Pendanaan terhadap sebagian besar kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah untuk bangsa dan negara kita adalah melalui APBN. Dana tersebut bersumber dari penerimaan yang sebagian besar berasal dari sektor pajak. Salah satu jenis pajak yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN).Â
Fakta yang mendukung bahwa pajak ini menyumbangkan pendapatan yang cukup besar bagi negara adalah data dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia bahwa penerimaan PPN dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) hingga akhir Juli 2023 tercatat sebesar Rp 417,64 triliun atau 56,21% dari target.Â
Angka tersebut merupakan angka yang cukup besar berpengaruh pada peningkatan pendapatan negara. Lantas, apa yang dimaksud PPN? Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dipungut oleh Wajib Pajak Orang Pribadi, Badan, dan Pemerintah yang berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP) atas transaksi jual-beli Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP).Â
Pajak ini merupakan pajak objektif sehingga pihak yang membayarkan pajak tidak perlu menyetorkan langsung kepada negara, melainkan melalui pihak yang memungut/memotong PPN.Â
Singkatnya, apabila diilustrasikan kita membeli air mineral di minimarket tentu kita juga membayar pajak kepada pemerintah melalui minimarket tersebut (dimasukkan ke dalam harga beli). Sejak 1 April 2022, berdasarkan UU No. 7 Tahun 2021 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, tarif PPN adalah 11%.
Apabila kita mengkritisi lebih jauh dari transaksi-transaksi yang kita lakukan setiap hari, tentu kita tidak lepas dari belanja online. Di era digitalisasi yang serba mudah ini, belanja online di e-commerce sudah merajalela. Lantas, apakah belanja secara online ini juga dikenakan pajak? Atau jangan-jangan, pemerintah luput untuk melacaknya sehingga tidak dikenakan pajak?
Transaksi belanja secara online yang marak dilakukan masyarakat di masa kini merupakan ladang yang cerah bagi pendapatan negara yang akan berdampak secara langsung maupun tidak langsung bagi kesejahteraan bangsa. Namun, itu bukan semata-mata hanya untuk kepentingan penerimaan negara.Â
Pemberlakuan pajak pada transaksi secara elektronik dapat melindungi industri dalam negeri melalui pengenaan pajak pada transaksi elektronik yang pelaku usahanya berasal dari dalam maupun luar negeri. Dengan ini, pelaku usaha dalam yang melakukan transaksi secara konvensional juga dapat bersaing secara adil karena harga jual setelah kena pajak tidak lebih mahal dibanding harga pada transaksi elektronik.