Ada ide menarik dari menteri pendidikan mas Anies Baswedan tentang program pengembangan minat bakat peserta didik terhadap seni dan budaya, Anies menyebutnya BBM (Belajar Bareng Maestro). Dalam rapat Komisi X DPR RI dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI pada tanggal 7 April 2015, Anies menjelaskan bahwa program ini adalah bentuk integrasi pendidikan dan kebudayaan. Nantinya peserta didik akan belajar seni dan budaya langsung di rumah sang maestro yang ada seperti seni lukis, musik, tari dan budaya lainnya. Tentunya tidak semua peserta didik bisa ikut, nantinya aka nada seleksi kata menteri Anies Menurut saya, gagasan menteri ini perlu kita dukung karena punya mainstream baru mengintegrasikan pendidikan dan kebudayaan. Idenya juga harus dikawal betul agar diprioritaskan kepada peserta didik yang berasal dari keluarga kurang mampu. Gagasan anies ini menggugurkan asumsi saya bahwa menteri pendidikan dan kebudayaan yang baru ini tidak akan jauh berbeda dengan menteri – menteri sebelumnya. Paradigman pendidikan kita memang seharusnya berorientasi agar sekolah bukan tempat satu – satunya untuk membentuk karakter anak, masih ada pendidikan non formal lainnya selain keluarga, yaitu pergaulan teman sebaya dan belajar langsung dengan para ahli seperti ide BBM ala Anies ini. Sekolah kita saat ini memang belum berorientasi pada kebutuhan anak tapi masih berdasarkan keinginan orang dewasa. Sekolah mewajibkan siswanya untuk jadi ahli disegala bidang, akibatnya peserta didik kita banyak yang gagal mengorientasikan dirinya ketika kelak harus tumbuh dewasa dan hidup bermasyarakat. Gagasan lain menteri Anies yang menghapus Ujian Nasional (UN) menjadi satu-satunya alat kelulusan saya nilai sudah tepat. Bagi saya UN selama ini cuma proyek besar percetakan soal dan lembar jawaban saja yang mengorbankan seluruh stakeholder sekolah, dimulai dari kepala sekolah, guru dan siswa. Korban utamanya tentu siswa, sejak kelas 1 usia SMP dan SMA, siswa sudah ditakut-takuti momok “wajib lulus UN”. Sekolah pun menyiapkan skenario sejak dini, agar tidak kecolongan peserta didiknya ada yang tidak lulus. Waktu belajar formal siswa ditambah dengan pelajaran tambahan hingga sore hari. Kapan waktu siswa bersosialisasi dan belajar di luar kelas? Sangat sedikit waktunya, waktu belajar siswa hampir sama dengan waktu bekerja orang tua mereka. Kebiasan buruk UN lainnya saat di hari H yakni oknum guru dan orang tua siswa yang ingin anaknya lulus UN ramai – ramai melakukan kecurangan, dibeberapa tempat malah terjadi secara sistematis, terutama jika birokrat pendidikan/ SKPD Pendidikan ikut turun tangan memerintahkan seluruh kepala sekolah agar sekolah – sekolah di bawah binaannya harus lulus 100 %. Saya agak optimis dengan menteri pendidikan dan kebudayaan yang baru ini. Tugas menteri Anies berikutnya harus mereformasi birokrasi yang ada dikementeriannya agar tidak korupsi. Jika berhasil tentu Anies dapat meyelamatkan pendidikan kita, dana – dana yang dapat diselamatkan harus disalurkan ke daerah – daerah yang fasilitas pendidikannya masih kurang karena APBD-nya kecil. Jika Anies dapat merubah birokratnya tentu perubahan akan segera terjadi karena dilakukan secara berjamaah, tapi tentunya ini tidak mudah, sebagai masyarakat sipil kita harus “membantu” menteri Anies lewat mengawasi program kerjanya dan mengawasi penggunaan anggaran pendidikan agar tepat sasaran dan tepat guna. Selamat bekerja Pak Menteri…
KEMBALI KE ARTIKEL