Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Kala Itu

18 April 2020   23:34 Diperbarui: 18 April 2020   23:31 38 0
Seiring musim panas Bulan Agustus ini, pohon jati disamping teras mulai meranggaskan daunnya. Jatuh. Kering. Lapuk. Berserakan di tanah dan aku memang sengaja tak ingin menyapunya. Bukankah daun termasuk bagian dari alam yang tidak mengotori?
Masih kutatap dedaunan itu. Tak ada yang berbeda. Selalu sama. Kecuali dirimu. Masih terngiang pula lagu kesukaanmu, mungkin ini adalah lagu ketiga dari sepuluh atau tiga puluh lagu kesukaanmu. Atau bahkan dari ratusan lagu kesukaanmu, karena ku tahu kau begitu menyukainya, hidupmu terlihat hampa tanpa kabel putih yang kau pasang di kedua telingamu yang menyalurkan alunan musik dari smartphone-mu.
Seketika kuingat terakhir kita bertemu, tatapanmu tak lagi sehangat dulu, semakin sayu dan menyedihkan. Suaramu tak lagi lembut dan menenangkan, malah semakin parau dan tak karuan. Pertanyaan yang muncul dibenak ku adalah, ada apa ini?
Tersontak lamunanku buyar ketika melihat kain di jemuran itu melambai-lambai, kuharus mengangkatnya sebelum petang datang dan malam menyelimuti.
Malam. Kau suka malam bukan? Kau pernah berkata padaku bahwa kau lebih nyaman berbincang denganku dikala malam tiba. Dari seberang suaramu mengisyaratkan kerinduan. Kau berbicara. Aku menjawab. Kita tertawa. Telepon darimu sungguh sebuah kedamaian. Lantas bagaimana dengan sekarang? Kau lupa bukan? Kau menghukumku dengan memaksaku untuk menghapus namamu dihatiku. Berat. Iya. Kau memang tak pernah lagi sama.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun