Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Penculikan Dalam Dinamika Elite Ketentaraan Ketika Ibu Pertiwi Hamil Tua

4 Oktober 2024   05:14 Diperbarui: 23 Oktober 2024   10:38 405 70
Penculikan dalam revolusi Indonesia

Seorang anak berusia 2,5 tahun diculik di salah satu pusat perbelanjaan di Cipadung, Cibiru, Kota Bandung. Kepada polisi pelaku mengaku bahwa motif penculikan yang dilakukannya adalah korban akan dijual dengan harga Rp 13 juta. (detiknews, 26/9/2024).

Pada bulan yang sama 59 tahun yang lalu, Gerakan September Tigapuluh (Gestapu) juga mematangkan rencana dan melakukan penculikan. Berbeda dengan korban penculikan anak yang berhasil diselamatkan polisi, penculikan yang dilakukan Gestapu 1965 atau G30S/PKI bermotif perebutan kekuasaan pemerintah dan mengakibatkan 6 jendral TNI AD gugur.

Kisah penculikan di lingkaran kekuasaan sudah ada menjelang NKRI berdiri, yaitu ketika para pemuda pejuang membawa dwi tunggal Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok. Pada hari berikutnya setelah penculikan, Soekarno-Hatta menandatangani naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia dan mengumandangkan ke seluruh dunia.

Pada tanggal 10 Desember 1945, Oto Iskandar di Nata yang menjabat Menteri Negara pada kabinet pertama Republik Indonesia tahun 1945 diculik kelompok pemuda Laskar Hitam.  

Terdapat ketidakpuasan dari salah satu kelompok pejuang terhadap kebijakan Otto Iskandardinata yang ditunjuk pemerintah dalam pembenahan
Badan Keamanan Rakyat (BKR) dari laskar-laskar rakyat yang tersebar di Indonesia. Otto Iskandardinata hilang dan diperkirakan terbunuh di daerah Banten pada 20 Desember 1945. Pada tahun 1973 pemerintah mengangkat Otto Iskandardinata menjadi pahlawan nasional <1>. 

Pada awal 1946, Jenderal Mayor Mohamad Mangundiprodjo diculik kelompok pasukan Mayor Zaenal Sabarudin. Sabarudin marah karena dia dianggap sebagai pengacau dan mendengar ada perintah penangkapan terhadap dirinya di Markas Besar Tentara (MBT) di Yogyakarta.

Jenderal Mayor Mohamad Mangundiprodjo akhirnya dilepaskan setelah rombongan penculik dihadang pasukan yang lebih kuat yang dipimpin Letnan Kolonel Surachmad.

Elemen pemuda dan unsur tentara juga menculik Perdana Menteri Sutan Sjahrir pada 27 Juni 1946 di Surakarta. Pelaku penculikan adalah kelompok tentara yang menentang perundingan antara Republik Indonesia dengan Belanda <2>.

Peristiwa penculikan Sjahrir terjadi karena adanya perbedaan pendapat antara kelompok yang memilih opsi diplomasi dan mereka yang memilih opsi militer. Sjahrir diculik oleh kelompok-kelompok dalam militer yang menentang perundingan Republik dengan Belanda selama masa menegakkan kemerdekaan.

Pada tahun 1946 pemerintah pusat mengangkat Mr. Iskak Tjokroadisurjo dan Sudiro masing-masing sebagai Residen dan Wakil Residen Surakarta. Pengangkatan dua orang yang berasal dari golongan Nasionalis ditentang oleh golongan komunis.

Akibatnya kedua pejabat tersebut tidak dapat melaksanakan tugas karena pada tanggal 9 November 1946 diculik oleh golongan tertentu. Gerakan lokal yang berhaluan komunis lalu mengangkat tokoh lain menduduki jabatan kepala daerah Surakarta..

Bila Jendral Mayor Mohammad dan Sutan Sjahrir selamat dari penculikan, tidak demikian nasip dr. Muwardi. Pada tahun 1948 Pemimpin Barisan Banteng Republik Indonesia itu diculik kelompok tertentu setelah  melaksanakan tindakan operasi kepada seorang pasiennya di rumah sakit Solo <3>.

Dokter Muwardi hilang misterius di tengah situasi kota Solo yang tidak aman karena pertentangan golongan nasionalis dengan komunis. Makam dokter spesialis THT itu  pun tak diketahui hingga kini. Oleh pemerintah dr. Muwardi mendapat anugerah gelar pahlawan nasional pada tahun 1964.

Bagaimana dengan penculikan oleh G30S/PKI pada 1965? Dari memoar Jenderal TNI Abdul Haris Nasution, Salim Said menyimpulkan bahwa aksi penculikan merupakan modus penting dalam perubahan elite di zaman ketika masih menggunakan aturan main revolusi.

Yani dan para pembantunya di Markas Besar Angkatan Darat (Mabesad) akan diculik untuk dihadapkan kepada Sukarno. Mungkin dengan tuduhan tidak loyal menjalankan kebijakan Panglima Tertinggi. Dengan cara dan alasan tersebut, Jenderal Yani selanjutnya akan digantikan oleh jenderal pilihan Soekarno.

Namun kenyataan di lapangan tidak seperti rencana, penculikan berubah menjadi pembantaian (Said SH, 2018 : 137-138). Peristiwa ini melahirkan berbagai teori dalang peristiwa G30S/PKI sebagai tragedi berdarah nasional (kompas.com, 30/9/2023). Ada yang menuduh dalangnya PKI, Angkatan Darat, Soekarno, Soeharto, hingga Amerika Serikat melalui CIA-nya.

Ibu Pertiwi hamil tua

Indikasi yang menunjuk PKI menjadi dalang perencana G30S di antaranya adalah pernyataan Ketua PKI DN Aidit dan Menlu Subandriyo. Juga terdapat pernyataan wakil sekjen PB Front Nasional, Anwar Sanusi pada akhir September 1965 bahwa "Kita sedang dalam situasi di mana Ibu Pertiwi sedang hamil tua."

Anwar Sanusi sebagai anggota Politbiro Central Committee (CC)  Partai Komunis menyatakan dukun bayi sudah siap dengan alat yang diperlukan untuk menyelamatkan bayi yang sudah lama dinanti-nantikan. Bayi yang dimaksud adalah kekuasaan karena PKI mengincar menang dalam pemilu yang direncanakan pada tahun 1970.  

Saat itu terjadi krisis ekonomi dan degradasi wibawa Presiden di tengah isu kemunduran kesehatannya, sementara poros Jakarta-Beijing sedang intensif dibangun. Inilah kondisi yang disebut Sanusi sebagai ibu Pertiwi sedang hamil tua.

Meskipun pernah gagal pada tahun 1948, PKI ingin megulang merebut kekuasaan. Tak sabar menunggu melalui proses persalinan lewat jalan lahir normal dengan pemilu 1970, bayi kekuasaan harus dilahirkan dengan perebutan kekuasaan. Ibu pertiwi yang hamil tua dibantu melahirkan dengan tindakan operasi yang lazim disebut Seksio Sesaria atau operasi sesar.

Di bidang kedokteran kebidanan dan kandungan dikenal istilah indikasi operasi sesar yaitu faktor kondisi janin atau kondisi ibu hamil atau gabungan keduanya yang membuat dokter memutuskan persalinan melalui cara operasi. Central Committee (CC) PKI bertindak seakan dokter spesialis kebidanan yang akan melakukan operasi terhadap ibu pertiwi yang hamil tua.

Maka rumusan tentang tindakan "operasi sesar" Gestapu 1965 adalah sebagai berikut :
a. Nama ibu hamil : Ibu Pertiwi
b. Nama tindakan operasi sesar :  Gestapu 1965
c. Indikasi operasi : isu Dewan Jenderal dan para jenderal antikomunis harus disingkirkan.
d. Lokasi Kamar Operasi : Markas Sentral Komando Gestapu 1965
e. Dokter Spesialis : Biro Khusus PKI dan perwira militer berhaluan kiri.
f. Tanggal operasi : 30 September 1965.

Seperti pemberontakan PKI 1948, Gestapu 1965 pun gagal. Soeharto dengan cepat mengkonsolidasikan militer anti komunis untuk menumpas Gestapu dan PKI. Namun seperti tindakan operasi pada umumnya terdapat potensi risiko komplikasi, demikian pula tindakan operasi oleh PKI pada ibu pertiwi yang hamil tua mengalami komplikasi akibat pembalasan dari pihak kontrarevolusi.

Partai Komunis tidak hanya berhadapan dengan militer antikomunis, tetapi juga kelompok masyarakat yang tergabung dalam kubu antikomunis. Terjadi konflik horizontal antara massa antikomunis dengan simpatisan PKI.

Selain ada penangkapan atas orang-orang PKI atau yang dianggap PKI yang tidak melalui proses pengadilan, juga terjadi pembunuhan massal terhadap orang yang diduga terlibat PKI. Terdapat catatan bahwa lebih dari 500.000 terduga simpatisan PKI di berbagai daerah yang terbunuh <4>.

Penutup

Biro khusus PKI dan unsur militer kiri sepakat memilih cara yang lazim dalam sejarah revolusi Indonesia, yaitu penculikan. Para Jenderal yang diculik akan dihadapkan kepada Bung Karno. Diharapkan dengan dipecat dan dipermalukannya mereka, ancaman kudeta tidak ada lagi dan golongan kiri mendapat kepercayaan yang lebih besar dari Presiden (Adam AW, 2015 : 81). 

Namun penculikan yang lazim terjadi pada era revolusi untuk pergantian elite ketentaraan tanpa korban, pada Gestapu 1965 ternyata berujung tragedi gugurnya para jenderal angkatan darat. Suharto, Pangkostrad yang tidak diperhitungkan dalam lingkaran kekuasaan, muncul sebagai penyelamat NKRI tidak jatuh ke dalam cengkeraman komunis dan menjadi presiden menggantikan Sukarno.

Tiga puluh tiga tahun kemudian,  terjadi gelombang reformasi yang mengakhiri pemerintahan Suharto. Penyebab transformasi kekuasaan 1965 berbeda dengan reformasi 1998.  Lalu apa yang sama pada kedua peralihan kekuasaan tersebut?  Mari kita belajar dari sejarah.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun