PSSI selaku induk olahraga sepakbola Indonesia selama ini memang masih mengandalkan APBN sebagai sumber utama pendanaan mereka, baik untuk timnas maupun kegiatan dan kompetisi sepakbola. Tak pelak keputusan pemerintah tersebut merupakan pukulan telak bagi PSSI dibawah kendali Djohar Arifin. Padahal baru saja PSSI mengajukan permintaan dana sebesar 40 milyar untuk membiayai semua kegiatan timnas di berbagai tingkatan usia.
Namun PSSI mungkin bisa sedikit bernafas lega. Di tengah ancaman ketiadaan dana untuk timnas, pengusaha Arifin Panigoro menggalang kekuatan para pengusaha untuk mengucurkan dana bagi PSSI. Tak tanggung-tanggung, diperkirakan dana yang akan diperoleh PSSI berjumlah sekitar US$ 40 juta (sekitar 366 milyar rupiah). Menurut wakil Ketua Umum PSSI Farid Rahman, kelompok pengusaha tersebut bersedia mengucurkan dana untuk mengubah semua aspek sepakbola Indonesia.
Bukan sekali ini saja Arifin Panigoro rela merogoh koceknya untuk persepakbolaan Indonesia. Belum lama berselang, Arifin merupakan penggagas bergulirnya Liga Primer Indonesia semasa era Nurdin Halid. Dari ajang tersebut mulailah dualisme kompetisi yang masih berlangsung hingga sekarang. Jauh sebelumnya, Arifin Panigoro, bersama Nirwan Dermawan Bakrie juga getol menyumbangkan dana dan ide bagi persepakbolaan Indonesia. Nirwan dengan pengelolaan liga senior dan Timnas PSSI, dan Arifin Panigoro dengan pembinaan usia muda melalui liga Medco, Campina yang tentunya sudah direstui oleh PSSI saat itu.
Proyek bantuan Arifin ini mungkin akan semakin menguatkan praduga banyak orang bahwa pengurus PSSI sekarang tak ubahnya sebuah "boneka" dari seorang Arifin Panigoro. Saya teringat komentar seorang rekan kompasianer bahwa "hanya orang gila yang bersedia mengucurkan dana begitu besarnya hanya untuk timnas dan pembinaan usia dini yang masih belum jelas keuntungannya". Ibarat investasi, membentuk / membeli klub sepakbola lebih jelas perhitungan untung ruginya daripada membiayai timnas. Namun, lain hasilnya jika ada maksud tersembunyi diluar perhitungan untung-rugi. Salah satunya adalah motif politik.
Sampai saat ini, saya masih belum menemukan nuansa dan motif politik dari seorang Arifin Panigoro dibalik "kegilaannya" pada sepakbola Indonesia. Meski merupakan salah satu pendiri Partai Demokrasi Pembaruan bersama Sophan Sophiaan dan Roy BB. Janis, Arifin tidak pernah membawa nama partainya dalam setiap kegiatan sepakbola yang didanainya.Ditambah belum populernya partai tersebut dalam peta politik tanah air.
Lain halnya dengan Nirwan Bakrie. Nuansa politis kental membayangi setiap usaha amalnya untuk sepakbola Indonesia, karena nama besar sang kakak Aburizal Bakrie yang juga Ketua Umum Partai Golkar. Proyek naturalisasi pemain asing, penitipan pemain indonesia di liga Uruguay, serta tak ketinggalan sponsorship di sebagian besar klub ISL. Ujung-ujungnya, ketika timnas "sukses" menembus final Piala AFF sebelum dibantai timnas Malaysia, Ketua Umum PSSI waktu itu, Nurdin Halid, lantang berteriak bahwa kesuksesan timnas Indonesia adalah hasil jerih payah Partai Golkar.Motif politik yang dibawa keluarga Bakrie ke dalam sepakbola Indonesia sangat kentara karena di waktu bersamaan Aburizal Bakrie mencanangkan tekadnya untuk memenangkan pemilu 2014.
Ada sebuah tulisan tentang profil Arifin Panigoro yang menyebutkan bahwa sebagai pengusaha dia adalah orang yang "berpikir besar dan melihat jauh ke depan". Diceritakan dalam tulisan tersebut, Arifin Panigoro dengan berani membeli beberapa ladang minyak. Padahal masih belum tentu ketahuan apakah ladang minyak tersebut akan menghasilkan minyak yang sepadan dan bisa mengembalikan modalnya. Apakah ini yang mendasari tekad Arifin Panigoro mengucurkan "uang tak berseri"-nya untuk PSSI, karena dia melihat keuntungan yang akan didapatnya kelak?
Yang jelas, itikad Arifin Panigoro dan beberapa pengusaha "gila bola" lainnya sepatutnya kita apresiasi. Ditengah resesi ekonomi yang membayangi negara ini, keberanian Arifin Panigoro membiayai PSSI adalah sebuah langkah nyata untuk mewujudkan mimpi sepakbola Indonesia yang lebih baik.