Adapun penyebab utama terdapat bagian laba yang belum dapat direalisasikan dalam bentuk cash, adalah sebagai berikut;
(1) Laba yang masih tertahan ditangan customer sebesar USD 25,9 juta. Itu sebabnya saldo piutang usaha naik dari USD 146,7 juta menjadi USD 172,6 juta.
(2) Bagian daripada laba (cash) tersebut telah digunakan untuk bayar uang muka operasional sebesar USD 7,4 juta . Yang menyebakan saldo "uang muka kegiatan Operasional" mengalami kenaikan dari USD 19,7 juta, naik menjadi USD 27,1 juta.
Mungkin itu, penyebab utama, kenapa laba yang dibagikan dalam bentuk #dividend hanya sebesar Rp. 163,7 miliar atau setara dengan USD 11,3 juta, yaitu karena laba yang masih belum dapat direalisasikan malah semakin bertambah besar dibandingkan dengan tahun 2021, yang nilai kenaikannya pada tahun 2022 sebesar = 25,9 juta + 7,4 juta = USD 31,4 juta.
Tentu saja itu cuman sekedar dugaan, yang mungkin juga penyebab lainnya adalah "emiten memang sedang tidak optimis dengan masa depan SMDR", itu sebabnya pembagian laba harus dihemat-hemat. Sebab masa depan tidak ada yang tau..... Beda banget dengan emiten cyclical lain seperti emiten batubara yang jor-joran membagi dividend dengan DPR hingga 100%.