Para insinyur dan manajemen Lapindo Brantas semestinya belajar dari kearifan arsitek yang membangun candi Songgoriti. Meskipun candi ini dibangun di atas sumber air panas yang bergejolak dan masih memiliki aktivitas vulkanis, namun bangunannya dapat bertahan selama ribuan tahun. Ketika manusia tidak dapat melawan alam, maka manusia memutuskan untuk bersahabat dengan alam. Inilah kisah yang kami dapatkan ketika mengunjungi candi tertua di Jawa Timur ini. Kami tidak sengaja mengunjungi candi ini. Tujuan utama kami adalah plesiran ke pemandian air panas alam di Songgoriti, Jawa Timur. Dengan mobil dan sopir pinjaman, kami mengisi waktu luang setelah melakukan pelayanan di kota Malang. Selepas makan siang dengan menu nasi Bok, kami menerobos hujan yang sangat lebat menuju lereng gunung Kawi. Kurang dari satu jam, kami sudah sampai di kawasan wisata Songgoriti. Dengan hanya membayar Rp. 1.500,- di tempat pemungutan retribusi, kami segera disuguhi pemandangan hijau, udara segar dan sedikit berkabut. Suasana ini mirip sekali dengan atmosfer di Kaliurang sekitar 17 tahun yang lalu. Udara yang selalu basah dan kabut putih yang menggelayut suara selalu melingkupi kegiatan-kegiatan kemahasiswaan yang dilakukan oleh Fisipol maupun jurusan Komunikasi. Sesampai di perempatan pasar, mobil segera berbelok ke arah kiri. Kami mencari ruang kosong di antara bis-bis besar untuk memarkirkan mobil. Gerimis masih turun. Sambil mengangsurkan payung kepada kami, pak sopir menunjukkan arah pintu masuk pemandian air hangat. Kami agak ragu-ragu sejenak karena pintu itu sangat sederhana dan tidak ada penjaganya. "Mau mandi air panas ya pak?" tanya seorang Bapak, kira-kira berumur 45 tahun. Kami mengiyakan. "Kalau pemandian untuk umum sudah ditutup pak," jelas Bapak itu, "tapi kalau mau mandi air panas, sebaiknya pesan kamar hotel saja pak. Di dalamnya sudah ada kamar mandi air panas." Kami menjadi kecewa. "Kalau mau melihat-lihat saja boleh, kan?" tanya saya. "Boleh saja, pak" jawab Bapak. Untuk mengobati kekecewaan, kami ingin melihat bekas pemandian air panas itu. Rupanya benar yang dikatakan Bapak itu. Fasilitas itu sudah tutup dan tidak beroperasi lagi. Kondisinya terbengkalai, kotor dan sudah rusak di sana-sini. Ketika kami berjalan di sisi belakang kompleks hotel, kami kaget melihat sisa-sisa reruntuhan candi. Dari papan nama yang dipasang di situ, candi ini bernama Songgoriti. Tanpa menunggu lama, saya segera mengambil kamera video dan merekam kondisi candi itu. Saya tidak menyangka bisa menemukan candi di sini. Sehari sebelumnya saya bertanya pada orang Malang apakah ada peninggalan candi di sekitar Malang, mereka menjawab tidak tahu. Dari riset yang saya lakukan kemudian, diketahui bahwa candi ini Songgoriti merupakan candi tertua di Jawa Timur. Masa pembangunan Candi Songgoriti belum dapat diketahui dengan pasti, tetapi diduga candi ini berasal dari masa pemerintahan mPu Sindok, yakni masa perpindahan kekuasaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur sekitar abad IX - X masehi. Dilihat dari arsitekturnya candi Songgoriti ini mempunyai hiasan berlanggam Jawa Tengah. Bangunan candi terdiri dari kaki candi, tubuh candi dan atap candi. Namun yang tersisa dan masih dapat dilihat sekarang adalah kaki candi dan sebagian tubuh candi yang terbuat dari batu andesit. Sedangkan pondasi candi terbuat dari batu bata. Ukuran candi hanya 14.36x10.00 m dan tinggi 2.44 m. Pada tubuh candi terdapat relung-relung atau cerukan sebagai tempat untuk arca. Relung sebelah Timur merupakan tempat arca Ganesha, yang arcanya tinggal sebagian, yaitu bagian perut dan kaki. Relung sebelah Utara arcanya sudah hilang, sedangkan relung sebelah Barat, arcanya sudah tidak menempel lagi di relung, tetapi masih berada di lingkungan candi. Arca ini merupakan arca Agastya, yang dalam agama Hindu merupakan salah satu dari tujuh pendeta yang menyebarkan agama Hindu di Asia Tenggara dan Jawa. Pada bagian tengah candi terdapat lubang sampai di dasar candi yang berisi air. Menurut beberapa catatan di internet, air di tengah candi ini merupakan sumber panas, tapi hasil pengamatan saya, suhu air di sini biasa saja dan berwarna bening. Akan tetapi pada sisi timur candi, sekitar 10 meter, memang terdapat sumber air panas yang berwarna kuning. Ini tandanya air tersebut mengandung belerang yang merupakan hasil dari aktivitas vulkanik. Menurut legenda setempat, dulu di lokasi candi ini merupakan kawah gunung berapi yang mengeluarkan air panas. Tidak ada orang yang berhasil menyumpal kawah ini. Hingga akhirnya datanglah empu Supa yang membangun candi di atas kawah itu. Kini kawah itu menjadi sumber air panas yang dialirkan menggunakan pipa-pipa besi ke kamar-kamar hotel.
KEMBALI KE ARTIKEL