Menurut Sylvia Walby meskipun masyarakat Inggris telah berubah sejak Revolusi Inggris di medio abad 17, patriarki masih bercokol dengan kuat. Kapitalisme dan negara menjadi instrumen baru yang mengokohkan dominasi patriarki. Tesis Sylvia menyatakan dalam masyarakat kapitalis Inggris yang terjadi adalah pergeseran dari patriarki privat ke patriarki publik.
Kapitalisme dan patriarki berkolaborasi menindas perempuan dengan dalih buruh murah. Dalam teori Walby ada enam sistem patriarki yaitu:
1. Relasi patriarki upah kerja
2. Relasi patriarki produksi rumah tangga
3. Relasi patriarki budaya
4. Relasi patriarki seksualitas
5. Relasi petriarki kekerasan
6. Relasi patriarki negara
Walby menjelaskan salah satu dari enam struktur patriarki adalah relasi upah kerja yang membuat para wanita harus menerima perlakuan tidak adil dalam sistem upah.
Suffragettes adalah bagian dari kampanye 'Votes for Women' yang telah lama memperjuangkan hak perempuan untuk memilih di Inggris. Mereka menggunakan seni, debat, propaganda, dan serangan terhadap properti termasuk menghancurkan jendela dan pembakaran untuk memperjuangkan hak pilih perempuan.
Ketika hak pilihnya diperluas, seperti yang terjadi di Inggris pada tahun 1832 perempuan terus tidak diberi hak untuk memilih . Persoalan mengenai hak pilih perempuan akhirnya menjadi isu pada abad ke-19 dan perjuangan tersebut sangat intens di Inggris dan Amerika Serikat. Namun, negara-negara tersebut bukanlah negara pertama yang memberikan perempuan hak untuk memilih setidaknya tidak dalam skala nasional dasar.
Pada tahun-tahun awal abad ke-20 antara tahun 1830 dan 1920-an pemberian hak pilih bagi perempuan terkait erat dengan perjuangan untuk keadilan rasial, gerakan hak-hak perempuan, kampanye untuk mengatur alkohol, dan gerakan buruh. Perlahan-lahan gerakan hak pilih mulai meraih beberapa keberhasilan.
Pada tahun 1893 Selandia Baru menjadi negara berdaulat pertama yang memberikan hak pilih kepada perempuan diikuti oleh Australia pada tahun 1902 dan Finlandia pada tahun 1906. Dengan kemenangan terbatas Inggris memberikan hak pilih kepada perempuan berusia di atas 30 tahun.
Pada tahun 1918 di Amerika Serikat partisipasi perempuan dalam Perang Dunia I membuktikan kepada banyak orang bahwa mereka layak mendapatkan keterwakilan yang setara.
Pada tahun 1920 berkat kerja keras para aktivis hak pilih seperti Susan B. Anthony dan Carrie Chapman Catt , Amandemen ke-19 disahkan. Perempuan Amerika akhirnya mendapatkan hak untuk memilih dengan terjaminnya hak-hak ini para feminis memulai apa yang oleh beberapa pakar disebut sebagai "gelombang kedua" feminisme.
Selama Perang Dunia II banyak perempuan yang aktif berpartisipasi dalam militer atau mendapatkan pekerjaan di industri yang sebelumnya diperuntukkan bagi laki-laki menjadikan Rosie the Riveter sebagai ikon feminis. Setelah gerakan hak-hak sipil perempuan mencari partisipasi yang lebih besar di tempat kerja, dengan upah yang setara sebagai prioritas utama dalam upaya mereka.
Equal Pay Act tahun 1963 merupakan salah satu upaya pertama untuk mengatasi masalah yang masih relevan ini.
Ketika feminisme gelombang pertama berfokus pada hak-hak absolut seperti hak pilih feminisme gelombang kedua fokus pada masalah kesetaraan budaya lainnya seperti reproduksi, pengasuhan anak, kekerasan seksual, seksualitas perempuan, dan masalah domestisitas.
Feminisme gelombang kedua mengidentifikasi periode aktivitas feminis dari awal 1960-an hingga akhir 1980-an yang melihat ketidaksetaraan budaya dan politik sebagai hal yang saling terkait.
Feminisme gelombang kedua bertemakan "Women's Liberation" yang muncul dalam buku The Second Sex karya Simone de Beauvoir. Ungkapan tersebut pertama kali digunakan pada tahun 1966 yang dianggap sebagai gerakan kolektif yang revolusionis.
Tiga tahun sebelumnya yakni tahun 1963, seorang penulis dan aktivis feminis asal Amerika, Betty Friedan menerbitkan The Feminine Mystique menjadi suara untuk ketidakpuasan dan disorientasi yang dirasakan perempuan saat dihambat ke posisi rumah tangga setelah lulus kuliah. Dalam buku itu Friedan mengeksplorasi akar perubahan peran perempuan dari tenaga kerja penting selama Perang Dunia II kembali menjadi ibu rumah tangga pasca perang dan mengeksplorasi perubahan peran perempuan dari tenaga kerja selama Perang Dunia II kembali menjadi ibu rumah tangga pasca perang.
Feminisme gelombang kedua juga dipicu oleh ledakan ekonomi pasca-Perang Dunia II di mana kapitalisme mencapai puncaknya dan memperpetuasi budaya patriarki di dalam keluarga.
Dalam sejarahnya feminisme gelombang kedua di Amerika terbagi menjadi dua kelompok utama: kelompok kanan yang cenderung liberal dan memperjuangkan partisipasi perempuan di seluruh aspek sosial dengan kesetaraan hak dan kewajiban dengan laki-laki serta kelompok kiri yang lebih radikal.
Feminisme radikal menyoroti ketimpangan dalam feminisme liberal terkait kelas, ras, dan protes terhadap perang Vietnam. Mereka menerapkan konsep "Consciousness Raising" dan paham "The Personal is Political" mengkritik patriarki yang memaksa perempuan untuk bersikap apolitis.
Sedangkan di Inggris, kelompok kanan, didominasi wanita pekerja, mengorganisir pemogokan untuk persamaan upah, sementara kelompok kiri berbasis sosialis Marxisme.
Konferensi Nasional Pembebasan Perempuan Inggris pada 1970 menyatukan kedua aliran untuk menyerukan persamaan dalam pendidikan, kesempatan kerja, alat kontrasepsi gratis, penitipan anak sepanjang hari, dan akses aborsi sesuai kebutuhan.
Feminisme gelombang kedua dinilai hanya memperjuangkan perempuan kulit putih dan kaum heteroseksual saja sehingga pada akhirnya gerakan ini dikritisi oleh perempuan kulit hitam, penyuka sesama jenis, dan para pekerja perempuan yang di kemudian hari membentuk gerakan radikal.
Pada 1980-an akhir gerakan feminisme memasuki gelombang ketiga bersamaan dengan lahirnya aliran postfeminisme yang menimbulkan pro dan kontra.
Ya,, entah sampai kapan feminisme akan terus berkembang dengan berbagai gelombangnya sampai dihari ini tercatat bahwa gelombang feminisme sudah mencapai gelombang keempat. Meskipun banyak perdebatan dikalangan feminisme perlu diketahui bahwa dua gelombang inilah gerbong utama para feminisme bisa mendobrak budaya patriarki dan bisa membuktikan kepada dunia bahwa wanita juga memiliki peran penting dalam sebuah kehidupan.
Pada zaman dahulu ideologi feminisme sebenarnya sudah muncul hanya saja pergerakan yang dicatat oleh sejarah dimulai pada gerakan suffragette.
Dikutip dari History Dalam buku klasiknya Republic, Plato menganjurkan agar perempuan memiliki "kapasitas alami" yang setara dengan laki-laki untuk memerintah dan membela Yunani kuno. Namun tidak semua orang setuju dengan Plato. Sampai saat perempuan Romawi kuno melakukan protes besar-besaran terhadap Hukum Oppian yang membatasi akses perempuan terhadap emas dan barang-barang lainnya konsul Romawi Marcus Porcius Cato berpendapat, "Begitu mereka mulai menjadi setara dengan Anda mereka akan menjadi atasan Anda!" (Meskipun Cato khawatir, hukum tersebut dicabut.)
End
Sumber
Ali. (2016). Suffragette: Visualisasi Gerakan Feminis Gelombang Pertama. Diakses pada website: https://www.jurnalperempuan.org/wacana-feminis/suffragette-visualisasi-gerakan-feminis-gelombang-pertama
Museum  of London. Who Where The Suffragette. Diakses pada website: https://www.museumoflondon.org.uk/museum-london/explore/who-were-suffragettes
History. (2024). Feminisme. Diakses pada website: https://www.history.com/topics/womens-history/feminism-womens-history
Institute. (2020). Gelombang Gerakan Feminisme -- Bagian II. Diakses pada website: https://yayasansapa.id/gelombang-gerakan-feminisme-bagian-ii/
Safitri dkk. (2022). Sejarah Gerakan Feminisme Gelombang Kedua. Diakses pada website: https://www.kompas.com/stori/read/2022/04/08/090000179/sejarah-gerakan-feminisme-gelombang-kedua?page=all