Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Terkendala UU BPJS, Daerah Masih Komitmen Laksanakan Jamkesda

11 Desember 2012   12:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:50 587 0

Yogyakarta – Asosiasi Jamkesda Indonesia (AJI) masih komitmen menyelenggarakan program Jamkesda walaupun sudah direncanakan akan dilaksanakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh BPJS Kesehatan. “Komitmen ini berasal dari kepedulian kita terhadaplayanan untuk rakyat miskin dan tidak mampu yang masih belum bisa di-cover oleh pemerintah,” ujar Sri Hartini dariBadan Penyelenggara Jaminan Daerah Provinsi Jawa Timur saat membacakan hasil rapat pleno seminar tersebut.

Respon daerah merupakan hasil seminar dan workshop dua hari (7-8/12) di Yogyakarta, bekerja sama dengan Pusat KPMAK FK UGM dan PT. TELKOM Indonesia.Dibuka oleh Wamenkes RI,Prof. Ali Ghufron Mukti, seminar ini dihadiri oleh lebih dari 150 perwakilan daerah, berasal dari pemda, dinkes provinsi, kabupaten, kodya dan kalangan akademisi. Hasil seminar dan workshop tersebutmenghasilkan kebulatan suara bahwa daerah apresiasi dan siap mendukung rencana pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dimulai 1 Januari 2014 dengan beberapa aspek yang wajib diperhatikan oleh pemerintah pusat.

Dalam sesi rapat pleno, Drs. Sugeng Irianto, M. Kes selaku ketua AJI mengatakan bahwa daerah masih memperkirakan permasalahan terkait kepersertaan dan kesiapan terkait daerah sehingga akan dibuatkanusulan kepada kementrian terkait agar pelaksanaan Jamkesda masih sesuai dengan amanah UU 32 thn 2004. Selain itu, Pasal 60 UU BPJS menjadi akar permasalahan bagi peran Jamkesda dalam BPJS Kesehatan. UU tersebut berada di area abu-abu bagi penyelenggara Jamkesda. Disebutkan bahwa pada ayat (2) UU BPJS sejak beroperasinya BPJS Kesehatan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) a. Kementrian Kesehatan tidak lagi menyelenggarakan program jaminan kesehatan masyarakat.

Ayat ini menjadi multi tafsir. Asosiasi menafsirkan ayat tersebut bahwa kemenkes sudah tidak lagi menangani Jamkesmas, akan tetapi bagi Jamkesda tidak ada aturan larangan untuk melaksanakan program Jaminan Kesehatan. Akan tetapi, juga tidak ada aturan yang acuan Jamkesda untuk pelaksanaan program. Oleh sebab itu, asosiasi jamkesda bersepakat bahwa untuk daerah (provinsi dan kabupaten/kota) akan tetapi melaksanakan jamkesda sampai BPJS mampu meng-cover seluruh masyarakat dalam program BPJS kesehatan (jaminan kesehatan nasional)”, ungkap Sri Hartini menambahkan.

Sebagai respon terhadap permasalahan tersebut, Asosiasi Jamkesda Indonesia akan mengirimkan surat pada Wakil Presiden RI, DPR RI, Menkokesra, Mendagri,DPD RI apabila ada rencana amandemen UU 32 2004 untuk tidak menganulir Pasal 22 huruf (h) tentang daerah wajib menyelenggarakan jaminan sosialdan PP 38 Tahun 2007 berkaitan dengan kewenangandan urusanpasal terkait pengembangan jaminan sosial khususnya jamkesda. Selain itu Provinsi dan Kabupaten-Kota mulai Tahun 2014 juga diberi kewenangan untuk tetap dapat melaksanakan program Jamkesda sampai tercapainya Jaminan Kesehatan Nasional (Universal Coverage). “Sebab data menyebutkan bahwa pemerintah pusat saja belum mampu meng-cover seluruh masyarakat miskin, jika Jamkesda dihapuskan, siapa yang akan melindungi mereka?”, tegas Sri di tengah rapat pleno seminar.

Mekanisme pembayaran dan rujukan dalam jaminan kesehatan juga masih perlu ditetapkan. Permasalahan di sektor pembayaran dan rujukan juga terkait dengan remunerasi dokter primer yang masih underpaid. Sehingga menghasilkan siklus rujukan pasien yang tidak sehat. “Dokter primer dengan mudah merujuk pasien dengan Jamkesda, dokter spesialis malas mengerjakan berkas rujukan tersebut” ujar Maftuha Nur Betty dari Fakultas Kedokteran UII Yogyakarta. Oleh sebab itu, penguatan jaringan dokter primer dirasa sangat perlu. Mengingat masih adanya kesenjangan remunerasi antara dokter spesialis dan primer yang cukup tajam. Ditambah lagi alokasi dokter yang terpusat di kota besar, sehingga perlu adanya inovasi pemda untuk menarik dokter-dokter ke daerah terpencil. Sehingga nantinya tercipta jaringan pelayanan kesehatan yang adil bagi masyarakat yang tinggal di kota besar maupun daerah terpencil.

Terkait dengan penggunaan TI dalam sistem jaminan kesehatan, Asosiasi Jamkesda Indoensia mengatakan bahwa perlu adanya integrasi dari skema pembiayaan berganda yang ada di daerah, misalnya PPE, Plafon, dan Perda. Dari aspek interoperabilitas, masih belum adanya sistem indentitas tunggal (single ID) untuk peserta jaminan kesehatan. Banyaknya variasi sistem informasi (RS, Puskesmas), tidak mencakup semua standarisasi terminologi medis (Diagnosis, Obat, Laboratorium).

Permasalahan infrastruktur terkait investasi TI, ketersediaan pusat data yang masih bersifat sektoral (terbatas di kementrian). Masalah ini menjalar kepada belum adanya sistem informasi nasional yg memungkinkan sharing data antara rumah sakit daerah secara nasional dan realtime. Yang mana hal ini menghasilkan kesulitan mengakses data pasien terjamin hingga proses verifikasi jaminan kesehatan di penyedia layanan kesehatan terkait dengan UPT Jamkesda. Untuk itu, PT. Telkom Indonesia siap dan berkomitmen mendukung sistem TI bagi pelaksanaan Jaminan Kesehatan.

Sebagai follow up dari seminar dan workshop ini, Asosiasi Jamkesda Indonesia akan melaksanakan rapat kerja di bulan Febuari dan Juni 2013.

*Hasil rapat pleno seminar dapat diunduh disini

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun