Paling tidak, ada tiga hal baru mendasar yang disampaikan Pak JK, meskipun media terlihat lebih suka mengutip kembali hal-hal yang sebelumnya sudah menjadi pengetahuan publik.
Yang pertama, Pak JK mengakui bahwa sistem keuangan Indonesia pada tahun 2008 memang mengalami gangguan - setelah antara lain disampaikan bahwa pasar saham sempat sampai harus dihentikan sementara (suspend) karena indeks harga saham sempat anjlok cukup tajam saat itu dan kurs rupiah yang melemah cukup tajam - karena imbas krisis global yang bermuara di AS, meskipun kondisi ekonomi Indonesia saat itu masih baik-baik saja. Pak JK juga menyampaikan bahwa memang ada aliran dana keluar negeri, kembali ke negara asalnya.
Hal itu berarti menguatkan apa yang disampaikan Mantan Menteri Keuangan, Sri Mulyani pada kesaksian di sidang sebelumnya bahwa langkah kebijakan yang ditempuh saat itu adalah untuk mencegah agar krisis global tidak menjalar ke pasar keuangan dan perekonomian Indonesia. Dalam hal ini, dapat diartikan bahwa motif Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang diketuai menteri keuangan saat menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik pada bulan November 2008 dan implikasinya di-bailout oleh LPS - adalah untuk mencegah krisis merambat ke Indonesia.
Apakah pemberian FPJP dan penatapan bank gagal berdampak sistemik melanggar kewenangan?
Pertanyaan tersebut dijawab dengan hal baru kedua yang disampaikan Pak JK saat ditanya: 'Apakah Pak JK sebagai wakil presiden mengetahui kewenangan masing-masing institusi sesuai undang-undang?'
Pak JK menyampaikan bahwa faham dengan kewenangan masing-masing institusi sesuai undang-undang. Ini artinya, kewenangan Bank Indonesia untuk memberikan fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) adalah memang sesuai kewenangannya berdasarkan UU Bank Indonesia (saat pertanyaan diajukan, kepada Pak JK juga ditunjukkan buku kecil berupa UU BI yang berwarna biru dengan garis merah di pinggirnya). Di UU BI, kewenangan ini diatur di dalam pasal 11 ayat (2), termasuk kewenangan penetapan pengaturan pelaksanaannya yang diatur di ayat (3). Dengan kata lain, pemberian FPJP oleh Bank Indonesia tidak melanggar hukum dan tidak melampaui kewenangan.
Demikian pula dengan penetapan bank gagal berdampak sistemik oleh KSSK, karena ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) No. 4 tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan, di pasal 7. Adanya Perppu ini sendiri menunjukkan bahwa ada kondisi yang tidak normal, yang dalam istilah Sri Mulyani saat memberikan kesaksiaanya disebut sebagai adanya ancaman krisis yang nyata. Jadi, KSSK pun dalam hal ini tidak melampaui kewenangannya.
Ketiga, Pak JK menyatakan bahwa saat itu Pemerintah tidak setuju adanya blanket guarantee (LPS hanya menjamin dana nasabah sampai maksimal 2 miliar), dan kemudian menyatakan bahwa bailout (maksudnya penyertaan modal sementara ke Bank Century oleh LPS) seolah dianggap melanggar ketentuan. Sampai di sini menjadi persoalan blanket guarantee vs bailout atau de jure vs de facto. Barangkali ini berangkat dari logika bahwa karena adanya bailout, maka Bank Century tidak jadi ditutup (going concern) sehingga tidak ada nasabah yang kehilangan dananya. Sementara bila Bank Century ditutup dan LPS hanya menjamin sampai batas 2 miliar, tentunya nasabah yang memiliki dana di atas 2 miliar akan kehilangan sebagian dananya.
Kasus Century sejak awal memang kental aroma curiga bahwa kebijakan mem-bailout Bank Century sebenarnya bukan untuk mencegah krisis (dilandasi anggapan bahwa Bank Century bank kecil sehingga tidak berdampak sistemik). Motif menguntungkan pihak-pihak tertentu inilah yang sepertinya sampai saat ini justru tidak banyak disentuh, meskipun BPK sudah pernah melakukan audit investigatif atas aliran dana yang keluar dari Bank Century setelah di-bailout, juga laporan dari PPATK. Dengan kata lain, ada sangkaan penunggang gelap dari kebijakan bailout Bank Century di bulan November 2008 saat itu dan banyak pula yang mengaitkan ini dengan konteks Pemilu tahun 2009.
Atas hal itu, Pak JK juga sebenarnya sudah menyampaikan 'petunjuk' di kesaksian hari ini dengan mengatakan 'ya ikuti saja alur keluarnya dana atau penarikan uang nasabah dari bank Century setelah di-bailout ... dari treasury, siapa yang mengijinkan keluarnya dana itu dari bank, dan sebagainya'.
Meskipun harus disadari pula bahwa hal itu juga bukan tanpa persoalan hukum karena apakah ada landasan hukum yang kuat bagi sebuah bank menolak atau melarang nasabah menarik dananya sendiri. Juga apakah bila ada kesan bank menghambat penarikan dana nasabah tidak justru menguatkan rasa tidak percaya nasabah sehingga justru memicu penarikan dana besar-besaran dan bank kembali menghadapi persoalan likuiditas dan pada akhirnya menggerus modalnya lagi bila sampai harus 'mengobral' asetnya untuk memenuhi pencairan dana nasabah.
Nah, mudah-mudahan proses persidangan ke depan bisa semakin menguak akar permasalahan yang sesungguhnya sehingga yang dihukum benar-benar pihak yang memang bersalah melakukan tindak pidana. Nothing but the truth!
lihat juga:
Edukasi dari sidang kasus bank Century