Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen Pilihan

Sepotong Bulan untuk Zahra (2)

11 Januari 2015   08:48 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:23 31 2
Dua minggu berlalu.

Bangku tua di taman kota itu sepertinya rindu dengan canda Zahra dan Krisna. Tak seperti malam-malam sebelumnya, taman kota tempat keduanya bertemu malam ini tampak sepi, lengang. Sesunyi hati Zahra sejak Krisna mendapat tugas di luar kota dan mengharuskannya menginap satu minggu disana.

“Hemmm,...gak ada kabar juga”. Apa dia lupa ya??

Atau,..jangan-jangan dia udah tidur” guman Zahra dalam hati, berharap secepatnya ada kabar dari Krisna.

Tak sabar menunggu, Zahra pun menelponnya.

“Huufftt,..tidak aktif !!!

Tidak biasanya dia mematikan HPnya begini. Ada apa ini,..Ada apa denganmu,Kris??” Zahra semakin gelisah.

20 menit berlalu,...

Zahra melunglai tersandar di bangku tua. Tak ada yang bisa dilakukannya lagi kalau situasinya sudah begini. Sempat terlintas di hatinya untuk beranjak pulang, daripada menunggu tanpa kepastian.

“Hemm,...yang lagi gelisah menunggu soulmatenya” sapaan suara lembut Krisna menyentakkan lamunan Zahra.

“Ihhh,..kamu, gak lucu tahu,..!! Kalau memang sudah gak mau dihubungi lagi, bilang dong,..!!!”

gerutu Zahra tak bergeming dari duduknya.

“Iya iya, maafkan aku,Ra”

Krisna tertunduk lesu sambil mengambil posisi duduk bersila di depan Zahra.

“Haii,..kamu kenapa,sih...sakit??

Apa Tania anfal lagi??

Atau,..Minggu besok kamu harus memenui permintaan ayah Tania untuk menikahi Tania segera??

Atauuu,..apakah kamu.....”

berondongan pertanyaan Zahra terhenti seketika, saat keduanya tertangkap sinar lampu mobil yang melintas di jalan dekat taman kota.Zahra tak melanjutkan pertanyaannya. Dia hanya memandang Krisna yang terduduk lemas, seolah tak kuat menyangga tegak tubuhnya. Keduanya hanya saling pandang dan masing-masing sibuk menguasai perang yang tengah berkecamuk dengan diri mereka.

“Gak ada apa-apa,Ra. Akuu,...aku hanya belum bisa berfikir jernih dan temukan jalan yang tepat untuk kita. Maafkan aku, Ra”.

Kedua terdiam sejenak. Sapuan angin malam di teman pun seolah mengerti kegelisahan di benak mereka. Sebagian dari Krisna dan Zahra, kini tengah berperang dengan sisi lain dari mereka.

“Kok diam,..kenapa? marah sama aku,ya?” sentakan pertanyaan Krisna membuyarkan lamunan Zahra.

“Gak lah, Kris. Aku hanya tak ingin keberadaanku menjadi beban dalam hidupmu. Itu aja”.

Jawaban pendek Zahra membuat Krisna tersudut. Sepertinya, dia sedang berdiri di persimpangan jalan dan belum tahu ke arah mana Zahra akan dibawanya. Atau, setidaknya ada tempat khusus untuk Zahra di hatinya, jika satu saat nanti dia benar-benar harus menikah dengan Tania. Tapi, apakah itu satu-satunya pilihan terbaik? Krisna terus bernegosiasi dengan hati dan logikannya.

“Bukan masalahmu, tapi masalah kita,Ra”.

Kita bersama yang memulainya, dan kita juga yang harus menyelesaikannya sebelum semuanya makin tambah buruk,Ra”, bantah Krisna seolah mencoba menenangkan Zahra dari himpitan gelisahnya.

“Maksudmu sebelum si Tania tunanganmu tahu tentang hubungan kita,kan?” balas Zahra seolah meneruskan perkataan Krisna.

“Iya, antara lain itu” sahut Krisna lirih, nyaris tak terdengar.

Entah kenapa, kali ini suara Krisna seolah terputus, seperti signal operator selular yang acap kali dikesalkan Zahra saat Krisna menelpon. Dan di ujung diam mereka, keduanya seolah ingin berontak dan membalikkan keadaan sembari berharap situasi yang mereka hadapi saat ini akan berpihak pada mereka.

Beberapa menit sesudahnya, Zahra si pemilik kulit putih bersih berperawakan sedang dengan balutan sweater hitam yang dikenakannya malam itu tampak gusar. Sebentar bangun dari duduknya, berjalan mengitari bangku sambil lekat memandang Krisna. Setelah cukup lelah menelusuri berbagai jalan alternatif yang seolah membekukannya di titik buntu, Zahra hanya bisa pasrah. Menyerahkan segala urusan kepadaNya.

Dia kembali duduk sambil menutup wajah dengan kedua tangannya yang perlahan mulai dingin. Tapi dia tak menangis. Karena baginya, menangis tidak akan memecahkan masalah. Dia hanya butuh solusi dan bukan menyerah. Meski hanya ada satu jalan, seterjal apapun itu akan dia lalui bersama Krisna. Meski dengan konsekuensi hanya mendapat separuh hati Krisna sekalipun, dia tak peduli. Sama sekali tak pernah peduli. Semua itu karena Zahra teramat mencintai dan tak mau kehilangan Krisna.

Gelisah Krisna tak kalah dahsyatnya. Dia hanya memandangi Zahra. Menatapi guratan mendung yang terpahat jelas di wajah Zahra. Dan semakin lama Krisna menatapnya, rasa bersalahnya sungguh semakin membuatnya tak berdaya.

“Aku antar kamu pulang ya,Ra” ajak Krisna sambil meraih tangan mungil Zahra.

Tak seperti pertemuan-pertemuan sebelumnya, entah mengapa malam ini Krisna seperti tak mau berpisah dengan Zahra. Dia ingin mengantarkan dan memastikan Zahra baik-baik saja sampai di rumah. Ada ketakutan yang teramat sangat, tiba-tiba menyelimuti hatinya malam ini.

“Tumben, kau mau mengantarku. Ada apa,nih?? Tapi tunggu,..jangan pernah sekalipun kau berfikir, dengan mengantarku pulang, kau akan kuperbolehkan tidur di rumahku,..Oke !!!” setengah canda Zahra seperti tak memberi kesempatan Krisna untuk menyangkal dan menawar.

“Oke,..oke,..I know that. Don’t worry beib,...hehe” sambung Krisna sambil meraih tangan Zahra dan mengajaknya berlalu meninggalkan taman kota itu.

************

21.20 WIB, di depan rumah Zahra.

“Makasih sayang, udah mengantarku pulang. Ingat ya,..pokoknya langsung pulang dan jangan terus begadang !!”.

“Iyaa,..siaappp Boss cantik” sahut Krisna sambil memutar motornya dan berlalu meninggalkan Zahra.

“Hati-hati di jalan,Kris...jangan ngebut lho,....!!” balas Zahra sambil melambaikan tangannya.

“Oke,.Zahra sayang,..emuachhh !!!” sambut Krisna mesra.

21.34 WIB

Sebelum tidur, Zahra menyempatkan mengirim pesan untuk Krisna :

Zahra       : “ Awas aja kalau sampai larut malam pulangnya. Aku akan tanyakan sama Kheira adikmu jam berapa kamu sampai rumah”.

Lima belas menit lebih, tak ada balasan dari Krisna. Ahh, pasti dia masih di jalan, pikirnya.

21.54 WIB

Krisna      : “Iya, sayang. Jangan khawatir. Aku cuma mampir ke warung sebentar beli rokok. Habis ini aku terus pulang kok”

21.58 WIB

Zahra       : “OK,..jangan lupa sholat Isya sebelum tidur !!”.

22.02 WIB

Krisna      : “Iya,cintaku. Ehh, boleh gak aku titip sesuatu??”

22.04 WIB

Zahra       : “Titip apa,..aku kan gak kemana-mana??

22.06 WIB

Zahra       : “Mau nitip apa,Kris? Buruan, aku dah ngantuk,nih?!!”

22.09 WIB

Krisna      : “Titip cinta dan sayangku, tolong jaga baik-baik ya?? Dan,..titip kangenku juga,..hehe”

22.12 WIB

Zahra       : “Hemmm,..yakin cuma itu??”

22.16 WIB

Zahra       : “Krisss,..?!!!”

“Ehmm,..kebiasaan buruk !! Krisna pasti gak langsung pulang,nih.”, guman Zahra sembari menarik selimutnya, bersiap tidur.

22.33 WIB,

HP Zahra menyala lagi. Satu pesan Krisna masuk.

Krisna      : “Coba tebak, ini lagu siapa,Ra??”

Bila aku, harus mencintai

Dan berbagi hati, itu hanya denganmu

Namun bila kuharus tanpamu

Akan tetap kuarungi hidup tanpa cinta,....”

22.35 WIB

Zahra       : “Hemm,..gombal ahh. Dah dulu ya, aku mau tidur. Ingat

ya,..kamu harus pulang sekarang dan jangan begadang. Titik”.

23.43 WIB

Dering Hp membangunkan tidur Zahra yang belum pulas. Diangkatnya telepon genggam itu sembari mengucek-ucek matanya yang masih nanar. Samar-samar, dia masih bisa membaca nomor HP siapa yang membangunkannya. Nomor Kheira, adik perempuan Krisna.

“Assalamu’alaikum,..ada apa, Ra??” sambil kembali memejamkan matanya, Zahra mendengarkan suara lirih di ujung teleponnya.

“Mbakk,...mas Krisna,mbakkk...mas Krisnaa !!” suara Kheira nyaris tak terdengar Zahra. Ada isak tangis yang makin menjadi di seberang sana.

“Iya,Ra....mas Krisna kenapa, kenapaa,Ra??!!” Zahra tak sabar menunggu jawaban dari Kheira, berharap tak terjadi hal buruk pada diri Krisna.

“Mas Krisna kecelakaan,mbakkk....Keadaannya sekarang kritis di Rumah Sakit. Mbak Zahra harus kesini secepatnya” sahut Kheira di akhir teleponnya, masih dengan tangis yang terpecah dan suara patah-patah.

Gelegar petir seperti menyambar Zahra. Merobohkan dan meluluh lantakkan bangunan tangguh dan kuat yang dibangunnya bersama Krisna. Beberapa detik sesudahnya, dia seolah tak bisa bernafas. Sesak yang teramat sangat begitu menghimpit dadanya. Diambilnya nafas dalam-dalam, menghela sedikit udara.

“Kheiraa...kamu tenang ya. Jangan panik. Mbak segera datang”.

Zahra mencoba mentransfer kekuatannya dan membesarkan hati Kheira. Di saat-saat darurat begini, dia tak ingin menambah suasana menjadi kacau bila dia terlihat rapuh di hadapan Kheira.

23.53 WIB

Namun, kepanikan Zahra sesungguhnya tak kalah hebat. Kekhawatirannya sontak meraja. Menelikungnya erat dari ujung kaki hingga kepala. Otaknya nyaris tak berfungsi dan tak bisa bekerja menerima perintahnya. Zahra lunglai, serasa tercabuti satu persatu seluruh tulang dari persendiannya. Semenit berikutnya, dikumpulkan sisa-sisa tenaga yang masih ada di ujung lemasnya. Dia bingung, tersandar di sisi tempat tidurnya.

“Apapun yang sedang kau rasakan sekarang,..bertahanlah,Kris. Bertahanlah demi aku. Aku yakin kamu pasti bisa. Tunggu aku,..tunggulah aku Kris”.

00.00 WIB

Segenggam doa terangkum di benak Zahra. Beberapa saat sesudahnya dia benar-benar tak bisa merasakan apa-apa.  Dia ingin melawan dan berontak sekuat tenaganya. Tapi dia tak mampu. Dia telah terbawa dan terseret menuju alam bawah sadarnya. Dia makin terlihat lemas dan makin jauh terseret.

Dia mencoba menggapai apapun di sekitarnya untuk dijadikan pegangan. Tapi terlambat. Semua yang dilihatnya makin mengabur. Tatap matanya pun makin nanar. Seluruh ruang kamarnya memancarkan warna putih perak menyilaukan. Tubuhnya limbung. Dia tak kuasa bertahan dan akhirnya jatuh tersungkur di samping tempat tidurnya.

00.13 WIB, Hp Zahra menyala lagi. Satu pesan dari Kheira masuk.

Kheira      : “Mas Krisna gak bisa menunggu mbak Zahra lebih lama lagi. Dia baru saja pergi, mbak....”.

*******************

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun