Bahasa Indonesia dan siswa SMA? Apa yang terjadi?
Kenyataan yang sekarang kami hadapi sebagai pelajar Indonesia khususnya saya adalah ketika seorang guru Bahasa Indonesia menjelaskan materi pelajaran kepada siswa di kelas. Mata menahan kantuk yang tak terkira, badan mulai miring kanan miring kiri menjaga diri agar tidak jenuh atau malahan tangan menumpu dagu seolah memerhatikan guru secara penuh akan tetapi pikiran melayang entah kemana. Kejenuhan yang hamper selalu kami rasakan ketika guru bahasa Indonesia menampakkan batang hidungnya di kelas kami.
Saya sendiri, seorang pelajar SMA yang merasa sangat bosan ketika belajar Bahasa Indonesia, rasanya yang dipelajari hanya itu-itu saja, memelajari tentang paragraf deduktif, induktif, unsur intrinsik dan ekstrinsik cerpen, wawancara dan masih banyak lagi. Tidak ada perubahan materi dari Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Pertama. Kadang saya sendiri merasa bingung untuk apa saya memelajari Bahasa Indonesia, memang terdengar egois tapi itulah kenyataannya.Pelajar kebanyakan lebih mementingkan Bahasa Inggris daripada Bahasa Indonesia bahkan saya sendiri seperti itu. Alasan mengapa memilih Bahasa Inggris adalah karena bahasa Inggris merupakan bahasa internasional yang mungkin saja bisa membawa kami ke luar negeri. Apalagi dengan diujian nasionalkannya bahasa inggris. Seolah bahasa inggris dan bahasa Indonesia memiliki tingkat kederajatan yang sama.
Kenyataan yang terjadi di SMA saya, sekolah berasrama yang berada di pedalaman Aceh di ujung pulau Sumatera dan di tepi Samudera Hindia yang luas masih menggunakan Bahasa Aceh sebagai bahasa komunikasi sehari-hari. Padahal peraturan sekolah dan asrama sudah melarang penggunaan bahasa daerah kecuali pada hari libur dengan alasan agar bahasa daerah tidak di telan oleh zama di era globalisasi ini. Akan tetapi, meskipun peraturan dan konsekuensi yang berat sudah diterapkan, tidak sedikit siswa yang melanggar karena kehidupan sehari-hari mereka di rumah yang menggunakan bahasa daerah. Mirisnya lagi, kosakata bahasa Indonesia siswa SMA saya sangat minim. Kadangakala saya merasa kesal karena kata-kata yang mudah dan sering didengar tapi tidak mengerti dan berulang kali ditanyakan kepada saya apa maksudnya. Bukankah begitu miris? Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang digunakan untuk pembelajaran di sekolah, di buku-buku pelajaran di sekolah, akan tetapi kata-kata yang ada di dalamnya sulit untuk di cerna. Diperparah lagi rendahnya minat baca siswa.
Sungguh, ada rasa ingin menikmati indahnya pelajaran bahasa Indonesia, tidak adanya rasa jenuh, tidak adanya lirikan ke arah jam dinding yang seolah bergerak sangat pelan. Ingin kami, semoga kami mampu membuat generasi di bawah kami mencintai bahsa Indonesia, bukan seperti kami yang hendak berlari meninggalkan. Tapi apa daya, jiwa kembali memanggil untuk mengibarkan bahasa Merah Putih di lubuk setiap orang Indonesia. J
Beralih ke masalah lain,
Guru Bahasa Indonesia yang tersebar dari Sabang sampai Merauke memiliki pandangan bahkan pengertian yang berbeda. Coba saja satukan seluruh guru Bahasa Indonesia dari Sabang sampai Merauke, adakan diskusi tentang Bahasa Indonesia pasti banyak pendapat yang berbeda sehingga membuat murid-murid bingung. Seandainya, bahasa Indonesia adalah bahasa yang pasti, dengan system penulisan atau rumusnya yang pasti juga seperti bahasa inggris, mungkin tidak terlalu banyak perbedaan yang akan terjadi di tengah-tengan pengajar BahasaIndonesia.
Generasi muda yang mulai enggan untuk memelajari bahasa Indonesia, generasi muda yang lebih mementingkan bahasa inggris, generasi muda yang tidak mengetahui maksud dari kata-kata bahasa Indonesia yang seribng digunakan di media massa, generasi muda yang mulai kehilangan niat membangun negri.
Siapa yang akan membawa kemajuan di dunia bahasa Indonesia?
Kita kan?
Kita sendiri, kita, bukan hanya anda, saya, atau pelajar atau juga anak kecil yang sudah tergiur dengan bahasa inggris, tapi kita semua tanapa memandang batas usia. Dimulai dengan mengajak kaum-kaum muda untuk rajin membaca buku-buku. Semoga saja dengan mengajak kaum-kaum muda untuk membaca buku, kecintaan terhadap bahasa Indonesia bertambah seiring dengan banyaknya buku yang dilahap.
Sekarang,
sumpah pemuda yang “menggunakan bahasa yang satu, bahasa Indonesia” bagai gemericik air tak berbunyi
Bagai deruman keras mobil balap yang tak mengusik daun telinga
Tak mampu untuk dihela,
tak mampu untuk di hirup dalam dengan sekali tarikan
seperti menghirup oksigen di hutan hijau tanpa polusi udara
Bahasa Indonesia, andaikan dapat terbang dan menari bahkan berlari
Kan ku ajak kau berlari, terbang dan menari di angkasa luas
Menebarkan bau-bau khas Indonesiaku
Menghasut semua untuk mencintaimu, bahasa Merah Putih.