Mohon tunggu...
KOMENTAR
Travel Story Artikel Utama

Jogja Air Show 2011

19 Desember 2011   17:47 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:02 901 1
Tidak saya sangka, ternyata di pantai Depok, Bantul, terdapat landasan pesawat. Selain itu, di sebelah timur pantai ini terdapat bukit Warung Gupit yang dapat digunakan untuk meluncurkan gantole dan paralayang. Lalu masih ada gumuk pasir yang dapat digunakan untuk training gantole dan paralayang bagi pemula. Yang membuat saya heran adalah bagaimana wahana udara yang kecil itu bertahan dari hempasan angin laut yang kuat? Bagaimana cara penggemar paralayang melayang-layang di atas pantai? Apa mereka tidak takut tercebur? Rasa penasaran itu mendorong saya untuk mengajak keluarga untuk menyaksikan perhelatan Jogja Air Show 2011. Pembukaannya sudah dilangsungkan sejak hari Jumat (16 Desember), namun kami baru bisa mengunjungi pada hari Minggunya. Karena fasilitas yang relatif lengkap, maka event Jogja AirShow 2011 ini menampilkan seluruh cabang olah raga dirgantara beserta hiburannya, mulai dari terjun payung, microlight, aeromodelling, paramotor, gantolle airtow competition, paralayang airtow, pameran pesawat model, bursa penjualan pesawat model, dragon banner, joyflight, hingga live musik. Lewat tengah hari, kami sampai di pantai Depok, namun tertahan cukup lama untuk mencari tempat parkir. Hari itu pengunjung sangat padat. Di langit yang mendung, pesawat swayasa terlihat berkali-kali melintas di garis pantai untuk menerbangkan pengunjung dalam joyflight.  Pada ketinggian yang lebih rendah, penggemar paralayang berputar-putar dengan parasut bermotornya. Setelah akhirnya mendapat tempat parkir, saya bergegas menuju run-way sambil berjuang mengangkat kaki yang terbenam di dalam pasir pantai yang berwarna abu-abu. Ternyata landasan udara yang dimaksud adalah lapisan aspal dengan lebar sekitar enam meter, sepanjang sekitar 500 meter. Di landasan inilah pesawat trike, pesawat swayasa dan pesawat ultra ringan antri untuk lepas landas dan mendarat. Salah satu peserta even ini adalah kenalan saya, yang kebetulan tinggal sekota. Dia memiliki pesawat CT SW dengan nomor registrasi PK-S777 . Pada tahun 2009, saya menumpang pesawat ini dari Jogja ke Tasikmalaya pp untuk merespons gempa yang terjadi saat itu. Tempat duduknya hanya untuk dua orang. Di sebelah kiri untuk pilot, sedangkan di sebelah kanan untuk penumpang. Cara duduknya adalah dengan selonjor. Sebelum berangkat, kami ke kamar mandi dulu karena kalau sudah mengudara tidak ada kesempatan lagi untuk turun jika sedang kebelet. Cerita perjalanan ke Tasikmalaya dapat dibaca di sini. Hembusan angin laut ternyata tidak segarang saya duga semula. Barangkali itu sudah diperhitungkan oleh penyelenggara sehingga mereka menganggap cukup aman untuk menyelenggarakan acar itu di sana. Yang membuat saya kagum adalah keberanian penggemar paralayang yang berputar-putar di atas laut. Tentu dibutuhkan nyali tersendiri bercengkerama di atas wilayah kerajaan "Ratu Kidul" dengan ombaknya yang terkenal ganas itu. Saya membayangkan seandainya ada kerusakan mesin lalu, terjatuh ke laut. Saya bergidik membayangkannya. Tapi sekali lagi mungkin FASI juga sudah memperhitungkan aspek keamanan ini, Acara ini sangat langka karena di sini pengunjung mendapat kesempatan untuk melihat, memegang dan bahkan diberi kesempatan untuk menjajal wahana udara ini (Tentu dengan mengganti biaya membeli bensin. Yap. Pesawat-pesawat ini ternyata menggunakan pertamax sebagai bahan bakarnya. Sewaktu ke Tasikmalaya, ternyata bahan bakar yang dihabiskan lebih sedikit dibandingkan jika melakukan perjalanan darat dengan mobil). Sayangnya, acara ini tidak begitu diminati oleh pengunjung. Hari Minggu itu pantai Depok dipadati oleh pengunjung, namun jumlah orang yang menyambangi perhelatan ini tidak lebih dari seperempatnya saja. Sisanya, pengunjung lebih senang main air, menyewa ATV atau menyantap ikan laut segar. Apakah sepinya atensi ini karena kurangnya publikasi? Sepanjang jalan dari Jogja ke pantai Depok, saya hanya menjumpai dua spanduk. Pertama dipasang di atas jembatan Kretek (5 km sebelum lokasi). Kedua di pintu gerbang pantai Depok. Pengunjung lebih memilih main di pantai Selain itu pengaturan untuk pengamanan landasan juga kurang maksimal. Beberapa kali panitia harus meneriaki pengunjung karena seenaknya saja melintas di landasan padahal saat itu sedang ada pesawat yang bersiap lepas landas atau melandas. Ke depannya, alangkah baiknya jika promosi dibuat lebih gencar. Misalnya dengan mengundang anak-anak sekolah untuk datang. Tentu mereka akan menyambut dengan antusias. Kemudian pengamanan landasan juga perlu diperketat. Untung saja pada perhelatan ini tidak terjadi insiden. Selain itu perlu dibuatkan even-even yang dapat mengenalkan masyarakat pada dirgantara. Misalnya dengan workshop membuat aeromodelling dll. Terakhir, sebagai penggemar fotografi dan videografi, saya berharap even ini tidak diselenggarakan pada musim hujan. Cuaca yang mendung membuat acara yang menarik ini tidak dapat diabadikan dengan optimal. Berikut ini hasil rekaman lensa foto dan lensa video saya: Pesawat Swayasa milik Soto Mlati Melipat parasut Glider Mesin para layang Mesin trike Glider

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun