Penyesalan, kemarahan bahkan kebanggaan bercampur baur diantara kehidupan yang kujalani, biduk bahtera rumah tangga sebagai buruh tani yang jauh dari kata cukup atau layak. Meski kami telah berusaha sekuat yang kami mampu tapi tetap tak bisa dikatakan cukup, kekurangan sudah menjadi hal yang biasa. Sitam suamiku hanya tamat SMP saja, untuk menopang kebutuhan keluarga menjadi buruh serabutan yang bila kulihat dengan naluriku sungguh teramat berat, kadang menangis bila melihat suamiku duduk bersandar dibangku reyot yang kami miliki, tatapan mata yang kosong dan rasa kelelahan yang terlihat dari suram pancaran wajahnya. Tak tega bila aku harus berkata jujur atau meminta sedikit uang untuk membeli beras atau sekedar uang jajan bagi 2 orang anakku yang sudah bersekolah. sisulung di bangku SLTP dan sibungsu dikelas 5 SD. Jika dari hasil memburuh telah mendapat upah dari tuannya. Suamiku menyerahkan semuanya padaku, tak ada yang disembunyikan. Urusan dapur dan segalannya suami menyerahkan tanggung jawab padaku. kadang aku sedikit bangga, tapi apakah selamanya akan seperti ini kehidupan yang kami jalani, meski rumah kami bersebelahan dengan ibuku. Tapi rasa tak enak hati dan kami mencoba mandiri dengan segala keadaan yang kami bisa. Hingga suatu saat ada yang mengajakku untuk merubah peruntungan menjadi TKW diarab saudi, berharap dengan keberangkatanku bisa menaikkan strata menjadi sedikit layak. Karna aku tak terlalu tinggi bermimpi, aku hanya ingin anak-anakku bisa sekolah lebih tinggi dari ibunya yang hanya tamatan SD, tapi itu tak ada yang harus dipersalahkan. semua terjadi karna kebodohan dan kemiskinan orang tua.
Semula Sitam suamiku tak mengijinkan aku untuk pergi merantau, tapi kuyakinkan ini semua demi kita. Demi kebahagiaan dan kelanjutan pendidikan buah hati kita, dan dengan sentuhan juga dengan cara yang kutahu untuk bisa meraih ijinnya, tentunya aku telah tahu bagaimana caranya sebagai seorang istri yang telah puluhan tahun hidup bersama. Akhirnya ijin dari suami kudapat, tak perlu kuceritakan bagaimana prosesnya untuk menjadi seorang TKW. Biasanya proses itu calo atau sponsor yang mengerjakannya. aku hanya tanda tangan atau cap jempol pada kertas-kertas yang tak kupahami isinya. Sesampainya di arab saudi aku bekerja pada sebuah keluarga jompo bekas pelayan kerajaan arab saudi, orangnya baik dan ramah juga sedikit lebih bisa menghormati kerja keras, Tak seperti cerita yang kudengar dari sesama TKW yang kadang mengalami pemukulan, pelecehan seksual bahkan pemerkosaan. Setiap musim haji kami mendapat hadiah untuk menjalankan ihram ditanah suci lengkap dengan matnasik haji, ya kami, karna dalam satu rumah yang menggunakan tenagaku mempekerjakan 3 orang TKI, 2 wanita dan satu pria sebagai sopir, Hidup serumah dengan orang yang sama-sama jauh dari orang yang terkasih harus cukup iman yang kuat agar bisa menepis godaan-godaan yang datang.
Syukur, aku masih bisa menjaga kehormatan dan martabat sebagai seorang istri, seorang ibu dari anak-anakku, meski tak kupungkiri sebenarnya keinginan dan hasrat serta naluri sebagai manusia normal kadang datang menyapa, tapi kucoba menepisnya dengan berdoa disepertiga malam. Satu pertanyaan yang belum kutemui jawabnya setiap aku melakukan ihram dalam mimpi tidurku aku selalu didatangi wanita teramat cantik yang mengenalkan dirinya sebagai siti khadijah. salah seorang dari beberapa istri rasul yang kujadikan panutan. Dalam setiap pertemuan dimimpi itu siti khadijah selalu merangkulku dan tersenyum lalu pergi tanpa mengucap sepatah katapun. mimpi-mimpi itu tak kuceritakan pada siapapun kusimpan dalam hatiku.
Kini mimpi-mimpi disetiap ihramku terjawab sudah. Setelah kepulangan 3 tahun meninggalkan kampung halaman menjadi pahlawan devisa yang terabaikan. Sosok sikecil menyambutku yang membuat aku bingung dalam hati. Anak siapa ini begitu lucu, begitu riang seolah bertemu ibunya yang kembali dari meninggalkannya. Hingga anakku sisulung memanggilnya" reksa..salim sama ibu." jangan nakal dan jangan ngompol dipangkuan ibu.' . Kudekati anakku ku, is..itu anak siapa..? Dengan kedewasaan yang belum sempurna isnaeni anak sulungku. Kalau reksa adalah anak hasil hubungan tanpa nikah suamiku dengan janda kampung sebelah. Tapi sijanda itu meninggal saat melahirkan reksa.
Reksa dirawat oleh ibuku yang tinggal sebelah rumahku. kadang dibantu 2 anakku sehabis pulang sekolah. Kemarahanku sebagai seorang istri yang merasa terkhianati kesetiaannya luluh oleh ketegaran dan kedewasaan dini isnaeni. Mmemintaku untuk mengikhlaskan dan merelakan semua kenyataan yang terjadi. Air mata ketulusan, air mata kebahagiaan dari isnaeni saat telah bisa menceritakan semua kisah yang terjadi selama aku merantau, dan juga kelihatan terangkatnya beban yang selama ini dipendamnya. Aku yang kembali menangis menggigit jemari.. Ya Alloh zat yang maha berkehendak.. inikah jawaban dari semua yang kucari dari mimpi-mimpi itu. Setelah hampir seminggu aku kembali. Sitam suamiku tak berani menyentuhku meski tidur seranjang. kulihat penyesalan dan bukti taubatnya yang kudengar lirih saat sama-sama berdoa diakhir shalat sepertiga malam.
Kumaafkan dengan sepenuh hati, kuberharap tak mengulangi kesalahan yang sama karna tak ada manusia yang sempurna. "Reksa..panggil aku ibu nak"....