Mohon tunggu...
KOMENTAR
Kebijakan

Setelah Perpres Miras, Selanjutnya Industri Narkotika, Pak Jokowi?

2 Maret 2021   09:25 Diperbarui: 2 Maret 2021   10:05 297 5
Umat Islam di Indonesia dibuat geregetan dengan munculnya berita tentang legalisasi minuman keras (miras) di Indonesia. Melalui Perpres nomor 10 tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, negara membuka lebar-lebar pintu investasi produksi minuman beralkohol di Indonesia.

Dalam Perpres yang kemudian dikenal Perpres Miras tersebut, disebutkan negara memperbolehkan investor melakukan pengembangan produksi miras di beberapa tempat, yakni Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Utara (Sulut) dan Papua. Namun tidak menutup kemungkinan, produksi miras bisa dilakukan di daerah lain asalkan ada Gubernur yang mengusulkan.

Gila!

Perpres ini menjadi aib bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo. Bagaimanapun, di negara dengan mayoritas muslim, tentu kebijakan ini bak melempar bara dalam sekam. Dalam sekejap saja, api kemarahan pasti berkobar.

Buktinya, hampir semua tokoh nasional langsung angkat suara. Mereka kompak menolak Pepres miras marini dan meminta Presiden membatalkannya. Pun dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan berlabel agama, sebut saja NU dan Muhammadiyah yang semua satu suara menyatakan tegas melawan Perpres tersebut.

Hal ini tentu didasarkan tentang hukum miras atau khamr itu. Dalam Islam, semua ulama sepakat bahwa khamr itu haram dan harus ditinggalkan. Bahkan di beberapa agama non Islam, sejarahnya juga melarang ummatnya mengkonsumsi minuman memabukkan itu. Jangankan memproduksi banyak, sedikit saja kalau bisa minuman beralkohol itu dihilangkan dari dunia ini.

Entah apa yang merasuki Jokowi sehingga mau mengambil keputusan ini. Masyarakat patut kecewa, mengingat sosok Jokowi sangat kental dengan nilai-nilai religiusitasnya. Apalagi, sang pendampingnya, Ma'ruf Amin adalah tokoh ulama terkenal sekaligus mantan Rais Aam Syuriah PBNU, organisasi Islam terbesar di Indonesia. Ia juga pernah menduduki jabatan penting yang mengurusi persoalan keagamaan di Indonesia, yakni Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Apakah sang Kyai yang notabene fasih betul babakan fiqh tak mengetahui rencana pembuatan Perpres miras ini? Kalaulah memang tidak mengetahui, apakah sekarang ia hanya diam saja ketika koleganya itu mengeluarkan kebijakan yang dilarang agama? Kita juga tak boleh lupa, bahwa di sekeliling Jokowi ada banyak ulama besar lain, semisal Habib Luthfi bin Yahya yang menjabat Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres).

Patut disayangkan Jokowi mengambil kebijakan ini. Jika dirunut tujuan munculnya Perpres ini, pemerintah memberikan ruang bagi pelaku usaha miras menanamkan modal di Indonesia hanya demi meningkatkan lapangan pekerjaan baru. Diharpkan dengan dibukanya investasi miras, pabrik-pabrik alkohol besar di dunia akan membuka usahanya di Indonesia. Hal itu tentu membuka lapangan pekerjaan baru sekaligus meningkatkan ekonomi masyarakat.

Naif benar jika alasan itu yang membuat Jokowi meloloskan Perpres miras ini. Pasalnya, masih banyak bidang usaha lain yang halal dan bisa menciptakan lapangan pekerjaan baru. Tekstil misalnya, atau perusahaan-perusahaan padat karya lainnya. Tapi kenapa Jokowi memilih mengembangkan industri miras?.

Kalaulah kita mau menyimpan dulu persoalan halal dan haram, akan banyak dampak negatif dari Perpres miras ini. Tanpa adanya industri miras di tanah air, peredaran miras sudah tak terbendung saat ini. Di hotel-hotel, cafe, tempat karaoke, klab malam, diskotik sampai pedagang eceran pinggir jalan banyak yang menjajakan minuman keras berbagai merek.

Apa yang terjadi?
Banyak generasi bangsa yang menjadi pemabuk. Mereka jadi generasi sampah karena terpengaruh oleh minuman keras ini. Belum lagi dampak kriminalitas yang ditimbulkan. Berapa banyak orang harus kehilangan nyawa karena disebabkan minuman keras ini?. Berapa banyak anak putus sekolah karena terlibat pergaulan bebas yang salah satunya disebabkan miras?.

Tak perlu mengupas semua data kriminalitas di Indonesia yang disebabkan minuman keras. Di salah satu lokasi yang ditunjuk Jokowi sebagai daerah pengembangan miras, yakni Sulawesi Utara, terdapat 70 persen dari total tindak pidana umum disebabkan karena minuman keras. Belum lagi, angka kecelakaan lalulintas di daerah itu, 15 persen disumbangkan karena pengemudinya berada di bawah pengaruh minuman keras. Baca link kompas.com (https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/nasional/read/2011/01/21/21152392/70.persen.kriminalitas.akibat.miras).

Sementara itu, Bareskrim Polri mengatakan, selama 2018-2020 saja, terdapat 223 kasus pidana yang diakibatkan karena pelakunya mabuk oleh minuman keras. Dan kasus yang paling menonjol akibat minuman keras adalah pemerkosaan.

Pantas semua orang marah dengan Perpres miras ini. Alasan cipta lapangan kerja dan peningkatan ekonomi, tak sebanding dengan dampak buruk yang akan ditimbulkan. Maka konyol jika Presiden Joko Widodo tetap bersikukuh menjalankan kebijakan kontroversial tersebut.

Kita wajib khawatir apabila Perpres miras ini benar-benar dijalankan. Sebab bukan tidak mungkin, kalau ini dibiarkan maka ke depan akan muncul kebijakan tentang Perpres Narkotika, karena jelas dari segi ekonomi bisnis ini sangat menggiurkan.

Secara bisnis, pangsa pasar narkotika sangat luas di Indonesia. Bahkan, produk narkotika juga akan laris manis di pasar internasional. Akan butuh berapa juta rakyat untuk mengoperasikan bisnis narkotika ini, dan akan ada berapa banyak keuntungan negara dari bisnis ini?.

Sudahlah, pak Jokowi. Akui saja kesalahanmu yang telah menerbitkan Perpres neraka itu. Masih banyak bidang usaha lain yang harus kau dorong untuk meningkatkan lapangan pekerjaan sekaligus peningkatan ekonomi di negeri ini. Secara agama kau pun tahu jika miras dilarang, maka tak ada alasan pembenar satupun atas Perpres miras yang kau ciptakan.

Istighfar pak Jokowi...
Segeralah meminta maaf kepada rakyat dan perbaiki Perpres mirasmu itu. Tak harus semua isi dalam Perpres itu yang kau hapus, cukup bagian dimana negara membuka pintu bagi pengembangan industri miras di tanah air.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun