Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Pilatus

1 April 2010   18:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:03 1181 0
[caption id="attachment_108442" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber:http://wpcontent.answers.com/"][/caption] Entah bagaimana perasaan Pontius Pilatus jika dia tetap hidup sampai saat ini. Setiap minggu, selama berabad-abad, namanya selalu disebutkan oleh jutaan mulut di dunia dengan perasaan ngeri: "Aku percaya pada....Yesus Kristus yang menderita sengsara di bawah Pontius Pilatus, disalibkan, mati dan dikuburkan."  Itulah bunyi kredo [pengakuan iman] yang diucapkan setiap minggu di gereja. Pertanyannya, apakah dia merasa tertuduh karena telah menghukum mati orang yang tidak bersalah? Ataukah justru merasa berjasa karena tindakannya ini justru membangkitkan sebuah agama besar? Pilatus adalah seorang prefek yang memimpin propinsi Yudea di bawah kekaisaran Romawi.  Pada tahun 33 M, dia mengalami persoalan yang pelik. Mahkamah Sanhedrin, sebuah pengadilan agama Yahudi, baru saja menjatuhkan hukuman mati terhadap seorang pemuda bernama Yeshu Hannosri [Yesus dari Nazaret]. Menurut hukum agama, setelah divonis mati si terpidana akan diseret ke pojok kita dan ditelanjangi. Anggota Sanhedrin yang mengajukan saksi dan tuduhan atas orang itu mendapat giliran pertama untuk menjatuhkan batu dari atastembok kota. Jika si terpidana belum mati, maka semua anggota Sanhedrin yang hadir wajib melempari dengan batu sampai mati. Akan tetapi saat itu Yudea berada di bawah kekuasaan Romawi. Menurut ius gladii [hukum Romawi], prefek Yudea wajib memeriksa kembali vonis tersebut. Maka mereka menggelandang Yesus ke hadapan Pilatus untuk memintakan penetapan hukuman mati. Saat mengadakan pemeriksaan, Pilatus tidak mendapatkan kesalahan yang terdapat pada pemuda dari Nazaret ini. Namun Mahkamah Sanhedrin tidak menyerah. Mereka menyusun dakwaan yang membuat Pilatus terjepit dan tak bisa berkelit untuk mengadili Yesus. " Kami mendapatkan orang ini membahayakan bangsa kami dengan melarang membayar pajak kepada Kaisar Tiberius dan menyatakan diri sebagai Mesias, seorang raja," kata imam Kayafas kepada Pilatus. Ini adalah dakwaan yang berlapis-lapis. Lapisan pertama, Yesus dituduh sebagai penghasut dan pemberontakan. Kedua, Yesus dituduh menentang pembayaran pajak kepada Kaisar. Ketiga, Yesus dituduh mengangkat diri sebagai raja. Tuduhan terakhir ini yang paling berat. Menurut hukum Romawi, orang yang memberontak terhadap Romawi harus disalib, diumpankan kepada binatang buas atau dibuang di suatu pulau. Meski begitu, hati kecil Pilatus tetap mengatakan bahwa pemuda ini tidak bersalah. Namun yang membuat Pilatus jengkel, pemuda ini tidak banyak mengeluarkan kata-kata pembelaan. Tiba-tiba muncul celah untuk berkelit. Meski tempat kejadiannya [forum delicti] ada di Yudea, tapi karena pelakunya dari Galelia, maka sesuai asas forum domicili, maka Pilatus melimpahkan perkara ini kepada Herodes Antipas, tetrarka Galilea. Antara Pilatus dan Herodes Antipas ini terjadi hubungan benci tapi rindu. Sebagai penguasa yang bertetangga, mereka sebenarnya saling curiga, namun dipaksa untuk melakukan aliansi karena memiliki kepentingan yang sama yaitu melanggengkan kekuasaan. Dengan melimpahkan perkara ke Herodes, kelihatannya Pilatus menghormati koleganya, namun sesungguhnya dia sedang melemparkan bola panas ke Herodes Antipas.  Herodes Antipas memeriksa perkara itu dengan antusias sebab dia sudah banyak mendengar tentang Yesus yang melakukan banyak mukjizat. Dia ingin melihat langsung "pertunjukan" mukjizat. Namun kemudian dia harus gigit jari karena sebagaimana di istana Pilatus, Yesus tidak banyak berkata-kata, layaknya domba yang akan dibawa ke pembantaian. Karena kesal, Herodes memutuskan untuk melepaskan hak yuridiksinya dan mengembalikan kasus ini kepada Pilatus. Mendapat limpahan itu, Pilatus masih berusaha untuk berkelit. Sesuai adat Yahudi, menjelang perayaan Paskah, penguasa membebaskan seorang tawanan. Maka Paulus mengambil Barabas dari penjara. Pilatus lalu mengajukan pilihan kepada orang Yahudi yang mulai memadati istana Pilatus, apakah dia harus membebaskan Barabas atau Yesus. Pilatus sengaja memilih Barabas, seorang penjahat keji, dengan perhitungan bahwa massa akan memilih untuk membebaskan Yesus. Dugaannya meleset! Karena hasutan pemuka agama Yahudi, orang banyak itu justru menuntut pelepasan Barabas. Pilatus mencoba usaha lain. Dia memerintahkan tentaranya untuk melakukan fustigatio atau hukum cambuk terhadap Yesus. Tujuannya supaya orang banyak timbul belas kasihan sehingga setuju untuk membebaskan Yesus. Usahanya nihil. Massa tetap bergeming dan menuntut hukuman mati bagi Yesus. Imam Kayafas lalu melontarkan jurus yang mematikan. Dengan santun, Kayafas berkata kepada Pilatus, "Tugas Anda di sini adalah mempertahankan adat kebiasaan kami. Kalau Anda gagal melakukan ini, maka Anda bukan lagi sahabat kaisar." Meski dilontarkan dengan sopan, namun ucapan ini menohok langsung ke jantung Pilatus. Tanpa sengaja Pilatus mengusap cincin yang melingkar di jarinya, sebuah cincin pemberian kaisar. Dengan mengenakan cincin ini, dia memiliki hak-hak istimewa. Pilatus menyadari bahwa akhir-akhir ini posisinya sedang terancam. Kaisar Tiberius belum sepenuhnya percaya pada kesetian Pilatus, mengingat Pilatus memiliki hubungan dekat dengan Sejanus, penguasa yang ditumbangkannya. Jika mahkamah Sanhedrin melapor ke Tiberius, maka tamatlah kariernya. Tidak hanya itu, mungkin dia dan keluarganya juga akan ditumpas juga. Pilatus pun membuat keputusan diplomatis. "Dengarkanlah aku, hai orang-orang Israel!" katanya dengan suara lantang,"Pengadilan ini tidak menyatakan bahwa Yesus dari Nazareth inibersalah, tapi karena Mahkamah Senhedrin menghukum mati, dan karena prefek Roma harus menghormati dan melindungi hukum agama Yahudi, maka orang ini akan disalibkan." Sesudah berkata demikian, Pilatus membasuh tangan di depan orang banyak. "Aku tidak bersalah terhadap darah orang ini."

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun