darah menetes dari sela bibir
yang penat dicerca atas nyanyian kejujuran.
dilecut panas dia berlari,
menyelamatkan sekeping hati
yang kelak dihisab di dunia azali.
membelok langkah berpeluh air mata,
terpaku kaki di hadapan samudera kelapangan
yang menyentaknya akan hakikat kebebasan.
berabad cahaya dia tafakur,
seolah esok tak lagi akan menyaksikan
sang surya merangkak ke ufuk maghrib.
bergema seruan pada burung-burung camar,
menawar kesudian mereka
untuk bersamanya menyibak pantai yang ia pijak.
sebuah ruang yang cukup membalutnya dalam kehangatan.
satu selimut yang sangat rapuh jika diusik,
namun terlampau kuat
andai dipakai tanpa banyak pemberontakan.
Di sana kini ia terbaring.
dalam pelukan selimut pasir
di bawah siluet jingga langit dunia.
Yogyakarta, 23 Desember 2011
-sebuah kenangan untuk lelaki yang telah berpulang-