1933, karena meningkatnya kekuatan Nazi di Jerman, Erikson meninggalkan Eropa dan pindah ke Amerika Serikat. Di sana, ia mulai mengajar di beberapa universitas ternama, termasuk Universitas Harvard, Yale, dan Universitas California di Berkeley. Erikson kemudian menjadi warga negara Amerika Serikat dan melanjutkan penelitian tentang identitas dan budaya, yang melibatkan observasi terhadap berbagai komunitas budaya, termasuk komunitas Pribumi Amerika.
Erikson terkenal dengan teorinya tentang delapan tahap perkembangan psikososial, yang melibatkan konflik atau krisis di setiap tahap kehidupan manusia. Salah satu bukunya yang paling berpengaruh adalah "Childhood and Society" (1950), di mana ia pertama kali memperkenalkan tahapan-tahapan psikososial tersebut. Selain itu, bukunya "Identity: Youth and Crisis" (1968) juga dianggap sebagai salah satu karya utamanya yang mendalami tema identitas di kalangan remaja dan dewasa muda.
Erikson mendapatkan sejumlah penghargaan atas kontribusinya, termasuk Pulitzer Prize dan National Book Award atas biografi psikoanalitiknya tentang Mahatma Gandhi dalam buku "Gandhi's Truth" (1969). Erikson wafat pada 12 Mei 1994 di Harwich, Massachusetts. Karyanya tetap berpengaruh besar dalam psikologi, pendidikan, dan bidang-bidang terkait lainnya hingga saat ini.
Teori psikososial Erik Erikson merupakan teori perkembangan kepribadian yang menjelaskan bagaimana individu berkembang melalui delapan tahap   kehidupan, mulai dari bayi hingga usia lanjut. Setiap tahap dalam teori ini memiliki krisis atau konflik tertentu yang perlu diselesaikan oleh individu agar mereka dapat melanjutkan perkembangan psikologis yang sehat.
Setiap krisis mencerminkan tantangan yang khas dari tahap tersebut dan melibatkan interaksi antara kebutuhan pribadi individu dan tuntutan sosial.
Menurut Erikson, keberhasilan dalam menyelesaikan krisis di setiap tahap akan memperkuat identitas diri dan membentuk dasar untuk tahap berikutnya. Sebaliknya, kegagalan dalam menangani krisis tersebut dapat menyebabkan masalah psikologis dan kesulitan dalam perkembangan selanjutnya.
*  Ada beberapa tahap dalam teori          psikososial Erikson sebagai berikut:   Â
1. Tahap Kepercayaan vs Ketidakpercayaan
merupakan tahap pertama dalam teori perkembangan psikososial Erik Erikson, yang terjadi pada rentang usia sekitar (0-1 tahun) masa bayi. Pada tahap ini, bayi sangat bergantung pada pengasuhnya untuk mendapatkan kebutuhan dasar, seperti makanan, kenyamanan, kehangatan, dan perhatian. Respon yang diberikan oleh pengasuh dalam memenuhi kebutuhan ini sangat memengaruhi perkembangan psikologis bayi, terutama dalam membentuk rasa kepercayaan.
  *  Kepercayaan
Jika bayi menerima perawatan yang konsisten, penuh kasih sayang, dan responsif dari pengasuhnya, ia akan membangun rasa percaya pada dunia sekitarnya. Bayi akan belajar bahwa dunia adalah tempat yang aman dan bahwa ia bisa mengandalkan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Kepercayaan yang terbentuk pada tahap ini akan menjadi fondasi bagi kemampuan anak untuk membangun hubungan sehat dan merasa aman di masa depan.
   *Ketidakpercayaan
Jika bayi mengalami pengabaian atau perawatan yang tidak konsisten, ia mungkin akan mengembangkan rasa ketidakpercayaan terhadap lingkungannya. Bayi bisa merasa dunia ini tidak dapat diandalkan dan berbahaya. Rasa ketidakpercayaan yang berakar di tahap ini bisa menyebabkan masalah dalam hubungan dan rasa tidak aman yang berkelanjutan di kemudian hari.
Erikson menekankan bahwa keberhasilan dalam tahap ini bukan berarti bayi memiliki kepercayaan penuh pada semua hal, tetapi lebih pada keseimbangan di mana bayi mengembangkan kepercayaan dasar yang sehat.
2. Tahap Otonomi vs Rasa Malu dan Ragu
Merupakan tahap kedua dalam teori perkembangan psikososial Erik Erikson, yang berlangsung pada usia (1-3 tahun) atau masa kanak-kanak awal. Pada tahap ini, anak mulai mengembangkan keterampilan fisik dan motorik, seperti berjalan, berbicara, dan menggunakan tangan untuk memegang atau mengendalikan objek. Anak mulai menunjukkan keinginan untuk mandiri, berusaha melakukan berbagai hal sendiri tanpa terlalu banyak bantuan dari orang dewasa.
   *  Otonomi
Jika anak diberi dukungan dan kesempatan untuk mencoba hal-hal baru sendiri, mereka akan mengembangkan rasa percaya diri dan kemandirian (otonomi). Misalnya, anak yang diberi kesempatan untuk memilih sendiri pakaian atau makanannya akan merasa bahwa ia mampu mengambil keputusan. Pengasuh yang sabar dan memberikan dukungan akan membantu anak merasa lebih mandiri dan percaya diri.
   *Rasa Malu dan Ragu
Jika anak terus-menerus dikontrol, dibatasi, atau dimarahi saat mencoba sesuatu sendiri, mereka mungkin mulai merasa malu atau ragu akan kemampuannya. Kritik atau larangan yang berlebihan bisa membuat anak merasa bahwa ia tidak bisa melakukan sesuatu dengan benar tanpa bantuan orang lain. Akibatnya, anak mungkin mulai meragukan kemampuannya sendiri dan merasa malu untuk mencoba hal-hal baru di kemudian hari.
Erikson berpendapat bahwa penting bagi orang tua atau pengasuh untuk memberikan kebebasan yang cukup kepada anak sambil tetap memberikan bimbingan dan pengawasan. Keseimbangan antara kebebasan dan bimbingan ini akan membantu anak mengembangkan rasa otonomi yang sehat. Dengan rasa otonomi yang kuat, anak akan lebih mampu mengambil keputusan dan merasa percaya diri, yang menjadi dasar penting bagi perkembangan psikologis dan emosional di tahap-tahap berikutnya.
3. Tahap Inisiatif vs Rasa Bersalah
Merupakan tahap ketiga dalam teori perkembangan psikososial Erik Erikson, yang terjadi pada usia (3-6 tahun) atau masa kanak-kanak awal. Pada tahap ini, anak-anak mulai mengeksplorasi dunia di sekitarnya dengan lebih aktif dan mulai menunjukkan inisiatif dalam berbagai kegiatan, terutama melalui bermain, berimajinasi, dan mencoba hal-hal baru. Anak-anak pada usia ini sering memiliki ide-ide sendiri dan mulai mengambil tindakan yang mereka inginkan.
   *  Inisiatif
Jika anak diberi dukungan untuk bereksplorasi dan mencoba hal-hal baru tanpa banyak larangan atau kritik, mereka akan mengembangkan rasa percaya diri dan inisiatif. Mereka mulai belajar untuk mengambil peran aktif dalam berbagai kegiatan dan merasa bahwa mereka mampu melakukan sesuatu. Orang tua atau pengasuh yang mendukung akan mendorong anak untuk mencoba hal-hal baru dan menghadapi tantangan kecil, yang membuat anak merasa lebih kreatif dan memiliki tanggung jawab.
   *  Rasa Bersalah
Jika anak sering dilarang, dikritik, atau ditegur ketika mencoba sesuatu yang baru, mereka mungkin mulai merasa bersalah karena memiliki dorongan dan keinginan untuk bertindak. Misalnya, jika seorang anak yang ingin mengeksplorasi atau mengambil peran dalam kegiatan tertentu sering diberhentikan atau dipandang sebagai "mengganggu," ia bisa mulai merasa bahwa inisiatifnya salah. Akibatnya, anak mungkin mengalami rasa bersalah yang berlebihan, yang dapat membatasi keberanian dan kepercayaan dirinya di masa depan.
Dalam tahap ini, keseimbangan sangat penting. Anak perlu diberi ruang untuk mengembangkan inisiatif tanpa merasa bersalah, tetapi juga diajari batasan yang sehat. Ketika tahap ini berhasil dilewati, anak akan tumbuh dengan kepercayaan diri, rasa tanggung jawab, dan kemampuan untuk mencapai tujuan tanpa dihantui rasa bersalah. Inisiatif yang kuat menjadi dasar penting bagi keberanian, kemandirian, dan kreativitas di masa dewasa.
4.Tahap Kerajinan vs Inferioritas
Merupakan tahap keempat dalam teori perkembangan psikososial Erik Erikson, yang terjadi pada usia (6-12 tahun) atau masa sekolah dasar. Pada tahap ini, anak mulai bersekolah dan fokus untuk mengembangkan keterampilan akademik, sosial, dan fisik. Mereka semakin ingin mengetahui kemampuan mereka sendiri dan mulai memahami pentingnya bekerja keras serta mencapai prestasi dalam berbagai bidang, seperti pelajaran, olahraga, atau seni.
   * Kerajinan
Jika anak merasa berhasil dalam tugas-tugas atau kegiatan yang mereka lakukan, mereka akan mengembangkan rasa kerajinan atau industri. Mereka mulai merasa bahwa mereka mampu mencapai sesuatu melalui usaha dan keterampilan yang mereka pelajari. Dukungan dari orang tua, guru, dan teman sebaya dapat memperkuat rasa percaya diri dan ketekunan dalam mencapai tujuan. Anak yang berhasil pada tahap ini akan merasa bangga atas pencapaian mereka dan yakin bahwa kerja keras membawa hasil.
   *  Inferioritas
Jika anak terus-menerus mengalami kegagalan atau merasa tidak mampu dalam berbagai kegiatan, mereka mungkin mulai merasa inferior atau rendah diri. Kritik yang berlebihan atau kurangnya dukungan dari lingkungan dapat membuat anak merasa kurang berbakat atau kurang berharga. Hal ini bisa mengakibatkan rasa putus asa atau keengganan untuk mencoba hal-hal baru, karena anak merasa bahwa mereka tidak cukup baik dibandingkan teman-teman sebayanya.
Pada tahap ini, penting bagi anak untuk merasakan pencapaian dan dorongan yang positif dari lingkungan. Guru dan orang tua dapat memainkan peran penting dalam membimbing anak melalui tantangan-tantangan baru tanpa membuat mereka merasa gagal. Anak yang berhasil menyelesaikan tahap ini akan mengembangkan rasa percaya diri dan ketekunan dalam mengerjakan sesuatu. Sebaliknya, anak yang mengalami rasa inferioritas mungkin merasa ragu akan kemampuannya dan lebih sulit termotivasi di tahap kehidupan selanjutnya.
5. Identitas vs Kekacauan Identitas
Merupakan tahap kelima dalam teori perkembangan psikososial Erik Erikson, yang berlangsung pada usia (12-18 tahun) atau masa remaja. Pada tahap ini, individu mulai mempertanyakan "siapa diri mereka" dan berusaha menemukan identitas pribadi mereka dalam berbagai aspek, seperti nilai, minat, tujuan hidup, dan peran sosial. Tahap ini adalah periode eksplorasi, di mana remaja sering mencoba berbagai peran dan gaya hidup sebelum menetapkan siapa mereka sebenarnya.
   * Identitas
Jika remaja berhasil mengatasi konflik internalnya dan memperoleh panduan dari lingkungan, mereka akan membangun identitas yang kuat dan jelas. Mereka akan memiliki pemahaman tentang nilai-nilai pribadi, minat, dan tujuan hidup, serta merasa nyaman dengan peran mereka dalam masyarakat. Identitas yang kokoh memberikan mereka rasa arah dan stabilitas, yang sangat penting dalam kehidupan dewasa.
   * Kekacauan Identitas
mereka, mereka mungkin mengalami kebingungan atau kekacauan identitas. Hal ini bisa terjadi jika mereka merasa tekanan sosial yang berlebihan atau tidak diberikan ruang untuk bereksplorasi. Kekacauan identitas bisa menyebabkan perasaan bingung, tidak pasti, atau bahkan pemberontakan terhadap nilai-nilai yang ada, yang dapat membuat mereka sulit menemukan peran yang berarti dalam masyarakat.
6. Intimasi vs Isolasi
Merupakan tahap keenam dalam teori perkembangan psikososial Erik Erikson, yang terjadi pada usia (18-40 tahun) atau masa dewasa awal. Pada tahap ini, individu berfokus pada pembentukan hubungan yang dekat dan intim dengan orang lain, baik dalam konteks romantis maupun persahabatan. Keberhasilan dalam membangun hubungan ini sangat penting untuk perkembangan sosial dan emosional yang sehat.
   * Itimasi
Jika individu berhasil membentuk hubungan yang dekat dan intim, mereka akan merasakan kepuasan dan kedekatan emosional. Intimasi memungkinkan individu untuk berbagi perasaan, pengalaman, dan keinginan dengan orang lain, menciptakan rasa saling percaya dan dukungan. Hubungan yang intim dapat menciptakan rasa aman dan meningkatkan kualitas hidup, serta membantu individu merasa terhubung dengan orang lain di tingkat yang lebih dalam.
   *Isolasi
Sebaliknya, jika individu mengalami kesulitan dalam membangun hubungan yang dekat, mereka mungkin merasa terisolasi dan sendirian. Rasa ketidakmampuan untuk menjalin hubungan intim bisa menyebabkan perasaan kesepian, depresi, dan kecemasan. Individu yang terjebak dalam isolasi mungkin merasa tidak terhubung dengan orang lain dan sulit untuk mengandalkan dukungan sosial, yang penting untuk kesehatan mental dan emosional.
Dalam tahap ini, penting bagi individu untuk belajar bagaimana membangun hubungan yang sehat dan saling mendukung, karena pengalaman ini akan mempengaruhi kualitas kehidupan sosial dan emosional mereka di masa depan. Keberhasilan dalam mencapai intimasi menjadi fondasi bagi hubungan yang sehat di masa dewasa selanjutnya, sedangkan kegagalan dapat mengarah pada isolasi yang berkelanjutan.
Â
7. Generativitas vs Stagnasi
Merupakan tahap ketujuh dalam teori perkembangan psikososial Erik Erikson, yang berlangsung pada usia (40-65 tahun) atau masa dewasa tengah. Pada tahap ini, individu mulai fokus pada kontribusi mereka terhadap masyarakat dan generasi berikutnya. Mereka berusaha menciptakan sesuatu yang berarti dan berkelanjutan, baik melalui pekerjaan, keluarga, atau kegiatan sosial.
Â
   * Generativitas
memberikan kontribusi positif kepada masyarakat, mereka akan mengembangkan rasa generativitas. Ini mencakup peran dalam membesarkan anak-anak, mendukung orang lain, dan terlibat dalam kegiatan yang memberi dampak positif. Generativitas memberikan rasa pencapaian dan tujuan, serta membantu individu merasa bahwa hidup mereka memiliki makna. Orang yang mencapai generativitas cenderung merasa puas dengan kehidupan mereka dan memiliki koneksi yang kuat dengan orang lain.
   * Stagnasi
Di sisi lain, jika individu merasa terjebak dalam rutinitas tanpa makna atau tidak mampu memberikan kontribusi, mereka mungkin mengalami stagnasi. Rasa stagnasi dapat menyebabkan perasaan hampa, putus asa, atau kehilangan arah. Individu yang stagnan mungkin merasa bahwa mereka tidak berkembang atau tidak memiliki dampak yang berarti pada dunia di sekitar mereka, yang dapat mengarah pada kekecewaan dan kecemasan.
Penting untuk diingat bahwa generativitas tidak hanya terfokus pada aspek fisik atau biologis, seperti memiliki anak, tetapi juga mencakup kontribusi dalam bentuk mentorship, karya seni, atau kegiatan komunitas. Mencapai generativitas memungkinkan individu untuk merasa bahwa mereka memiliki warisan yang akan berdampak pada generasi mendatang, sementara stagnasi dapat menyebabkan krisis yang lebih dalam, membuat individu merasa tidak berharga atau tidak berarti.
8. Integritas vs Keputusasaan
Merupakan tahap kedelapan dan terakhir dalam teori perkembangan psikososial Erik Erikson, yang berlangsung pada usia (65 tahun) ke atas atau masa lanjut usia. Pada tahap ini, individu merenungkan kehidupan mereka dan mempertimbangkan pencapaian serta pengalaman yang telah mereka lalui. Mereka mengevaluasi perjalanan hidup mereka, dan proses ini sangat penting untuk kesehatan mental dan emosional mereka di masa tua.
   * Integritas
Jika individu merasa puas dengan hidup mereka dan dapat menerima pengalaman baik dan buruk yang telah mereka jalani, mereka akan mengembangkan rasa integritas. Integritas ini mencakup rasa percaya diri dan penerimaan terhadap diri sendiri, serta kebanggaan atas pencapaian dan kontribusi mereka. Individu dengan integritas cenderung merasa bahwa hidup mereka memiliki makna dan tujuan, yang memungkinkan mereka menghadapi kematian dengan lebih damai.
   * Keputusasaan
merasa bahwa hidup mereka tidak berarti, atau tidak puas dengan pencapaian mereka, mereka mungkin mengalami keputusasaan. Rasa keputusasaan ini dapat ditandai dengan perasaan kehilangan, kesedihan, dan ketidakmampuan untuk menerima kenyataan tentang kehidupan mereka. Individu yang merasa keputusasaan mungkin berjuang untuk menemukan kedamaian dan dapat mengalami masalah kesehatan mental, seperti depresi atau kecemasan.
Di tahap ini, Erikson menekankan pentingnya penerimaan dan refleksi. Proses ini membantu individu menemukan makna dalam hidup mereka dan, pada gilirannya, menghadapi tahap akhir kehidupan dengan ketenangan. Mencapai integritas memberikan individu kekuatan untuk meninggalkan warisan yang positif, sementara keputusasaan dapat menghalangi mereka dari merasakan kedamaian saat mendekati akhir hidup.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Tulis opini Anda seputar isu terkini di Kompasiana.com