Jika diingat ingat, sepertinya sudah dua tahun aku menulis. Belajar memaksimalkan potensiku hingga saat ini. Tapi sepertinya tuhan memberikan bakat itu bukan padaku, tapi pada temanku. Teman lama yang sedari dulu aku iri dengan kemampuan yang ia miliki. Dengan semua yang ia miliki, ia mampu belajar berbagai macam hal dengan efektif dan efisien. Dan yang menyebalkan adalah, jauh lebih cepat dariku dan kebanyakan orang.
Aku tak tahu pasti, tapi aku berspekulasi bahwa ia menulis ini lewat Handphone. Satu halaman word penuh berisikan kata – kata yang disusun apik menjadi kumpulan paragraf hanya dengan Handphone,ya Handphone. Sepertinya aku harus belajar lebih giat agar mampu menyaingi kejeniusannya dalam berbagai hal.
Sayang seribu sayang,jutaan potensi yang tertanam tidak bisa tumbuh sempurna, jangankan tumbuh, permaturpun tidak. Dibiarkan mati begitu saja. Lagi – lagi ekonomi yang membatasi. Hal yang menjadi halangan sebagian besar orang berpotensi di indonesia. Negri yang kaya akan sumber daya alam dengan masyarakatnya yang miskin.
Harapannya,tulisan ini bisa membuka mata kita pada diderita saudara –saudara kita yang kurang beruntung untuk segera membantunya. Jika tulisan ini tak membuat kita tergerak membantu, setidaknya ini bisa menjadi pelajaran yang berguna bahwa sungguh, kita patut bersyukur dengan hidup ini.
Tanpa basa-basi lagi, inilah tulisannya :
……………………………………………………………..
"senang sugan ka?"
itu yang ia ucapkan pertama kali ketika ku hampiri ia sebelum kami bergegas, bukan tanpa alasan ia berucap demikian. Melihat gumpalan lemak melekat tebal hampir di setiap centi lapisan kulitku, wajarlah kalimat ironi seperti itu ia lontarkan. Beberapa pasang mata menyaksikan obrolan singkat kami sebelum akhirnya ia nyalakan starter dan memacu sepeda motornya menuju tempat tujuan kami.
Pantura cukup macet kala itu. Hal ini yang membuatku kurang nyaman karena setidaknya kami akan lebih lama di jalan dan lebih banyak orang melihat ku pergi berdua dengan laki2 yang jika kami berdekatan lebih mirip masha and the bear, dimana tentunya aku yang jadi beruang.
Untunglah ia cukup pintar untuk lebih memilih jalan alternatif daripada harus bermacet2an. Jalanan lurus mengikuti aliran kali tarum timur dengan pencahayaan minim karena yang kami lewati bukan pemukiman penduduk melainkan hamparan sawah yang tak lama lagi di panen.
"jadi gimana kuliah teh?"
kalimat itu lagi, sempat ku berpikir mungkin dia robot yang di program Tuhan untuk mengatakan kalimat itu berulang2. Bahagianya miliki robot selucu dia.
"ika pengen kuliah, tapi.."
seperti biasa setelah tapi yang ku keluarkan hanya keluhan yang ia sendiri hafal dan mungkin membuatnya juga berpikir aku mungkin robot yang di program Tuhan untuk mengeluh. Ia pasti tak senang miliki robot seberat aku.
Bosan dengan jawabanku, tak membuatnya berhenti mengeluarkan kalimat2 motifasi andalannya yang menurutku sebenarnya lebih terdengar seperti dongeng karena jujur saja aku mengantuk mendengarnya. Kemudian kalimat introgatif itu memulihkanku dari rasa kantuk, "ika, punya masalah sama kepercayaan diri kah?" entah siapa yang menyiram, kedua sudut mataku kemudian tergenang bukan tergenang tetapi sedikit basah.
Seperti maling yang tertangkap tangan, seperti peserta ujian yang kepergok mencotek, kesal dan malu adalah dua rasa yang di wakili air di sudut mataku. Dia pikir dia siapa selancang itu bertanya, "emang keliatan??" jawabku sambil mengusap mata. "banget" katanya lagi.
"bukannya dari dulu?" tanyaku kesal. Suhu tubuhku memanas kala itu seolah aliran darah hanya tertuju pada satu titik, ubun2ku. Bukan pertanyaannya yang membuatku kesal sebenarnya, tapi jawaban ya untuk pertanyaan itu membuatku pedih dan nyaris menangis di punggungnya. Untunglah aku cukup tahu diri untuk tak menumpukan tubuh besar beban hidupku yang sama berat di punggung kecilnya. Aku lupa apa yang ia ucpakan setelah itu sampai membuat aku kembali bersemangat untuk mengejar mimpiku walaupun lagi2 di akhiri dengan kalimat "tapi tahun depan ya".
Tak terasa waktu begitu cepat berlalu sampai ia antarkan aku di depan pagar rumah.
Esoknya, ku utarakan niatku kepada emak dan bapak. Sayangnya jawaban mereka membuat aku dan si robot lucu terluka. Beberapa jam yang lalu ia menyuruhku membaca tulisan di blognya yang ia tulis untuk ku. Ia mungkin marah karena ku sebut tulisannya seperti puisi.
Ia marah dan tak menjawab pesan ku terakhir "kamu pikir kamu siapa? Menyerah sajalah, jangan buang engergimu, tak kan berhasil" untuk menjawab pesannya yang berisi "so why are you keep hurtin me, if you wont do it for urself please just do it for me". Setelah sebelumnya ku berusaha meyakinkannya bahwa aku hanya bagian kecil dari hidupnya dan tak mungkin melanjutkan mimpiku. Ia masih gigih membujuku dengan berujar bahwa aku memang bagian kecil tapi penting di hidupnya, bahwa salah satu suksesnya adalah melihatku bahagia.
"be strong" begitu katanya.,
terimakasih menguatkanku, terima kasih telah menjadi robot yang setia mengingatkanku,
terimakasih untuk menjadi tempatku berkeluh kesah walaupun aku tahu kamu bosan, terima kasih.
But i already strong right now..
Cukup kuat untuk menanggalkan mimpiku dan mengecewakan robot kiriman Tuhan yang baik sepertimu.
Maaf..
…………………………
So, adakah seseorang yang berbaik hati menolongnya ?? orang yang menulis begitu baik tidak mungkin orang biasa. Ia pribadi istimewa yang menunggu uluran tangan. Uluran tangan yang mengangkatnya naik dari dunia yang telah begitu kejam terhadapnya.
Tak lupa, aku juga minta maaf, sampai saat ini, hanya ini yang bisa kulakukan untuk mu teman. Aku hanya bisa menyusun kata-kata pembangkit semangat yang bahkan tak sedikitpun menyemangatimu. Bahkan hanya menyakitimu. Mudah – mudahan satu dari sekian pembaca yang membaca tulisan kita ini berbaik hati membantu mu berkuliah. Keep spirit, be strong !