‘The United States debt, foreign and domestic, was the price of liberty’ (Alexander Hamilton).
Amerika Serikat (AS) menjadi negara adidaya di dunia sampai saat ini adalah karena hutangnya yang luar biasa besar. Jumlah hutang pemerintah AS saat ini mencapai 13,4 triliun US Dollar. Jumlah ini hampir mencapai 100% dari produk domestic bruto-nya (PDB). Jauh di atas jumlah hutang pemerintah Indonesia yang kini sekitar 26% dari PDB. Dengan jumlah tersebut, berarti setiap rakyat AS menanggung hutang sebesar 43 ribu US Dollar. Perkembangan jumlah hutang Pemerintah AS setiap detiknya bisa dilihat di link ini.
Anggaran belanja pemerintah AS juga selalu defisit karena penerimaan pajaknya tidak cukup untuk menutup pengeluarannya. Sekarang ini, defisit anggaran AS sekitar 10% dari PDB, jauh lebih besar dari defisit APBN yang diperkirakan ‘hanya’ sekitar 1,7%.
Konon dengan hutangnya yang luar biasa besar tadi, rakyat AS menjadi sangat patriotik, sangat nasionalis terhadap negaranya. Hal ini tak lain karena dengan hutang tadi, Pemerintah AS dapat menyejahterakan sebagian besar rakyatnya. Pemerintahnya dapat menyediakan perumahan yang layak dan jaminan sosial yang sangat memadai. Namun, pola hidup seperti inilah yang menyebabkan Pemerintah AS sekarang sebenarnya dinilai sudah bangkrut secara teknis karena hutangnya. Meski banyak yang masih tak percaya. Paling tidak ini menurut penilaian Profesor Laurence Kotlikoff dari Universitas Boston. Dia menyatakan ‘US is bankrupt, and we don’t even know it’ (Bloomberg, 11 Agustus 2010). Sang professor memang sudah lama menaruh perhatian pada bahayanya pola hidup Pemerintah AS ini. Dia antara lain pernah menulis buku ‘Defisit Delusion’ di tahun 1984. Dalam bukunya ini dia mengingatkan agar masyarakat hati-hati melihat angka defisit suatu negara karena tidak mencerminkan ‘kondisi keuangan’ negara yang sesungguhnya. Dari kaca mata akuntansi, defisit hanyalah gambaran arus kas dalam setahun, bukan neraca.
Berhutang memang cara hidup yang lazim bagi masyarakat maupun perusahaan dewasa ini, termasuk di Indonesia tentunya. Namun harus tidak menjadi ‘kecanduan’ dan tanpa perhitungan, atau lupa daratan. Dengan berhutang kita bisa membeli barang meski penghasilan belum diterima saat ini. Hutang akan dilunasi pada saat kita menerima penghasilan. Sekarang ini saja, sebagian masyarakat sudah hidup dengan pola berhutang ini. Lihat saja bagaimana sebagian orang membeli motor, mobil atau rumah/apartemen. Semakin banyak yang membeli dengan cara mencicil (kredit).
Nah, dari mana pola hidup dengan berhutang masyarakat dan Pemerintah AS tadi berasal?
Ternyata sejak berdirinya, filosofi masyarakat AS memang hidup dari berhutang. Adalah Alexander Hamilton yang mengusung pertama kalinya. Dia adalah menteri keuangan (secretary of the treasury) pertama AS di jaman presiden George Washington. Di jamannya, landasan arsitek perekonomian AS disusun. Dia juga konon banyak terlibat dalam penyusunan konstitusi AS saat itu.