Mengapa harus menikah di usia dewasa? Bukankah menikah di usia muda lebih baik? Bukankah dengan menikah muda bisa menjaga dari pergaulan bebas? Bukankah dengan menikah di usia muda bisa terbebas dari perbuatan dosa zina? Bukankah dengan menikah di usia muda tidak membebani orang tua?Â
Siapa bilang menikah di usia muda lebih baik? Apa alasannya ? Siapa bilang menikah di usia muda lebih menjaga dari pergaulan bebas? Bagaimana halnya kalau pernikahan tersebut malah terjadi akibat pergaulan bebas? Siapa bilang menikah di usia muda tidak membebani orang tua?
Tahun 2015 kemarin berbekal pendanaan riset dari kampus tempat ngajar, saya mencoba meneliti fenomena pernikahan dini akibat pergaulan bebas di kabupaten Banyumas khususnya kecamatan Baturraden. Penelitian ini dilatarbelakangi tren pernikahan dini di Banyumas cenderung meningkat setiap tahunnya disebabkan faktor tingkat pendidikan yang rendah serta kondisi sosial budaya setempat. Pasangan terpaksa menikah dini, disebabkan pihak perempuan hamil sebelum menikah.  Risiko menikah dini terjadi kekerasan dalam rumah tangga, tidak siap finansial,  efek buruk kesehatan bagi wanita dan tingginya angka perceraian (Radar Banyumas, 2014)
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas tahun 2012 terdapat 137.941 remaja perempuan dan 137.988 remaja laki-laki usia 10-18 tahun.  Jumlah remaja yang hamil sebanyak 1009 orang remaja, serta remaja melahirkan sebanyak 596 remaja. Adapun data Pengadilan Agama (PA) Purwokerto menyebutkan, jumlah dispensasi nikah menjadi salah satu kasus yang cukup menonjol. Hingga November 2014 permohonan dispensasi nikah yang tercatat sebanyak 111 perkara. Dispensasi nikah diajukan calon pasangan suami-istri yang belum cukup umur.
Kecamatan Baturraden merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Banyumas yang berada di daerah pinggiran. Lokasi geografisnya terletak di lereng gunung Slamet dengan nuansa dingin dan berbukit. Kecamatan ini merupakan salah satu penyumbang angka pernikahan dini di Kabupaten Banyumas. Di mana pada tahun 2014 terjadi peristiwa pernikahan sejumlah 444 dengan dispensasi nikah 3 kasus  dan yang menikah dengan usia pengantin perempuan kurang dari sama dengan 19 tahun ada 79 pernikahan. Data dari KUA Kecamatan Baturraden pada tahun 2015 dari bulan Januari – Agustus 2015 ada 50 pernikahan dini. Dari 50 pernikahan dini tersebut 11 diantaranya positif hamil sebelum menikah.
Metode penelitian yang dipakai adalah deskriptif kualitatif berlokasi di Kecamatan Baturraden Kabupaten Banyumas. Pengumpulan data melalui dokumentasi, wawancara mendalam dan observasi pada pelaku pernikahan dini.Â
Populasi penelitian adalah wanita pelaku pernikahan dini dengan usia kurang dari  sama dengan 19 tahun di Kecamatan Baturraden Kabupaten Banyumas yang dari hasil pemeriksaan kesehatannya dinyatakan telah positif hamil sebelum menikah. Usia 19 tahun diambil sebagai batasan tertinggi karena usia resiko kehamilan adalah di bawah 20  tahun. Â
Peneliti mengambil responden yang akan diwawancarai sebagai informan dengan kriteria bersedia diwawancara, berasal dari keluarga mampu dan tak mampu, bertempat tinggal tidak jauh dari masjid dan yang jauh dari masjid, berlatar belakang pendidikan yang berbeda tinggi  rendahnya serta ada yang diambil dari informan yang bekerja dan tidak bekerja. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah  berjumlah  6 orang.
Hasil penelitian menyebutkan responden terpaksa menikah dini karena positif hamil, walaupun usia masih muda dan tidak memahami dampaknya. Ada juga responden yang belum siap berkeluarga, masa remaja tidak puas, harus menunda masa sekolahnya, belum dewasa tapi sudah terbebani ekonomi dan merepotkan orang tua. Sebagaimana dampak negatif pernikahan dini menurut lutfil hakim (2009) adalah kepribadian kurang matang, banyaknya problem kehamilan di usia dini, kesusahan dalam membiayai keluarga.
Kondisi sosial budaya dan agama yang melatarbelakangi terjadinya pernikahan dini mendapatkan kesimpulan bahwa kondisi masyarakat  di sekitar responden pernikahan dini tersebut berbeda-beda. Ada yang menganggap sudah wajar adanya pergaulan bebas dan akhirnya menikah dini, namun ada pula yang tidak setuju dengan pernikahan dini tersebut. pelaku pernikahan dini tersebut, rata-rata memiliki kehidupan beragama yang baik, dari kecil sudah diajari mengaji. Namun pada pelaksanaannya tidak semua melaksanakan perintah agama dengan baik, diantaranya dalam melaksanakan sholat lima waktu tidak rutin.Â
Kehamilan terjadi akibat melakukan hubungan seks sebelum menikah dengan pacarnya, karena permintaan pacar dan rangsangan dari tontonan pornografi. Mereka melakukan hubungan tersebut di rumah ketika sepi.Â
Responden melakukan hubungan seksual sebelum menikah salah satunya karena paparan pornografi. Paparan pornografi bisa mengakibatkan ketergantungan. Sebagaimana diutarakan DR. Victor Cline dari University of Utah dalam Chatib, Munif : 2014. Ada lima efek dan tahapan yang dialami ketika terpapar pornografi yaitu pertama shock dimana anak – anak pada permulaan pertama berkenalan dengan pornografi mula-mula terkejut, jijik dan merasa bersalah. Gabungan rasa ini menimbulkan rasa ingin tahu kembali. Efek kedua adalah adiksi dimana sekali seseorang menyukai materi cabul, dia akan merasa ketagihan. Hal ini bahkan dapat terjadi pada pria berpendidikan atau pemeluk agama yang taat. Efek berikutnya adalah eskalasi atau peningkatan. Akibatnya seseorang akan lebih membutuhkan materi seksual yang lebih eksplisit dan lebih menyimpang. Efek kecanduan dan eskalasi menyebabkan tumbuhnya permintaan terhadap materi pornografi tersebut. Akibatnya kadar kepornoan dan keeksplisitan produk juga meningkat. Desentifisasi atau penumpulan kepekaan merupakan tahapan yang berikutnya. Pada tahap ini materi yang tabu, amoral, mengejutkan, pelan-pelan akan menjadi sesuatu yang biasa. Pengguna pornografi bahkan menjadi cenderung tidak sensitif terhadap korban kekerasan seksual di lingkungannya. Pada tahap berikutnya yaitu act-out atau berbuat merupakan efek puncak, yakni melakukan hubungan seks setelah terekspos materi-materi pornografi. Dengan demikian, jika remaja cenderung senang terhadap pornografi akan timbul rangsangan-rangsangan yang mengarah pada seks. Rangsangan  ini  mendorong  remaja untuk melakukan hubungan seks pranikah yang pada akhirnya memberikan dampak kehamilan di luar perkawinan.
Remaja    dengan    kehamilan    yang    tidak    diinginkan    akan menghadapi masalah  aib karena hamil tanpa nikah, merasa berdosa karena menggugurkan, berpacu dengan waktu karena hamil makin besar. Mereka semakin tertekan karena takut menyampaikan kepada orang tua, berselisih dari keluarga karena hamil, dianggap amoral dalam pergaulan, melanggar norma masyarakat dan agama, mungkin tidak diakui dan ditinggal pacar. Remaja  yang  mengalami  kehamilan  dan  merasa  tersisih  ini akan cenderung menjadi agresif dengan perilaku cepat tersinggung dan mudah marah, menyendiri merenungkan nasib/ perbuatannya, mencari informasi untuk menyampaikan masalahnya dari teman-teman, guru atau terpaksa keluarga ( Manuaba: 2007)
Dari hasil penelitian tersebut, saya dan rekan-rekan peneliti mengambil kesimpulan bahwa responden terpaksa menikah dini karena positif hamil, walaupun usia masih muda dan tidak memahami dampaknya. Ada juga responden yang belum siap berkeluarga, masa remaja tidak puas, harus menunda masa sekolahnya, belum dewasa tapi sudah terbebani ekonomi dan merepotkan orang tua.
Kondisi sosial budaya dan agama yang melatarbelakangi terjadinya pernikahan dini di sekitar responden tersebut berbeda-beda, Ada yang menganggap sudah wajar adanya pergaulan bebas dan akhirnya menikah dini, namun ada pula yang tidak setuju dengan pernikahan dini tersebut. Pelaku pernikahan dini tersebut, rata-rata memiliki kehidupan beragama yang baik, dari kecil sudah diajari mengaji. Namun pada pelaksanaannya tidak semua melaksanakan perintah agama dengan baik, diantaranya dalam melaksanakan sholat lima waktu tidak rutin.
Kehamilan terjadi akibat melakukan hubungan seks sebelum menikah dengan pacarnya, karena permintaan pacar dan rangsangan dari tontonan pornografi. Mereka melakukan hubungan tersebut di rumah ketika sepi.
Saran yang diberikan perlu penanaman kesadaran remaja untuk mengontrol pergaulan dan  masyarakat berperan serta memantau pergaulan dan pelaksanaan nilai-nilai keagamaan serta pembina dan pengelola kelompok PIK remaja mendampingi dan menyelenggarakan penyuluhan kesehatan reproduksi remaja.
Penelitian yang dilakukan mungkin masih sangat dangkal, hanya memotret sebagian kecil dari fenomena yang ada. Kemungkinan di luar sana masih banyak fenomena lain yang terjadi. Pernikahan dini dengan berbagai macam alasan. Pernikahan yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan. Pernikahan yang terpaksa maupun karena sukarela. Namun apapun bentuk pernikahan tersebut, apapun alasan yang mendasarinya hendaknya tidak asal dilakukan. Pikirkan baik-baik sebelum bertindak. Pernikahan bukan hanya untuk sesaat, namun untuk kehidupan seterusnya.Â
Sumber :
Chatib, Munif, 2014. Orang Tuanya Manusia melejitkan Potensi dan Kecerdasan dengan Menghargai Fitrah Setiap Anak, Kaifa PT Mizan Pustaka Bandung
Hakim, Lutfil. 2009. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pernikahan Usia Dini Perspektif Hukum Islam Studi Kasus Di Desa Bumirejo Wonosobo Tahun 2009.Skripsi. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Manuaba dkk. 2007. Buku Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan Dan KB Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC
Radar Banyumas 8 Agustus 2014.Â
Â