Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosok

Ganjar Bukan Pemimpin 'Mercusuar'

13 Maret 2023   15:20 Diperbarui: 13 Maret 2023   15:20 214 3
Ukuran sukses seorang pemimpin adalah dari legacy. Tapi di Indonesia, legacy identik dengan bangunan fisik. Pemimpin dianggap sukses, jika meninggalkan kenangan gedung megah usai lengser keprabon.

Makanya, banyak pemimpin di Indonesia berlomba membangun gedung-gedung besar. Ada yang bangun stadion, masjid, gedung pencakar langit atau bangunan mercusuar lainnya.

Anies Baswedan misalnya. Begitu lengser dari Gubernur DKI Jakarta, dielu-elukan karena berhasil membangun JIS. Stadion megah yang katanya bertaraf internasional itu selalu ditasbihkan sebagai bentuk kesuksesan Anies. Belum lagi bangunan lain, seperti tugu sepatu, tugu sepeda, tugu peti mati dan bangunan mercusuar aneh lainnya.

Di ujung Timur Indonesia, ada Lukas Enembe. Gubernur Papua itu menggelontorkan banyak anggaran untuk membangun gedung megah. Mulai area perkantoran hingga bangunan lain yang yak kalah wah. Di Jawa Barat pun sama. Ridwan Kamil yang memang demen dunia arsitek, membangun banyak gedung ikonik. Salah banyak diantaranya masjid yang anggarannya selangit.

Tapi ketika berkunjung ke Jawa Tengah, praktis kita tak menemukan bangunan mercusuar yang megah. 10 tahun Ganjar Pranowo memimpin provinsi ini, tak ada satupun bangunan yang menonjol dan bisa dibanggakan.

Apakah Ganjar gagal?

Bisa jadi. Kalau ukuran kesuksesan pemimpin dilihat dari legacy bangunan mercusuar, Ganjar memang gagal.

Tapi disinilah menariknya seorang Ganjar. Bukan bangunan mercusuar yang jadi legacynya, tapi bangunan yang benar-benar dibutuhkan Indonesia.

Apa itu? Pembangunan Sumber Daya Manusia.

Yah, dibanding menghabiskan anggaran besar untuk bangun gedung, Ganjar lebih suka menggunakannya untuk membangun pondasi bangsa. Salah satu yang paling terkenal dan fenomenal adalah sektor pendidikan.

Triliunan rupiah dihabiskan Ganjar untuk menyukseskan program pendidikan. Sekolah berkonsep boarding school dibuat khusus untuk menampung anak-anak miskin. SMK Jateng namanya. Sekolah vokasi itu adalah legacy Ganjar yang paling sempurna.

Bagaimana tidak, semua anak miskin gratis sekolah di sana. Tidak ada serupiah pun yang mereka keluarkan untuk bisa mengenyam pendidikan. Semua kebutuhan dicukupi, mulai seragam, tas, sepatu hingga buku semuanya gratis. Mereka juga tidur di asrama dan makan tiga kali sehari dengan menu empat sehat lima sempurna.

Sistem pengajarannya juga nggak kaleng-kaleng. SMK Jateng punya kurikulum sendiri, kurikulum berbasis industri. Jadi dalam penyusunan kurikulum itu, tidak banyak pakar pendidikan terlibat. Justru industri yang dilibatkan, memberikan masukan terkait spesifikasi lulusan yang mereka butuhkan.

Makanya, alumni SMK Jateng selalu mudah mencari pekerjaan. Bahkan belum lulus saja, mereka sudah diterima di berbagai perusahaan. Bukan hanya perusahaan besar dalam negeri, banyak mereka yang berkarier sampai ke Jepang.

Anak-anak desa miskin itu kini bertansformasi jadi orang hebat. Banyak diantara mereka yang berhasil mengubah takdir keluarga melarat. Mereka lunasi hutang orang tua, membangunkan rumah, beli tanah sampai modal usaha. Dampak luar biasa untuk pengentasan kemiskinan Jawa Tengah.

Legacy lain yang tak kalah fenomenal dari sosok Ganjar adalah reformasi birokrasi. Hanya di masa Ganjar, rakyat menjadi tuan di rumahnya sendiri. Pelayanan prima diberikan, praktik korupsi disingkirkan. Kalau ada pejabat yang mempersulit warga atau abai pada aduan, sudah bisa dipastikan kursi jabatannya hilang.

Keberhasilan Ganjar soal reformasi birokrasi, berdampak juga pada penanggulangan korupsi. Dengan slogan 'Mboten Korupsi, Mboten Ngapusi', Ganjar berhasil mewujudkan birokrasi bersih tanpa terkecuali. Praktik suap, pungli sampai gratifikasi disikat, mulai tingkat bawahan sampai pejabat.

Sudah tak terhitung penghargaan dari Menpan RB dan KPK terkait reformasi birokrasi dan penanganan korupsi untuk Jawa Tengah. Dan itu bagian dari legacy Ganjar yang tak bisa dibantah.

Setali tiga uang, legacy Ganjar yang tak terbantahkan soal pembangunan sumber daya manusia adalah penanggulangan stunting. Sejak jadi gubernur, Ganjar konsen betul soal ini. Dia buat program Jateng Gayeng Nginceng Wong Meteng (5Ng), untuk memastikan gizi ibu hamil terpenuhi. Ada juga program Jo Kawin Bocah, untuk mengurangi resiko tinggi stunting akibat pernikahan dini.

Ganjar yakin, dengan mempersiapkan generasi sebelum pasangan menikah, saat hamil sampai balita adalah cara terbaik menyiapkan generasi emas Indonesia. Ditambah sistem pendidikan yang top. Klop sudah.

Jadi kalau nanti Indonesia benar-benar berjaya di 2045, maka Ganjar ikut andil di sana. Karena legacy Ganjarlah, sumber daya manusia Indonesia bisa bersaing di kancah dunia.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun