Keputusan KPSI yang akan tetap menggelar kongres ini sepertinya sudah tercermin dari pernyataan Tony Apriliani saat menanggapi hasil pertemuan dengan KONI. Seperti yang dikutip dari bolaindo.com, Langkah KONI untuk mengambil alih kewenangan PSSI tersebut, dipandang Ketua KPSI, Tony Apriliani, sudah tepat. Pasalnya, dengan kondisi saat ini, KONI diharapkan dapat turun menjadi penengah konflik di keorganisasian sepakbola nasional. Tony mengatakan, campur tangan KONI dalam hal ini tidak bisa diartikan sebagai intervensi pemerintah terhadap kedaulatan sepakbola sebagai lembaga independen milik FIFA.
Sementara itu, beredar kabar burung bahwa acara KLB ternyata sudah disetting untuk memenangkan pasangan La Nyalla Matalitti-Rahim Soekasah. Kabar burung yang beredar menyebutkan beberapa poin:
1. Penyandang dana KPSI sudah menetapkan pasangan La Nyalla - Rahim Sukasah sebagai pasangan yg harus menang di KLB.
2. Malam ini tiap pemilik suara di KLB akan dipanjar komitmen fee 50jt.
3. Hari ini sebelum jam 20:00, Ketua KONI akan mengadakan jumpa pers bahwa KONI telah mengambil alih kendali organisasi PSSI.
4. Ketua Umum KONI Tono Soeratman sedang meminta restu dari Menpora.
5. Disinyalir ada organisasi suporter yg mndapatkan kontrak pengamanan KLB di Ancol dengan nilai kompensasi 25 juta guna mengerahkan minimal 200 anggotanya.
6. DP 10 juta sudah dibayarkan kemarin petang, dan sisanya malam ini saat posko sudah aktif. Ransum makan ditanggung oleh panitia KLB.
7. Amunisi (logistik) yg akan dibagikan kepada peserta KLB dipusatkan di kamar 504. Itu type kamar Senior Suite bertarif 3,5 juta/malam, semacam 2 kamar Junior Suite yang connecting alias berhubungan. Nanti malam uang panjar 50 juta per suara akan didistribusikan dari situ. Rencananya akan diundang masuk ke kamar 1 per 1. Atau diantar melalui kurir ke masing2 pemilik suara.
Entah benar atau tidak, percaya atau tidak, kabar burung ini sejalan dengan misi KPSI yang menghendaki FIFA untuk menghukum persepakbolaan Indonesia. Jika KLB nanti berjalan dan bersamaan dengan Kongres Tahunan PSSI, maka akan terbentuk dualisme kepengurusan PSSI, yang nantinya akan dijadikan alasan bagi KONI untuk mengambil alih kendali PSSI. Dengan adanya intervensi KONI sebagai perpanjangan tangan pemerintah, maka FIFA diharapkan akan melihat bahwa PSSI sudah tidak bisa mengatasi persoalan internal mereka sehingga harus dibekukan sementara.
Namun, menurut opini saya, FIFA tidak akan serta merta menjatuhkan hukuman pada Indonesia, karena adanya beberapa pertimbangan sebagai berikut:
1. KLB KPSI dianggap tidak ada (surat FIFA yang dimuat di republika.co.id menyebutkan "Please note that FIFA has never considered to attend the so-called "KPSI Congress"." Hal ini juga dikuatkan dengan keputusan CAS yang menolak untuk mengakomodir gugatan KPSI.
2. Agenda Kongres Tahunan PSSI yang salah satunya adalah akan mengakui ISL (meski hanya sebatas turnamen sampai selesainya seluruh pertandingan). Dengan demikian, FIFA bisa melihat bahwa dualisme kompetisi sudah bisa diselesaikan oleh PSSI.
3. Dengan diakuinya ISL, maka kedepan semua pemain baik dari ISL maupun IPL bisa membela timnas, yang mana hal ini sering dijadikan Menpora sebagai alasan untuk rekonsiliasi dan membekukan dana PSSI.
KONI sendiri lewat pernyataan Ketua Umum Tono Suratman sudah meminta agar kedua belah pihak bisa mentaati apapun keputusan CAS. PSSI sudah legowo dengan cara mengakomodir ISL. Dan yang patut dinanti adalah apakah KPSI akan legowo juga dengan adanya keputusan dari CAS ini, atau memang sudah sejak awal mereka ingin menghendaki kehancuran sepakbola Indonesia.
Saya jadi teringat sedikit lirik dari lagu Halo Halo Bandung, "sekarang sudah menjadi lautan api, mari bung rebut kembali!"
Seperti itulah sekarang niat dari KPSI dan orang-orang dibelakang mereka. Mumpung PSSI sudah "menjadi lautan api", sudah terlanjur kisruh, mereka akan membulatkan tekad untuk merebut kembali kendali sepakbola Indonesia.