Di awal tahun 2012 ini, Kota Surabaya benar-benar ingin menampakkan keseriusannya untuk terus berbenah dalam pembangunan. Sehubungan dengan diterimanya berbagai penghargaan sebagai Kota Metropolitan yang memiliki kualitas lingkungan baik, Surabaya juga berkonsentrasi mengembangkan dan memelihara kawasan-kawasan konservasinya. Pengembangan ini dilakukan dengan memelihara Ruang Terbuka Hijau yang sudah ada atau membangun Ruang Terbuka Hijau, seperti taman kota, hutan kota, dan lain sebagainya. Seiring dengan perubahan paradigma kawasan konservasi yang tidak hanya ekologis saja, tetapi juga ekonomis, maka perlu dipikirkan konsep-konsep pengembangan kawasan konservasi yang inovatif.
Berbicara tentang kawasan konservasi, boleh kita melirik ke kawasan Surabaya Barat yang semakin berkembang. Ada satu kawasan konservasi yang difungsikan sebagai kawasan wisata alam yaitu Waduk Jurang Kuping. Jika isu pembangunan Surabaya terkini adalah perbaikan Balai Pemuda yang belum dianggarkan APBD, atau pembangunan CCTV baru di ruas jalan tol Surabaya-Gempol dan jembatan Suramadu, ataupun masalah pemkot yang tidak ingin melakukan kudeta KBS, lama tak terdengar, Jurang Kuping yang dulunya dikenal dengan wisata alam berupa camp ground, sekarang malah terkenal dengan “prostitusi alam”-nya. Warung remang-remang di kawasan Benowo tersebut tetap menunjukkan eksistensinya.
Kawasan Wisata Waduk Jurang Kuping di Kelurahan Benowo, Unit Distrik Pakal-Sambikerep, merupakan salah satu kawasan yang berada dengan akses jalan arteri sekunder menuju Gresik. Kawasan ini memiliki potensi untuk dikembangkan, utamanya adalah adanya daerah resapan air dan juga pariwisata. Selama dua puluh lima tahun terakhir, kawasan yang telah menjadi aset pemerintah Kota Surabaya tersebut mengalami penurunan fungsinya sebagai kawasan wisata. Kawasan tersebut justru dimanfaatkan menjadi tempat semi prostitusi. Hal itu dikarenakan kurangnya aspek-aspek pendukung kegiatan wisata itu sendiri. Akses menuju tempat itu juga tergolong sulit dan tidak berskala seperti kawasan wisata lainnya.
Sesuai dengan hasil pengamatan saya yang sekaligus mendapatkan kawasan yang bersangkutan untuk tugas besar salah satu mata kuliah, ada beberapa faktor penyebab dialihfungsikannya tempat wisata menjadi tempat prostitusi. Yang pertama, Kawasan wisata yang tidak terkelola dengan baik atau tidak ada perawatan atau perbaikan maupun pengawasan terhadap semua fasilitas yang terdapat di dalamnya, sehingga pada akhirnya didirikan warung-warung untuk tempat karaoke disertai dengan wanita penghibur.
Faktor penyebab yang ke dua adalah banyaknya wanita di usia produktif di Kelurahan Benowo (daerah wisata) yang tidak memiliki pekerjaan dan tidak memiliki pendidikan yang tinggi. Masyarakat sekitar juga tidak diberdayakan atau dibina oleh pemerintah kelurahan tersebut. Adanya kesempatan di kawasan wisata membuat orientasi pemikiran mereka untuk mencari pekerjaan secara instan tanpa mengetahui resiko pekerjaannya tersebut. Faktor penyebab ke tiga adalah faktor yang paling membuat kita geleng-geleng kepala. Ketidaktegasan aparat penegak hukum membuat pelaku-pelaku tersebut tidak merasa jera akan perbuatan mereka. Pemerintah juga tidak konsisten dengan perencanaan detail tata ruang yang telah disahkan.
Sebenarnya semua hal tersebut terkait dengan manajemen wilayah perbatasan yang dilakukan pemerintah. Kawasan Surabaya Barat yang berbatasan langsung dengan kabupaten lain, seperti contohnya Kabupaten Gresik. Kondisi di waduk Jurang Kuping benar-benar seperti “jurang” yang sebenarnya antara daerah perbatasan dengan pusat Kota Surabaya. Pusat kota sangat terbangun dan menarik orang untuk berinvestasi, sedangkan daerah pinggiran sampai perbatasan cenderung lebih tertinggal.
Sektor pariwisata di Kelurahan Benowo yang berupa waduk Jurang Kuping tersebut sebenarnya dapat menggerakkan perekonomian warga setempat. Selama ini kurang terdapat inovasi dalam pengolahan sektor unggulan setempat sehingga penyerapan SDM untuk tenaga kerja juga kurang. Wanita berusia produktif yang tidak memiliki pekerjaan dapat dibina dan diberdayakan oleh pemerintah setempat melalui LKMK yang telah dan usaha koperasi untuk dapat mendukung pariwisata, didukung dengan penduduk yang berwiraswasta.