Berbicara tentang musik etnik, di Universitas Negeri Yogyakarta, Fakultas Bahasa dan Seni, Jurusan Pendidikan Seni Musik, telah berupaya mempertahankan dan mengembangkannya. Berawal dari adanya mata kuliah "Musik Nusantara" mampu memotivasi mahasiswanya untuk mengapresiasi ragam musik etnik di Indonesia. dari banyaknya mahasiswa yang mengikuti mata kuliah tersebut lalu membentuk masing-masing kelompok dengan jenis musik etnik yang berbeda. Salah satunya adalah Bang-boong.
Bang-boong adalah salah satu jenis musik etnik yang mengkreasikan alat-alat sederhana menjadi iringan namun lebih menonjolkan suasana jawa. Awalnya, musik ini dimainkan di Prenggan, Kotagede Yogyakarta oleh kalangan "bapak-ibu" yang dipimpin oleh Bapak Paijan (ketua Bang-boong) untuk mengiringi Campursari. Nama "Bang-boong" sendiri berasal dari suara yang dihasilkan dari alat-alat musik, karena mayoritas terbuat dari "bambu" sehingga ketika dipukul menimbulkan suara "Bungg.." dan suara "Bang.." berasal dari Kendhang yang ditabuh. alasan mengapa mereka menggunakan bambu sebagai alat musik yakni berawal dari masalah biaya persewaan gamelan jawa komplit yang cukup mahal dan kerepotan dalam hal akomodasi bolak-balik mengangkut alat.
Oleh sebab itu, kemudian muncul ide membuat alat gamelan bambu sederhana dengan modal yang terjangkau dan perawatan alat yang lebih mudah. Adapun macam alat Bang-boong yaitu Kethuk (bentuk menyerupai kenthongan dengan 3 ukuran berbeda) fungsi sebagai variasi ritme, Kempul (berasal dari guci tanah liat dengan 3 ukuran berbeda yang tutupnya dilapisi karet ban) fungsi sebagai bass iringan, Kendhang, Gambang dari kayu dengan 2 laras (pelog, slendro) fungsi sebagai melodi, Gong (sedikit berbeda karena terbuat dari lempengan logam kuningan dengan kotak resonansi dibawahnya), Kecrek (seperti maracas namun terbuat dari bathok kelapa yang diisi kerikil didalamnya).
Itulah macam alat-alat pokok Bang-boong, namun pada saat kami pentas pada tanggal 19 Desember 2013 di Pendopo Tedjokusumo FBS UNY, kami menggunakan alat-alat tambahan seperti Tamborin, Jimbe, dan Suling bambu, fungsinya agar dapat memberikan variasi musik namun tidak menghilangkan sifat aslinya yaitu bernuansa Jawa Tengah. adapun beberapa lagu yang kami kombinasikan ke dalam alat musik ini yaitu Jangkrik Genggong, Jaranan, dan Lir-ilir. Pentas yang unik dan mendapat banyak apresiasi positif dari para penonton. Semoga tulisan ini mampu memberikan inspirasi dan motivasi bagi para pembaca bahwa berkreatifitas itu "mudah dan sederhana" selagi ada kemauan dan niat demi melestarikan budaya kita, Indonesia.
NB: Mohon maaf tidak meng-upload foto alat atau foto pada saat pentas karena koneksi sempat dalam masalah.
Trimakasih, "Yang muda yang berkarya.. Salam Budaya" ! :))