" Kamu meracau dengan opinimu , sementara kamu tak pernah memberiku kesempatan bicara tentang rasa ini "
" Stop hentikan , rasanya tak perlu kamu jelaskan apapun rasamu !"
" Emm...eee... tapi ya begitulah , seperti biasa hanya kamu yang boleh bicara , ya sudah kamu istirahat saja ! "
Percakapan Erina dan Rambu berakhir dengan langkah kaki Rambu yang meninggalkan tempat kost Erina , meski dengan langkah gontai dan pikiran yang berkecamuk Rambu mencoba memahami dengan mengalah itu . Ini bukan kali pertama mereka bersilang pendapat , salah satu dari mereka harus mengalah dan itu pasti Rambu.
Gelak tawa rumak kost Executive di daerah Guru Mughni Kuningan Jakarta , tampak lengang , kamera cctv yang terpampang di setiap sudut sepertinya merasa saatnya untuk beristirahat menangkap langkah. Erina yang menempati kamar C 6 nampak layu dengan tumpukan tugas dari kantor , lenguh kesahnya memang tak pernah terdengar oleh teman - temannya , Erina wanita yang ceria dan bersahabat , karena hari sabtu teman - temannya kebanyakan pergi ke puncak untuk refreshing . Erina bekerja pada sebuah perusahaan swasta besar , meski gaji perbulannya cukup Ia tetap setia dengan mobil lamanya yang mungkin sudah tidak up to date . Ia sangat simple dalam hidupnya.
Pertengahan Desember , masa paling menggairahkan baginya tumpukan novel yang ia sudah susun rapi tampak rapi di sudut kamar , ia tak berniat mempublish dengan alasan novelnya belum punya ruh , ruhnya sesungguhnya terbawa habis oleh Rambu. Erina merasa menjadi wanita yang mendadak dungu , seperti orang renta yang kehilangan tongkatnya. Saat Rambu memutuskan "pergi" sendiri dan bercengkaram dengan perempuan lain , Rambu memiliki alasan kuat yang sebenarnya Erina mengerti.
Gerimis mengguyur kota jakarta di sore yang berbunga , guyurannya nampak mempesona dengan penuh bersahaja, dari balik jendela Erina melihat mobil Rambu menuju area parkir di lantai bawah tempat kostnya, Erina sudah keluar kamar menuju pantry dan duduk manis di sana, dekat taman kecil di iringi gemericik air pancuran buatan Ia merasa suasana mendukung sekali. Erina tahu kali ini Ia tak ingin mengulangi keegoisannya seperti minggu lalu , Ia ingin Rambu bebas mengeluarkan opini dan Erina ingin secara diam - diam mencari jawaban di antara ucapan sanggahan Rambu
" Lho , koq kamu tahu aku ada di pantry ? "
Tanya Erina pada Rambu yang langsung menuju pantry tempat Ia berada
" Aku langsung ke pantry , karena aku sudah baca e-mail darimu tadi subuh , dan aku tidak mau namamu "kotor" atas aduan kamera CCTV yang mengabarkan ada seorang pria tampan masuk kamarmu , hehehe "
Rambu menjawab penuh canda dan wajah berbinar , alasannya karena Ia melihat wajah Erina yang tampak fresh dan anggun sekali
" Mau minum apa sayang , panas , dingin , atau hangat ? "
Erina menawarkan jamuan pada Rambu dengan canda nakalnya
" Apa saja , asalkan kamu yang buat dan menyajikan , apa saja pasti aku minum "
Jawaban Rambu sedikit genit , membuat senyum Erina mengembang
Mereka memiliki proyek berdua , mereka adalah pasangan yang penuh taburan seni. Erina begitu mengagumi Rambu , bahkan hanya Rambu yang mampu memompa semangatnya , juga Rambu lah pria yang di tuding Erina sebagai orang yang membawa seluruh ruh novel - novel karyanya. Rambu pria bersahaja dan sangat cerdas di mata Erina , bukan berlebihan jika itu memang suatu kebenaran yang tergantung , mungkin bagi Rambu itu hal yang biasa saja . Mereka saat ini sedang terpuruk pada dilema terutama bagi Erina .Rambu mempunyai prinsip yang sederhana " MUNGKIN TUHAN BELUM MENGIJINKAN "
Hidangan di meja tampak menggoda selera , dua gelas kopi susu dengan asapnya yang mengepul cantik di tambah dua piring makaroni panggang saus tuna yang nampak merah menyala, membuat selera makan Rambu bangkit seketika
" Hmmm, rasanya tak perlu menunggu waktu lama untuk segera melahap makanan yang telah cantik terhidang nih "
Tanpa basa basi Rambu sudah memegang sendok garpu bersiap untuk segera menyantap makanan buatan Erina
" Eittt , wait ! I ' m not telling you to take a dish on a table ! "
Canda Erina membuat Rambu gemas , dan berdiri menuju tempat Erina berada , nyaris mencium pipi Erina . Namun Erina mengelak , meski Erina menginginkan ciuman gemas itu , Erina ingin semuanya tetap berjalan sewajarnya . Di tengah - tengah menikmati hidangan mereka melanjutkan percakapan mereka yang tertunda . Ada PR yang masih mengganjal pikiran Erina
" Rambu aku minta maaf atas kejadian malam itu , dan semoga kamu mau memaafkan !"
" Sudah lupakan , aku mengerti , aku hanya tidak ingin kamu mengambil mutiara pada dasar laut , banyak karang yang meski kamu hindari , banyak binatang beracun yang kamu tak tahu kapan datangnya dan membuatmu tumbang , ingat sayang , aku akan bersamamu jika Tuhan mengijinkan "
" Lalu ruh novel yang aku simpan ? tetap kamu bawa ? sekalian saja seluruh novel itu aku bakar , bukankah aku sanggup bangun setelah uluran tanganmua yang membawa cambuk , lalu kau tak lelah mencambukku hingga memarnya tampak cantik di tubuhku ? "
" Sudah , hentikan ya sayang , setelah makan kita langsung jalan ya ? " Rambu lagi - lagi mengakhiri percakapan yang suhunya mulai naik drastis
Di tengah kesemrawutan kota jakarta yang sudah tidak mengejutkan , Erina tampak sangat mengantuk pulas sambil mendengarkan musik I'll Be Over You , membuat Erina semakin nikmat di belakang kemudi dan tertidur pulas. Rambu nampak lega melihat Erina tidur begitu pulasnya , di balut dress berwarna cream dengan ikat pinggang pemberian Rambu , Erina nampak begitu cantik di mata Rambu.
Lampu - lampu kota nampak telah menyala , mereka telah tiba di tempat tujuan Crowne Plaza , mereka bukan akan sedang menginap , mereka menghadiri Event sebuah fashion show Lingerie dengan sponsor perusahaan rokok ternama di CC hotel tersebut . Penuh kelembutan dan kehati - hatian Rambu membangunkan Erina
" Sayang , wake up ... kita sudah sampai sayang !"
Bersambung