"Ode to My Father" berisi harapan dan pesan tentang cinta, pengorbanan, dan perjuangan yang dibalut dengan penuh rasa tanggung jawab yang bertransformasi dari rasa rindu yang sangat dalam akan sosok seorang Ayah. Berlatar suasana Perang Korea pada tahun 1950, dikisahkan seorang anak muda bernama Duk-Soo yang terpaksa harus menghadapi beratnya beban hidup sebagai seorang pemimpin keluarga (dengan seluruh amanat dan tanggung jawab yang harus diembannya) lantaran terpisah dengan ayah dan adiknya di tengah usaha mengungsi dari carut-marutnya suasana pada masa itu.
Duk-Soo, yang setelah itu menetap di Pasar Gukje di Busan bersama ibu dan seorang adiknya pun berjuang demi melanjutkan hidup. Di sinilah pengabdian untuk keluarganya bermula. Demi menggantikan peran ayahnya sebagai tulang punggung keluarga, ia pun mengerahkan apa saja yang ia miliki untuk mengabdikan diri demi keluarganya. Peran sebagai pekerja tambang batubara di Jerman Barat hingga mencari nafkah ke Vietnam yang tengah dilanda konflik perang pun dilakoninya. Di tengah pertarungan hidup itulah, ia bertemu dengan cinta pertamanya, Young-Ja, yang kemudian dinikahinya.
Menyaksikan film ini cukup membuat saya terkesima sampai-sampai lupa untuk mengalihkan pandangan dari layar selama film berlangsung. Bukan semata-mata karena semangat Duk-Soo yang seolah tak kenal lelah, melainkan apa yang melatarbelakangi semua itu. Saya pun teringat detik-detik menjelang perpisahan Duk-Soo dengan ayahnya. Sang ayah kala itu sempat berpesan, "Sebelum ayah kembali, kaulah yang menjadi kepala keluarga".