Apa artinya sikap normal? Bagaimana sebenarnya aturan baku yang menentukan apakah seseorang pantas disebut normal atau tidak? Dalam
The Winner Stands Alone karya Paulo Coelho, Javits Wild, satu tokoh yang mengalami kekosongan jiwa di tengah-tengah gemerlapnya Festival Film Cannes, menghabiskan bertahun-tahun hidupnya mengumpulkan daftar hal-hal yang membuat seseorang bisa dianggap normal oleh masyarakat. Ia bertanya-tanya mengapa menuruti hal-hal tersebut malah membuat kebanyakan insan merasa kosong, mati rasa, dan jenuh dalam hatinya (sayangnya, sebelum menemukan jawaban atas pertanyaannya, ia sudah dibunuh oleh Igor, tokoh utama dalam novel itu). Novel ini tebal walau tak ada bagian membosankan di tiap halamannya, tetapi bagian dimana Javits menunjukkan isi daftarnya pada salah satu
bodyguard-nya adalah salah satu halaman yang membuat saya berpikir paling keras dan lama. Dan bertanya pada diri sendiri: "kalaupun aku ada atau tidak di dalam daftar itu, apakah menjadi normal pada akhirnya benar-benar kuinginkan?" Berikut ini adalah saduran dari daftar Javits (tidak saya cantumkan semua karena terlalu banyak). Kau bisa disebut normal jika kau... 1. Menghabiskan bertahun-tahun kuliah untuk jadi pengangguran pada akhirnya. 2. Bekerja dari jam sembilan sampai jam lima setiap hari, melakukan pekerjaan yang sama sekali tidak memuaskan, hanya supaya kau bisa pensiun setelah 30 tahun. 3. Pensiun dan sadar kau sudah tidak punya energi lagi untuk menikmati hidup, dan akhirnya meninggal karena bosan. 4. Percaya bahwa kekuasaan lebih penting daripada uang, dan uang lebih penting daripada kebahagiaan. 5. Mengejek orang yang lebih mencari kebahagiaan ketimbang uang, dan menuduh mereka "tidak punya ambisi." 6. Membandingkan objek seperti mobil, pakaian dan rumah, lalu merumuskan arti hidup sesuai pembanding tersebut, bukannya mencari tujuan sejati hidup ini. 7. Menceritakan hal-hal buruk tentang para tetangga. 8. Percaya bahwa orang tuamu selalu benar. 9. Mengkritik semua orang yang berusaha menjadi berbeda. 10. Percaya segala hal yang ada di media. 11. Memakai sepotong kain berwarna di sekeliling lehermu yang bernama "dasi," walaupun benda itu tidak memiliki fungsi. 12. Tak pernah bertanya langsung ke tujuan, sekalipun lawan bicaramu sudah bisa menebak apa yang kau ingin ketahui. 13. Mengikuti tren fashion sekalipun tren itu konyol atau tidak nyaman. 14. Menginvestasikan banyak waktu dan uang untuk kecantikan luar, sama sekali tidak peduli pada kecantikan batin. 15. Menunjukkan segala cara untuk menunjukkan bahwa sekalipun kau manusia biasa, kau jauh lebih unggul dibanding manusia lain. 16. Berdiri menghalangi pintu dalam lift sambil berlagak bahwa kaulah satu-satunya orang di lift itu, sekalipun liftnya penuh sesak. 17. Ketika tumbuh dewasa, beranggapan bahwa kaulah manusia terbijak di dunia, walaupun kau belum hidup cukup lama untuk mengetahui mana yang benar dan salah. 18. Menganggap orang lain selalu lebih baik, cerdas, cantik, keren dan mampu daripada dirimu, dan tidak berani melawan keterbatasanmu karena beranggapan hal itu berbahaya, jadi lebih baik tidak melakukan apa-apa. 19. Beranggapan bahwa segala perbuatan salah anakmu adalah akibat pengaruh teman-temannya 20. Menikahi orang pertama yang bisa memberi posisi sosial atau finansial yang tepat. Cinta bisa menunggu. 21. Selalu berkata "aku sudah mencoba," padahal sebenarnya kau tidak mencoba sama sekali. 22. Menunda-nunda melakukan hal-hal yang menarik dalam hidup, sampai kau tidak punya energi lagi untuk mencoba. 23. Menghindari depresi dengan menonton TV berjam-jam setiap hari. 24. Berasumsi bahwa wanita tidak suka olahraga atau hal-hal berkaitan dengan teknik dan militer, dan pria tidak suka mendekor rumah, memasak, atau bekerja dengan anak-anak. 25. Menyalahkan pemerintah untuk semua hal buruk yang terjadi. 26. Mengira bahwa menjadi orang baik, bermoral, jujur dan terhormat hanya akan membuat orang lain menganggapmu lemah, rapuh dan mudah dimanipulasi. Normalkah Anda? Dan kalaupun Anda menjawab ya atau tidak, normal menurut siapa? Yang saya suka dari Paulo Coelho adalah caranya untuk secara jujur mengungkapkan apa yang banyak orang sebenarnya pertanyakan tapi tak mampu melontarkannya karena berbagai alasan. Dan Paulo mengungkapkannya dengan bahasa yang indah tapi sederhana, tidak sok memakai kata-kata sulit dan analogi ruwet yang seolah berasal dari planet lain. Dan membaca satu bab di atas adalah salah satu pengalaman langka dimana saya bisa merasa sreg untuk bersikap jujur pada diri sendiri, sesuatu yang jauh lebih sulit dilakukan daripada bersikap jujur kepada orang lain.
KEMBALI KE ARTIKEL