Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Mencoba Menganti Kebiasaan, Apa Bisa?

7 Juli 2012   00:59 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:13 83 1
Karena ada suatu kepentingan yang tidak biasanya, hari ini saya berangkat ke tempat kerja tidak dengan menggunakan motor seperti biasanya, akan tetapi saya naik bus kota.

Apakah ini merupakan pengalaman baru bagi saya? Tidak juga. Dulu, ketika masih berstatus pelajar saya setiap hari menggunakan angkutan publik macam ini. Saya baru tidak lagi menggunakannya ketika saya sudah bekerja dan memiliki motor sendiri, sampai sekarang saat saya sudah memiliki dua orang putra.

Lalu, apa yang baru di sini?

Sebenarnya, memang, ada hal-hal baru yang saya dapatkan ketika saya naik bus kota pagi ini. Yang sederhana saja, saya bisa mengamati dengan detil bangunan-bangunan atau kantor-kantor, yang itu tidak bisa saya lakukan ketika saya harus berkonsentrasi dengan kemacetan di jalan raya.

Lalu apa lagi?

Sudut pandang! Ya, saya menemukan sudut pandang baru dalam melihat siapa saya, atau bagaimana orang memandang saya secara umum.

Begini, saat saya naik bus kota, saya tentu melihat banyak pengendara-pengendara motor yang berseliweran di dekat bus yang saya tumpangi. Saya kemudian membayangkan bahwa saya adalah salah satu diantara pengendara-pengendara tersebut dan berada di tengah-tengah. Maka saya pun tahu bagaimana orang menilai saya.

Selama ini saya beranggapan -misalnya saja- menyalip kendaraan lain dari sisi sebelah kiri atau memotong di depan kendaraan-kendaraan besar adalah hal yang lumrah dan wajar. Tapi saya baru mengetahui bahwa dari sudut pandang pengemudi bus dan penumpang yang lain bahwa hal semacam itu adalah hal yang tolol. Bila saya menganggap bahwa dapat menyalip kendaraan besar adalah suatu hal yang hebat, maka sebenarnya hal itu adalah hal yang konyol. Toh kalau pengemudi kendaraan besar tersebut tak dapat mengendalikan kendaraannya, yang hancur-lebur ya saya sendiri, si pengendara motor.

Tapi saya yang pengendara motor berkilah, "Mau bagaimana lagi? Kemacetan terus terjadi di sepanjang perjalanan, apalagi pada jam-jam sibuk. Sementara saya dituntut untuk tidak telat masuk kerja? Jadi, itulah yang saya lakukan, bermanuver."

Saya yang berada di dalam bus menjawab, "Terjebak macet ketika jam-jam kerja memang suatu hal yang tak terelakkan. Tapi orang yang bijak akan memilih berangkat lebih pagi untuk menghindari hal tersebut. Berangkat lebih pagi, perjalanan lebih santai dan aman, dan tidak telat masuk kantor."

Lagi-lagi saya yang pengendara motor membalas, "Bagaimana mungkin saya berangkat lebih pagi kalau bangun saja sudah siang?"

Saya yang di dalam bus menjawab, "Semua tergantung kebiasaan. Kenapa tidak mencoba tidur lebih sore sehingga bangun lebih dini dan berangkat kerja lebih pagi?"

Akhirnya, saya yang pengendara motor tercenung. Benar sekali. Semua tergantung bagaimana cara kita me-manage waktu. Selama ini saya memang betah berlama-lama nonton tivi sampai malam. Akibatnya sholat Shubuh-pun kerap ketinggalan. Bangun dan mandi lebih pagi juga lebih sehat, kan?

Ah, saya jadi menyadari kebodohan saya selama ini. Bercepat-cepat di jalan raya dengan resiko yang tidak kecil, sementara ada cara lain yang lebih aman dan sehat? Ya, ya... mulai besok (ah, besok kan Minggu), mulai Senin, saya akan mencoba cara baru ini. Belajar lebih mengendalikan waktu dan bukannya dikejar-kejar waktu.

Namun, sebelum pergi, saya yang pengendara motor tersenyum kepada saya yang di dalam bus sambil berkata, "Bisakah???"

====================

Hahaha...
Sekarang tak tinggal nyangkul dulu ya... :lol:

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun