Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Orang Tua Jangan Malas (Bila Anak Bersekolah di Luar Negri)

26 Oktober 2011   13:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:28 247 0
Topik 'sekolah di luar negeri' selalu membahas seputar cara memilih sekolah, cara mendapatkan beasiswa dan IPK yang harus dipenuhi. Setelah diterima di universitas pilihan, then what? Perjalanan dan tantangan untuk mencapai kelulusan masih sangat panjang. Prinsip management ' Tone At The Top" juga berlaku di dalam sistem keluarga. Jadilah murid teladan sebelum kita menuntut putra putri kita menjadi murid teladan. Banyak PR yang harus orang tua kerjakan sebelum dan ketika sang buah hati sedang bersekolah di luar negeri, terutama bila si anak masih dalam usia muda.  Semoga artikel ini berguna.

Money Matters

Walau tidak ada rumus pasti, ada beberapa hal yang bisa dipertimbangkan sebelum menentukan jumlah uang bulanan yang harus kita kirim. Memberikan uang saku yang berlimpah tanpa perhitungan tidak menunjukkan besar rasa kasih sayang orang tua pada anak. Tetapi hanya menunjukkan betapa besar ego, keacuhan dan ketidaktahuan sang orang tua.

Memahami biaya utama pendidikan (Tuition, buku, fieldtrip, komputer, internet connection, asuransi,dll) dan biaya hidup utama (Tempat tinggal, makan, listrik, transportasi, telpon) adalah informasi dasar yang harus di ketahui. Informasi ini bisa didapatkan dari agen pendidikan atau dengan mengontak langsung universitas yang dituju.

Setelah biaya utama teridentifikasi, kita bisa mulai menghitung berapa uang tambahan (jika dana tersedia) yang akan kita berikan. Dengan keterbatasan dana yang tersedia, kita menginginkan anak kita menikmati masa sekolah dan hidup mandiri diluar negeri. Sebesar apapun dana di bank account, berpeganglah pada satu prinsip, ' Too much allowance usually means too much distraction'. Kita pernah menjadi mahasiswa, kita teringat jenuhnya membaca, menghafal, mengetik tanpa henti karena deadline tugas yang mendekat. Anak kitapun menjalani rutinitas yang sama. Tidak ada salahnya memberikan uang tambahan untuk makan di restoran sekali kali bila jenuh memasak, menonton bioskop dengan teman atau untuk membeli buku.

Ketika socializing para orang tua biasanya saling bertukar informasi mengenai berapa besar uang yang mereka kirim. Informasi ini berguna, tapi janganlah dijadikan dasar mengambil keputusan. Use common sense. Mengapa tidak bisa dijadikan patokan? Karena budget dan spending habit masing masing keluarga berbeda beda. Ketika saya mahasiswa dulu, allowance bulanan teman saya 3x lebih besar dari yang saya terima. Sebagian besar uang saku digunakan untuk makan diluar sehari hari (karena dia hampir tidak pernah memasak), apartemen mahal, dan gonta ganti mobil sewaan. Orang tua tidak membudgetkan allowance saya untuk keperluan seperti itu.

Bila orang tua mempercayakan kartu kredit pada si anak, pantaulah pengeluaran mereka. Ketika tagihan bulanan tiba, lihatlah perincian pengeluaran; apa yang dibeli, dimana, dll.

Awalnya memang sulit menentukan jumlah yang tepat. Start low and adjust. Setelah sebulan atau dua bulan berlalu, trend pengeluaran akan lebih jelas dan kita bisa menentukan jumlah yang pantas.

Supportive Environment

Membayangkan putrinya tinggal sendiri diluar negeri bisa membuat orang tua terjaga setiap malam. Rasa khawatir mengalahkan rasa kantuk.

Beberapa universitas mengharuskan 1st year student untuk tinggal di asrama (on campus accomodation). Bila universitas tidak mengharuskan, anak cenderung memilih off campus accomodation dengan menyewa apartemen bersama temannya. Pada dasarnya, mahasiswa di perantauan memilih untuk hidup berdekatan. Hal ini bisa menjadi win win situation bagi orang tua dan si anak. Ada rasa 'ayem' (Bahasa planet 'tentram'), bagi orang tua mengetahui anaknya tidak sendiri.

Ketika saya mahasiswa, ada salah satu kompleks apartemen yang didominasi oleh mahasiswa Indonesia. Saya menyebutnya 'apartemen gaul', karena untuk tinggal di apartemen tersebut harus mempunyai budget yang besar. Mahasiswanya berasal dari berbagai universitas. Bobot kuliah merekapun beragam tergantung kualitas universitasnya dan program yang dipilih. Beberapa universitas luar negeri menerima murid ber GPA rendah dan program kuliahnya cenderung jauh lebih ringan. Mahasiswanya pun mempunyai waktu lebih banyak untuk bersosialisasi. Bagi mahasiswa yang bersekolah di sekolah ternama dan berkualitas baik, weekend harus dinikmati dengan semangkuk Indomie, kopi Indocafe dan tugas yang menumpuk.

Tinggal di lingkungan seperti ini menjadi suatu tantangan untuk si anak bila dia belum siap mental. Terkadang sulit untuk menolak ajakan kongkow kongkow, main games di apartemen teman atau pergi ke cafe di malam hari. Rasa kesepian dan rasa ingin berteman mengalahkan ketegaran hati untuk menyelesaikan tugas sekolah.

Parents, NOT Tourists

Seorang uztads berkata pada saya bahwa " anak anak kita masih menulis sejarah mereka". Seorang anak yang sempurna hari ini mungkin tidak selamanya sempurna. Bimbinglah mereka sebanyak mungkin.

Janganlah bangga hanya karena bisa mengirimkan anak bersekolah keluar negeri. Banggalah bila mereka bisa lulus tepat waktu dengan nilai yang baik dan kembali ke keluarga menjadi manusia yang lebih baik. Bila datang berkunjung, janganlah sightseeing dan shopping di jadikan tujuan utama. Jadwal berkunjung satu atau dua minggu jangan hanya di padati oleh city tour atau ke outlet. Orang tua dan anak perlu berbicara dari hati ke hati. Kesibukan yang tidak berkualitas menyebabkan orang tua gagal melihat perubahan pada anak.

Ketika mereka jauh dari keluarga, tantangan datang dari segala arah. Mulai dari penyesuaian bahasa, teman baru dan penyesuaian hidup mandiri. Mereka berusaha fit in disekolah di diluar sekolah. Banyak faktor baru yang mempengaruhi perkembangan mental mereka. Banyak sekali yang bisa kita amati ketika kita berkunjung; perubahan tingkah laku, tutur kata, cara berpakaian, cara belajar dan teman teman dilingkungan mereka. Pasanglah radar kita tajam tajam. Buatlah pesta kecil untuk anak dan teman temannya. Kenalilah teman di lingkungannya.

Kalimat penyesalan yang diutarakan teman saya adalah "Salah saya karena tidak sering berkunjung, menelepon pun saya jarang", ketika anaknya harus dropped out dari universitas dan terpaksa ditarik pulang ke Indonesia karena ketergantungan obat obatan yang sangat parah.

English for Second Language

Sebagian besar universitas mengharuskan mahasiswa asing untuk mengambil program bahasa inggris (ESL/English for Second Language). Menurut saya, keseriusan si anak untuk bersekolah diluar negeri dapat di nilai sejak program ESL dimulai. Umunya progam ESL berkisar 3 - 9 bulan. Bila dalam satu tahun mereka tidak lulus program ESL, ada kemungkinan mereka tidak serius belajar. Terkadang perlu memberikan peringatan" Lulus atau pulang".

Penulis adalah penerima beasiswa AusAid untuk undergraduate program (1994 - 1998). Saat ini sedang bekerja di dunia perbankan di Amerika Serikat, setelah menyelesaikan program S2.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun