Tak hanya sektor fisik, Ganjar juga getol memperbaiki kualitas sumber daya manusia. Melalui gerakan Mboten Korupsi Mboten Ngapusi, Ganjar berhasil menanamkan sikap paling dibutuhkan negeri ini. Integritas.
Masih ingat ketika Ganjar anyaran menjadi gubernur, ia marah-marah di jembatan timbang Subah Batang. Dengan mata kepalanya sendiri, ia melihat praktik korupsi yang dilakukan para petugas untuk meloloskan kendaraan yang over load dan over dimensi (Odol). Ia juga sempat marah saat menemukan ada calo yang berkeliaran di Dinas Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).
Dan yang paling keren, sejak memimpin hingga saat ini, sudah berapa banyak kepala dinas atau level pejabat yang dipecatnya karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
Gebrakan-gebrakan Ganjar dalam perlawanannya terhadap praktik korupsi juga dilakukannya dengan melakukan reformasi birokrasi. Ia memberlakukan lelang jabatan terbuka dalam setiap pemilihan pejabat, serta menggunakan teknologi digital dalam pengelolaan manajemen keuangan. Hasilnya mencengangkan, awal penggunaan teknologi itu, Ganjar berhasil menyelamatkan potensi kerugian negara dari belanja 'abal-abal' sebanyak Rp1,2 triliun.
Selain itu, Ganjar juga membuat aturan khusus dengan menerbitkan Perda Antikorupsi. Sepertinya, baru Jawa Tengah yang memiliki aturan khusus mengenai itu saat ini. Ia juga membuat gerakan 'agen antikorupsi' dengan menggandeng kalangan milenial yang peduli pada nasib negeri.
Dengan gerakan-gerakan itu, Jateng kerap diganjar penghargaan sebagai daerah paling antikorupsi di tanah air. Baru-baru ini, saat perayaan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2020, Jateng menyabet juara umum sebagai daerah dengan pengelolaan LHKPN dan pengelolaan gratifikasi terbaik nasional yang diberikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dalam acara yang berlangsung pada Rabu (16/12) kemarin, KPK memberikan penghargaan kepada Jateng atas prestasi itu. Yang membanggakan, dari lima finalis kategori unit pengelolaan gratifikasi pemerintah daerah, Jateng berhasil memborong tiga penghargaan yakni sebagai juara 1,2 dan 3. Juara satu diraih Kabupaten Boyolali, juara dua diraih Kabupaten Banyumas dan juara ketiga diraih Pemprov Jateng.
Kebanggaan semakin membuncah karena tak hanya eksekutif, kalangan legislatif juga memiliki fisi misi yang sama dalam pemberantasan korupsi. Hal itu dibuktikan dengan diraihnya juara pertama kategori legislatif daerah oleh DPRD Jawa Tengah.
Tak hanya kali ini saja, Ganjar beberapa kali membawa Jawa Tengah sebagai provinsi terbaik pengendalian tindak pidana korupsi. Jateng mendapatkan penghargaan serupa berturut-turut sejak 2015, 2016, 2017, 2018 dan 2019 lalu.
Filosofi Mandi
Tak banyak yang tahu bahwa keberhasilan Ganjar membawa Jawa Tengah sebagai provinsi terbaik dalam hal penanggulangan tindak pidana korupsi hanya menggunakan filosofi sederhana. Beberapa kali saat diwawancarai awak media, jurus jitu Ganjar memperbaiki integritas di pemerintahannya adalah dengan filosofi mandi.
Seperti orang mandi, jika kepalanya yang diguyur menggunakan air, maka seluruh badan akan ikut basah. Seperti itulah pemerintahan. Jika pemimpinnya yang bersih, jujur, berintegritas dan akuntabel, maka bawahannya juga pasti mengikuti.
Ternyata jurus itu berhasil. Mulai dari dirinya sendiri yang keras menolak segala bentuk tindak pidana korupsi, sejumlah pejabat di bawahnya juga mengikuti. Segala bentuk 'setoran' yang biasanya lazim dalam pemerintahan dibabat habis, dan yang ketahuan langsung diambil tindakan tegas berupa pemecatan.
Tunjangan penghasilan bagi ASN ditingkatkan. Dengan harapan, tak ada lagi pegawai yang 'nyambi' untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Dengan pemberian tunjangan tinggi, ASN di Jateng diharapkan bisa melayani dengan sepenuh hati.
Sepertinya itu berjalan sukses. Sampai saat ini, tidak ada temuan kasus-kasus korupsi di Jawa Tengah yang menyeret pejabat di lingkungan Pemprov Jateng.
Memang beberapa kali, ada kepala daerah yang terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK seperti Bupati Kudus, Purbalingga, Klaten dan lainnya. Namun itu bukanlah salah Ganjar, karena kepala daerah di Jateng merupakan institusi terpisah yang berdiri sendiri dengan otonomi daerahnya masing-masing. Padahal sebenarnya, sebelum melantik para kepala daerah yang terpilih itu, Ganjar menyekolahkannya ke KPK untuk belajar bagaimana menanggulangi tindak pidana korupsi.
Akankah Ini Bertahan?
Dibalik kesuksesan Ganjar memperbaiki integritas para pelayan masyarakat di Jawa Tengah, terbesit kekhawatiran dan ketakutan yang mendalam. Akankah Jateng masih tetap memegang teguh prinsip-prinsip kejujuran yang ditanamkan Ganjar selama ini? Atau semuanya akan menguap setelah Ganjar pensiun menjadi Gubernur?.
Yah, masa kepemimpinan Ganjar di Jawa Tengah akan berakhir pada tahun 2023 nanti. Setelah itu, ia tak mungkin lagi bisa berada di garis terdepan dengan panahnya, yang siap membidik orang-orang yang melakukan praktik korupsi. Ia sudah dua periode menjadi Gubernur, dan tak mungkin lagi bisa melanjutkan perjuangannya.
Waktu 10 tahun tentu tidaklah cukup untuk merubah suatu budaya. Apalagi, budaya itu adalah budaya korupsi, yang sudah mengakar budaya dalam kehidupan bangsa sejak puluhan tahun silam.
Bisa saja, pasca Ganjar lengser, Jateng akan kembali ke lembah kelam praktik tindak pidana korupsi. Atau bisa juga, 10 tahun yang dilakukan Ganjar akan terus membekas dan terus dipertahankan oleh pejabat-pejabat di Jawa Tengah.
Semuanya masih serba mungkin. Saya dan semua masyarakat Jateng hanya bisa berharap, penerus Ganjar akan melanjutkan program-program Antikorupsi ini. Atau, kami juga bisa berharap Ganjar tetap memiliki kekuatan untuk menegakkan itu, dengan cara dan tempat yang berbeda. Salam.