Mohon tunggu...
KOMENTAR
Inovasi

Demonstrasi Versi 2.0

10 Juni 2010   04:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:38 61 0
Melihat tweet @radityadika tentang #TolakDanaAspirasi, menyadarkan insting ke-aktivis-an gw, bahwa internet, terutama di era jejaring sosial yg semakin populer saat ini (baca : twitter dan facebook) semua informasi mengalir drastis, tak terbendung. Media mainstream sekarang hanya dijadikan “pelengkap” untuk memberikan legitimasi mengenai informasi yang sudah disebar di ranah publik melalui citizen journalism tadi.

Bangga, senang, heran, bercampur sedih, ketika saya melihat timeline saya dipenuhi dengan informasi-informasi mengenai Dana Aspirasi Daerah yang diajukan oleh partai golkar hingga mencapai 8,4 triliun per tahun. Berjuta tweet kemudian masuk dengan hashtag #TolakDanaAspirasi, saya yang tadinya tidak tahu apa2 mengenai usulan konyol DPR ini akhirnya ikut teredukasi melalui sarana ini.

ya, cara men-tweet ini merupakan langkah yang sangat populis di era kecanggihan teknologi dunia maya untuk meraih dukungan atau simpati akan satu isu. Tweeps (pengguna aktif twitter) yang menolak adanya dana aspirasi DPR tersebut berbondong2 untuk men-tweet #TolakDanaAspirasi. Inilah yang disebut pergerakan dunia maya, demonstrasi versi 2.0

Ketika gerakan turun ke jalan bukan lagi gerakan yang populis untuk dilihat masyarakat, sekarang tercipta metode gerakan baru : metode gerakan dunia maya. Saya pernah mengadakan kajian tentang gerakan dunia maya ini dengan teman2 saya di Kastrat BEM FISIP 2009, namun mereka menilai bahwa gerakan ‘maya’ ini belum cukup ‘nyata’ untuk dinilai sebagai sebuah gerakan yang benar2 memihak pada rakyat. Gerakan ‘maya’ ini hanyalah gerakan ‘bubar jalan’ dan hanya ada ketika isu2 kontroversial sedang mencuat. Gerakan ‘maya’ ini dinilai belumlah cukup untuk menggerakkan massa bersatu padu melawan kebijakan pemerintah yang tidak memihak pada rakyat kecil.

Saya sendiri berpendapat, bahwa demonstrasi versi 2.0 ini adalah bentuk transformasi dari suatu gerakan masyarakat dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi dalam menggalang dukungan atau kritikan atas suatu isu yang beredar. Sayangnya, kemasifan gerakan ini masih dipertanyakan, sebab masih banyak orang yang ragu akan perwujudan gerakan maya ini di dunia nyata. Walaupun kita bisa melihat contoh kasus Prita Mulyasari yang berawal dari gerakan dunia maya, namun tetap pada akhirnya kasus tersebut diselesaikan oleh orang2 yang bermain di dunia ‘nyata’.

Sebagai mahasiswa, patutlah kita melihat kembali metode gerakan yang kita gunakan. Sudahkah kita cukup menyesuaikan dengan perkembangan zaman? ataukah kita hanya terbuai dengan romantisme kejayaan abang-abang zaman dahulu kala dengan aksi di jalanan.

Avina Nadhila Widarsa

Staf Pusat Kajian dan Studi Gerakan BEM UI 2010

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun