”(Orang yang paling keras ujiannya adalah) para nabi, kemudian yang semisalnya dan yang semisalnya, diuji seseorang sesuai dengan kadar agamanya, kalau kuat agamanya maka semakin keras ujiannya, kalau lemah agamanya maka diuji sesuai dengan kadar agamanya. Maka senantiasa seorang hamba diuji oleh Allah sehingga dia dibiarkan berjalan di atas permukaan bumi tanpa memiliki dosa” (HR. At-Tirmidzy, Ibnu Majah, berkata Syeikh Al-Albany: Hasan Shahih)
Bagi manusia apapun keadaan atau kejadian yang menimpanya sebenarnya adalah ujian. Kefakiran adalah ujian. Harta yang berlimpah juga ujian. Kebodohan adalah ujian. Kepandaian juga ujian. Waktu yang sempit maupun lapang juga ujian. Sudah atau belum diberi keturunan juga ujian. Tergantung kita menyikapinya. Demikianlah Allah Swt selalu memberikan ujian kepada kita.
Jika memang demikian maka persoalan sebenarnya bukan terletak pada jenis ujian (karena ia akan selalu menghampiri) atau besar dan kecil ujian tersebut (karena ujian akan selalu sesuai dengan kadar keimanan). Tetapi bekal yang harus dimiliki untuk menghadapi ujian. Bukankah jika bekal tersebut dimiliki apapun ujiannya –insyaAllah– kita akan mampu mengatasinya? Dan perlu diketahui bahwa meski ujian akan selalu sesuai dengan kadar keimanan, tidak semua manusia mampu lulus menghadapinya. Di sinilah bekal sangat penting adanya.