Sebenarnya bila menggunakan rasio, kecelakaan adalah hal yang wajar terjadi. Terlebih bila pengendara tidak memperhatikan rambu-rambu peringatan dari pengelola jalan tol. Misalnya anjuran untuk mengurangi kecepatan batas maksimal pada km tertentu minimal 40 km/jam dan maksimal 80 km perjam. Namun terkadang rambu tersebut diabaikan dengan mengemudi secepatnya. Apalagi bila mobil dibelakang memberikan isyarat dengan lampu jauh yang akan menyuruh mobil didepannya untuk melaju cepat.
Menurut informasi dari offroader Yayat Syaeful, kontur jalan km 90-97 tol Cipularang posisi handling mobil cenderung jadi berubah drastis, utamanya mobil sedang/SUV/MPV karena faktor aerodynamics atau kondisi wind landscape. Kendaraan yang tanpa dilengkapi vitur stabilizer bawaannya seperti mau understeer dan oversteer. Pada saat speed tinggi dengan sudut jalan menurun 30 derajat, hampir semua mobil mengalami pergeseran center of gravitation sehingga oleng dan kehilangan keseimbangan.
Untuk mengatasinya, maka kendaraan harus dilengkapi vitur ESP (Electronic Stabilizer Perform) yang biasanya digunakan pada mobil-mobil keluaran Amerika dan Eropa. Bagi mobil keluaran Korea dan Jepang, ada baiknya mengangkat gas pada km 90-97 tol Cipularang dengan speed avarage 50-60 km/jam dan berada dijalur tengah.
Nah penjelasan dari offroader bisa memberikan alasan logis mengapa pada km 90-97 rawan kecelakaan dan tidak menghubung-hubungkan dengan mistik. Saya pun pernah melaluinya tol Cipularang ketika menghadiri Konferensi Mahasiswa Pascasarjana Se-Indonesia di Kampus UNPAD tahun 2007 lalu dan berhasil melewati km 90-97 dengan aman karena kecepatan rata-rata hanya 60-70 km/perjam.