Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Selimut Pasir

27 Desember 2011   05:58 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:42 34 0
Tersaruk ia menerabas belantara metropolitan.

darah menetes dari sela bibir

yang penat dicerca atas nyanyian kejujuran.

dilecut panas dia berlari,

menyelamatkan sekeping hati

yang kelak dihisab di dunia azali.

membelok langkah berpeluh air mata,

terpaku kaki di hadapan samudera kelapangan

yang menyentaknya akan hakikat kebebasan.

berabad cahaya dia tafakur,

seolah esok tak lagi akan menyaksikan

sang surya merangkak ke ufuk maghrib.

bergema seruan pada burung-burung camar,

menawar kesudian mereka

untuk bersamanya menyibak pantai yang ia pijak.

sebuah ruang yang cukup membalutnya dalam kehangatan.

satu selimut yang sangat rapuh jika diusik,

namun terlampau kuat

andai dipakai tanpa banyak pemberontakan.

Di sana kini ia terbaring.

dalam pelukan selimut pasir

di bawah siluet jingga langit dunia.

Yogyakarta, 23 Desember 2011

-sebuah kenangan untuk lelaki yang telah berpulang-

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun