Sarapan khas yang dibuat oleh ibu kita setiap pagi ketika sebelum berangkat sekolah. Dengan bumbu sederhana, hanya dilengkapi penyedap rasa, bawang merah, kecap --opsional-- lalu digoreng dadakan.
Tapi terpikirkan tidak oleh kita, siapa yang pertama kali membuat menu sarapan sesimpel dan seenak itu?
Meskipun asal-usulnya belum jelas tapi dapat dipastikan dalam berbagai referensi bahwa nasi goreng pertama kali nasi goreng tercatat dalam sejatah pada era Dinasti Sui (589-618 M), di Kota Yangzhou, Provinsi Jiangsu Timur.
Ide ini muncul ketika masyarakat Tionghoa tidak suka dengan makanan yang sudah dingin, tujuannya untuk penyelamatan nasi yang tidak habis pada hari sebelumnya.
Pada masa itu belum ada teknologi bernama rice cooker. Tentunya nasi yang dingin kurang dinikmati untuk sarapan pagi dan dikhawatirkan terbuang karena basi.
Ketua Wakil Koordinator Dewan Pakar Asosiasi Peranakan Tionghoa Indonesia (ASPERTINA), Joseph "Aji" Chen, menyebutkan bahwa teknik memasak nasi goreng ke Asia Yenggara akibat dibawa oleh para perantau Tionghoa yang menetap di sana.
"Pada abad ke-10, nasi goreng telah diperkenalkan pedagang Tionghoa yang menyinggahi kawasan Kerajaan Sriwijaya. Mereka mulai menciptakan nasi goreng disesuaikan dengan bumbu dan cara menggoreng khas lokal."
Dalam referensi Sri Owen (1988) mengatakan bahwa padi telah didokumentasikan dalam buku-buku sejarah sebagai sumber makanan pokok sejak tahun 2500 SM yang dibawa oleh masyarakat Cina yang merantau ke Yunani dan wilayah Mediterania, India ke selatan Sri Lanka dengan tidak melupakan makanan pokoknya yaitu nasi, sehingga dapat diterima bahwa nasi goreng merupakan bagian dari seni dapur masyarakat Cina.
Hal ini memperkuat dugaan bahwa nasi goreng merupakan bagian dari seni dapur Cina yang datang ke Indonesia pada abad ke-13 dalam rangka berdagang rempah, sutra, atau memperbaiki kapal dengan kayu jati Jawa.
Nasi goreng adalah salah satu makanan yang paling mencerminkan kehidupan demokratis.
Karena mulai dari meja makan kampung-kampung hingga Istana Kepresidenan, dari menu sarapan sehari-hari sampai masuk dalam menu hotel bintang lima, dari pedagang gerobak kaki lima hingga tingkat restoran ternama, dan mulai dari harga 10rb hingga harga 1jt nasi goreng tetap menjadi menu yang layak disajikan.
Nasi goreng menjadi sebuah masakan "lintas kelas" dosial masyarakat hingga melintasi batas "publik privat."
Hal inilah yang menjadi keunikan sekaligus filosofi bagi sebuah nasi goreng yang tidak mengenal kasta sosial bagi penikmatnya.
Meskipun sejarah mengatakan nasi goreng bermula dari Tionghoa, tetapi nasi goreng juga berkembang beraneka ragam di tanah air Indonesia dengan bumbu khas daerah masing-masing, hingga tercatat sampai saat ini bahwa nasi goreng khas Indonesia memasuki peringkat urutan kedua setelah rendang dalam kategori 50 nominasi makanan terenak di dunia.
Sumber
Buku: Nasi Goreng Indonesia Cita Rasa Mendunia (Murdijati dkk, 2020).