Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Bait-bait Rasa

25 Februari 2015   17:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:32 164 9

Dean

Sejak pertemuan yang pertama, memang aku akui, Dinar memiliki pesona yang tak biasa. Ia tak cantik seperti wanita lainnya, tapi entahlah, aku seperti tersihir bila melihat matanya, senyumnya. Ah, aku ini lelaki yang tak pandai menggombal ataupun merayu wanita. Aku tak tahu harus bagaimana, harus memulainya dari mana, harus melakukan apa untuk menaklukan hatinya? Apakah Dinar memiliki rasa yang sama denganku? Tidak, aku tidak ingin berpikir begitu. Baiknya buang saja jauh-jauh perasaanku. Bukankah Dinar termasuk orang yang mudah akrab dengan siapa saja? Tapi ia pernah berkata, bahwa ia termasuk orang yang tertutup. Ah, entahlah aku tak tahu. Bagiku Dinar adalah misteri yang begitu aku kagumi.

apakah aku hanya sebuah bayangan bagimu?

mengikuti tanpa kau minta

membiarkan, tanpa peduli

aku nyata bila kau percaya

bukan sekedar maya

aku ada disini

mengasah belati

: bila kau perlukan

bila kau tak inginkan

langsung saja, tusukkan

pada kata-kata yang perlu dirajam

menjelang hari-hari suram

pada malam-malam temaram

*

aku ada

bukan tiada

aku memang bukan sebuah es

yang mampu dinginkan bara apimu

aku hanyalah sebuah cangkir

yang sedianya siap bila kau tuangkan ratusan cerita

Dean meletakkan penanya, melihat kembali baris-baris puisi yang baru saja ia ciptakan. Ia menikmatinya, menikmati puisi tersebut, tanpa perlu Dinar tahu. Mungkin suatu saat, gadis pujaannya perlu tahu. Kapan? Entahlah.

***

Dinar

Dinar membuka lembaran surat yang terselip di bukunya. Surat yang beberapa minggu lalu ia tulis. Surat yang tak pernah ia berikan kepada orang yang semestinya menerima surat tersebut.

Hai Dean, apa kabarmu? Lama tak mendengar kabarmu. Rasanya rindu ya? Kira-kira kau merasakan hal yang sama denganku tidak? Baiklah tak perlu dijawab, simpan dulu jawabanmu. Dengarkan saja aku bercerita, tentangmu tentunya.

Setiap kali kau bercerita padaku, apa kau tahu bagaimana perasaanku? Senangnya luar biasa. Kau sudah percaya padaku, memperbolehkan aku untuk tahu tentang hal-hal pribadi – yang biasa kau simpan sendiri. Bahkan kau bilang padaku, kau ini orang yang sulit untuk bercerita atau percaya pada orang lain. Lebih tepatnya kau ini introvert, ya kau bilang sendiri bahwa kau ini introvert.

Entah sejak kapan aku mulai menyukai pria introvert, tapi yang jelas sedari dulu aku tak suka lelaki yang banyak bicara, apalagi yang selalu saja mengeluarkan jurus berjuta rayuan. Sungguh aku tak suka. Lama-lama aku bisa jengah bila digombali terus menerus.

Sementara kau, kau bilang padaku, kau ini tak bisa menggombal bukan? Ya tak mengapa, justru aku suka dengan hal itu. Ya, kau memiliki hal-hal yang aku suka. Kau berbeda dari kebanyakan lelaki yang aku temui.

Bagiku, cinta itu sebenarnya sederhana, tak perlu banyak membual, cukup rasakan, maka kau akan menemukan cinta yang tulus itu seperti apa. Tak perlu mencari lagi, karena cinta tak kemana-mana, ia ada dihatimu. Namun, yang jadi pertanyaannya, mengapa wanita selalu saja diberikan tugas – yang bagiku cukup berat. Menunggu. Seberapa akuratkah kepastiannya?

Dinar membaca satu per satu kata yang ia tulis, melihat kembali apakah ada kalimat yang salah, kalimat yang mungkin menyinggung hati Dean misalnya. Ia melipat surat tersebut, meletakkannya kembali pada bukunya.

***

Bait-bait rasa bergejolak

Ingin ku usir, namun ia hendak menolak

.

Bait-bait rasa menari-nari

Bahkan bayangmu tak dapat ku hindari

.

Bait-bait rasa

Ada cinta telah tercipta

Pada hatimu yang kini merenda jiwa

Terlihat jelas, walau tak tampak menyapa

.

Bait-bait rasa

Biarlah cinta mencari maknanya sendiri

Karena ia tahu hendak kemana ia akan mengalir

.

Ilustrasi :Dean & DinardanSurat Cinta

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun