Mohon tunggu...
KOMENTAR
Olahraga

Tumpang Tindih Badan Arbitrase Olahraga di Indonesia

21 Maret 2012   19:01 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:39 3659 5
Sulit sekali menelusuri keberadaan dua Badan Arbitrase Olahraga Indonesia yaitu BAORI (Badan Arbitrase Olahraga Indonesia) dan BAKI (Badan Arbitrase Keolahragaan Indonesia) lewat internet. Hasil penelusuran ini saya maksudkan untuk menyambung tulisan saya sebelumnya tentang sikap KONI yang akan membawa konflik PSSI ke BAORI dan keengganan PSSI yang lebih memilih jalur BAKI.

Informasi tentang BAORI pertama kali saya peroleh lewat AD/ART KONI. Dalam pasal 38 dan 39 dijelaskan tentang kedudukan, tugas dan wewenang BAORI.

BADAN ARBITRASE OLAHRAGA
Pasal 38
1. KONI memiliki Badan Arbitrase Olahraga sebagai lembaga untuk menyelesaikan sengketa yang timbul karena pelanggaran Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta peraturan lain yang ditetapkan oleh KONI atau anggota, sehingga tidak diperkenankan membawa persengketaan tersebut ke yurisdiksi Pengadilan manapun di Indonesia.

2. KONI dan anggota beserta jajarannya terikat dengan putusan Arbitrase Olahraga
Pasal 39
1. Badan Arbitrase Olahraga bersifat independen.
2. Masa bakti pengurus Badan Arbitrase Olahraga mengikuti masa bakti Ketua Umum KONI.
3. Susunan pengurus, tugas dan fungsi Badan Arbitrase Olahraga ditetapkan dalam Rapat Anggota.
4. Badan Arbitrase Olahraga berkewajiban menyusun dan menetapkan aturan acara persidangan.
5. Putusan Badan Arbitrase Olahraga bersifat final dan mengikat bagi para pihak yang bersengketa dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Bagaimana dengan BAKI ?

Hanya ada satu berita tentang keberadaan BAKI.

Menindaklanjuti hasil Kongres Istimewa Komite Olimpiade Indonesia (KOI) pada tanggal 26 Mei lalu dengan keputusan nomor 03/KI-KOI/IV/2010, dibentuklah Badan Arbitrase Keolahragaan Indonesia (BAKI). BAKI yang disahkan pembentukannya pada 4 Juni itu beranggotakan 8 orang pada prinsipnya menjadi benteng hukum bagi insan olahraga Indonesia.

“Jadi mulai dari atlet, pelatih, pembina dan pelaku olahraga lainnya akan mendapat perlindungan hukum bila mana mengalami persoalan hukum. Karena selama ini banyak atlet kita yang bermasalah dengan hukum namun selalu dirugikan,” kata Ketua Umum KONI/KOI, Rita Subowo kepada wartawan di Jakarta, Jumat, (11/6/2010).

BAKI ini dipimpin oleh Dr M Idwan Ganie SH dengan anggota, Anangga W Roosdiono SH, Arief T Surowidjojo SH, Prof Hikmahanto Juwana SH, Leliyana Santosa SH, Nursjahbani Kantjasungkana SH, Pradjoto SH dan Yosua Makes SH.

Rita menambahkan, BAKI ini ke depan menjadi satu-satunya badan arbitrase olahraha di Indonesia sehingga keberadaan BAORI (Badan Arbitrase Olahraga Indonesia) dianggap tidak ada.

“Jadi kini hanya ada BAKI sebagai lembaga tunggal arbitrase di Tanah Air,” tandasnya.

Dari penelusuran tersebut, terlihat bahwa BAORI terbentuk sebagai bagian dari AD/ART KONI, sedangkan BAKI yang dibentuk oleh Komite Olimpiade Indonesia bermaksud menyesuaikan induknya yaitu IOC yang mengadopsi keberadaan Badan Arbitrase Olahraga Internasional (CAS) sebagai badan arbitrase olahraga tingkat nasional.

Keberadaan dua badan arbitrase olahraga ini tak lepas dari munculnya Komite Olimpiade Indonesia, yang merupakan perubahan bentuk dari Komisi Hubungan Luar Negeri KONI. Fungsi KOI adalah melaksanakan keikutsertaan Indonesia dalam pekan olahraga internasional sepertiOlimpiadr, Asian Games, Sea Games, dan lain-lain. Fungsi ini sebelumnya merupakan bagian dari fungsi  Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan dipisahkan dari KONI sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga.

Selanjutnya, dalam Rapat Koordinasi KONI di Surabaya30-31 Oktober 2010 sebenarnya sudah disiapkan agenda untuk membahas keberadaan BAKI sebagai pengganti BAORI serta reunifikasi KONI dan KOI. Sayangnya, tidak ada pemberitaan lebih lanjut tentang hasil pembahasan tersebut.

Menilik pernyataan Ketua KOI Rita Subowo diatas, dengan terbentuknya BAKI, otomatis keberadaan BAORI sebenarnya sudah tidak dianggap lagi. Apalagi pasal dalam AD/ART KONI yang dipakai sebagai dasar BAORI ternyata bertentangan dengan pasal 88 ayat 3 UU SKN (Sistem Keolahragaan Nasional) yang menyatakan bahwa ''Apabila penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tidak tercapai, penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui pengadilan yang sesuai dengan yurisdiksinya''.

Sesuai yurisdiksinya dalam hal ini dimaksudkan perkara yang dipersengketakan. Karena itulah PSSI membawa sengketa saham PT. Liga Indonesia kepada Pengadilan Negeri sebagai kasus perdata. Sesuai dengan pasal 38 ayat 1 diatas, seharusnya KONI ataupun BAORI menegur PSSI ketika membawa kasus ini ke pengadilan negeri, tapi nyatanya tidak. Sistem CAS pun seperti itu. Karena itulah mereka menolak gugatan yang dilayangkan La Nyalla Matalitti dan mantan anggota Exco lainnya serta beberapa klub ISL yang menggugat PSSI dan menyebutkan CAS "has no jurisdiction".

Kembali ke masalah hasil sidang arbitrase, sebenarnya apa yang sudah diungkapkan anggota Majelis Etik PSSI, Todung Mulya Lubis mengenai putusan CAS yang sudah mengikat, seharusnya itu disadari oleh KONI karena sesuai dengan AD/ART mereka sendiri tentang Badan Arbitrase Olahraga. Pasal 39 ayat 5 berbunyi "Putusan Badan Arbitrase Olahraga bersifat final dan mengikat bagi para pihak yang bersengketa." CAS sudah menggugurkan gugatan La Nyalla Matalitti dkk serta menolak permintaan putusan sela yang diajukan KPSI untuk melindungi KLB mereka. Dalam salah satu artikel tentang arbitrase yang ditulis oleh William McAuliffe dan Antonio Rigozzi di situs globalarbitrationreview.com, putusan sela dari CAS dikeluarkan karena urgensi kejadian yang dipersengketakan. Karena itu jika putusan CAS dikeluarkan setelah kejadian perkara, maka putusan tersebut sudah tidak bermanfaat lagi. Karena itu jika CAS menolak permintaan putusan sela untuk tuntutan KPSI agar Kongres Tahunan PSSI dihentikan dan KLB dikawal oleh FIFA, sementara proses terjadinya KLB dan Kongres Tahunan sudah terjadi, berarti putusan CAS tersebut sudah dianggap final.

Kita berharap agar KONI sebagai penengah bisa melihat fakta ini dan tidak menjilat ludahnya sendiri sewaktu Ketua Umum KONI meminta semua pihak yang bersengketa menghormati apapun putusan CAS.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun