Tentunya kita ingat saat Nurdin Halid dicerca dan dipaksa untuk turun. Adanya ancaman sanksi dari FIFA pun seperti tidak digubris. Sampai membuat seorang Arifin Panigoro menggagas kompetisi tandingan yaitu Liga Primer Indonesia (LPI) yang diklaim lebih bersih, profesional dan kompetitif dibandingkan kompetisi yang dimiliki oleh PSSI (pimpinan Nurdin) saat itu. Bahkan kompetisi pun sempat berjalan setengah putaran (setengah musim kompetisi). Hingga pada akhirnya Nurdin Halid lengser dari jabatan.
Turunnya Nurdin dan naiknya seorang Djohar Arifin sebagaiĀ Ketua PSSI awalnya memunculkan harapan baru terhadap persepak bolaan dalam negeri. Tetapi jauh panggang dari api. Keadaan bisa dibilang sama saja jika tidak mau dibilang lebih buruk. Permasalahan yang terjadi di masa Nurdin pun ada yang kembali terulang.
Pertama, dualisme kompetisi. Hanya sekarang keadaan berbalik. LPI (yang lalu oleh PSSI disebut dengan Liga Prima Indonesia) menjadi kompetisi tertinggi sepak bola Indonesia yang diakui sah oleh PSSI. Sedangkan Liga Super Indonesia (LSI) yang sebelumnya merupakan kompetisi sah menjadi seperti kompetisi tandingan. Memang pada awal terpilihnya Djohar dia mengatakan bahwa akan mengakomodasi keberadaan LPI bentukan Arifin Panigoro. Tetapi publik tentu tidak menyangka bahwa akhirnya justru membuat dualisme kompetisi kembali terulang. Pihak LPI mau pun LSI sama-sama mengklaim menjadi pihak yang benar dan berdasarkan statuta. Kompetisi tingkat kedua pun juga mengalami dualisme seperti tingkat pertama. Tetapi jika dilihat sepertiya angin berpihak ke LSI karena tim-tim besar yang memiliki tradisi di persepak bolaan dalam negeri banyak bergabung di LSI.
Selanjutnya masalah timnas. Seperti masa Nurdin yang melarang pemanggilan pemain yang bermain di LPI untuk bergabung di timnas. Sekarang pemain yang bermain di LSI dikabarkan dilarang bermain bagi timnas. Selain menimbulkan polemik, Djohar seperti menelan ludah sendiri. Saya ingat betul bahwa awal keterpilihannya dia mengatakan bahwa semua pemain berhak masuk timnas asal dia warga negara Indonesia dan memiliki kemampuan, tidak terkecuali itu dari LPI atau LSI waktu itu. Tapi sekarang dia (PSSI) melarang pemain dari LSI masuk timnas. Sayangnya saya tidak memiliki dokumentasi terkait pernyataan Djohar waktu itu.
Masalah organisasi juga menjadi masalah. Pada masa Nurdin, struktur dan pengurus organisasi PSSI dianggap terlalu banyak. Dan hal ini dikatakan akan menjadi sektor yang diperbaiki oleh Ketua baru terpilih, Djohar. Tapi nyatanya, struktur organisasi Djohar juga semakin membengkak dari kepengurusan sebelumnya. Bukannya makin ramping dan efisien.
Publik sepak bola Indonesia sebenarnya sudah jengah dengan berbagai masalah diatas. Tetapi entah kenapa orang-orang yang sudah dipercaya duduk di kursi pengurus PSSI masih saja ada yang tidak mengerti. Bukannya menyelesaikan masalah tetapi makin memperkeruh suasanan. Saya tidak mengerti maksud dan tujuan mereka untuk sepak bola Indonesia. Sekadar duduk satu meja untuk berunding bersama para seluruh stakeholders persepak bolaan Indonesia pun urung dilakukan.
Jadi, sepak bola kita mau dibawa kemana?