Renungan yang disampaikan Pak Ahmad Syafii Maarif, mantan Ketua Pengurus Muhamadiyah selalu menarik karena selalu ada kearifan hakiki yang disampaikan, sebagaimana dalam tulisannya pagi ini, 18 Februari 2010, di harian Kompas. Beliau menceritakan cahaya kearifan dan kemurnian nurani seorang tukar cukur tua di Jogja yang bernama Muhammad Supardjono, yang semakin langka di negeri ini, untuk mengingatkan kita semua.
Di luar pesan yang beliau sampaikan, ada hal yang sangat menarik bagi saya, yaitu cara beliau mengilustrasikan pesannya dengan menggunakan arah mata angin untuk menunjukkan tempat tinggal Bapak tua tukang cukur tersebut, yaitu arah timur dan utara. Penggunaan empat penjuru mata angin ini seingat saya memang biasa di beberapa kota di Jawa Tengah untuk menunjukkan suatu lokasi. Namun tidak biasa di kota lain, misalnya di Jakarta. Saya yang pernah tumbuh dan besar di Solo dan Jogja seringkali, tanpa sadar menggunakan pendekatan arah mata angin ini untuk menunjukkan suatu tempat kepada orang lain. Tetapi biasanya, orang tersebut malah semakin bingung.