Survei opini publik yang dilakukan dengan cara dan metodologi yang benar merupakan salah satu cara sistematis untuk menampilkan opini publik nasional ke permukaan sehingga terjadi komunikasi antara rakyat dan elite politik di Jakarta. Itulah penjelasan dari LSI. Nah, sebagai salah satu pemuka lembaga survei, LSI pada tanggal 2 September merilis survei tentang kepuasan kerja pemerintah, kepuasan terhadap kerja Presiden SBY, Wapres Boediono, serta efek electoralnya. LSI melakukan survei pada bulan Agustus 2010 dengan tehnik
multistage random sampling kepada 1850 responden. Para responden adalah mereka yang sudah memiliki hak pilih dengan berbagai macam latar belakang pendidikan, wilayah serta pemilih partai. Hasil survei menunjukkan bahwa kepuasan publik terhadap SBY berada di posisi 66 persen dan Boediono 53 persen. Menurut Direktur Eksekutif LSI, Dodi Ambardi, jika dibandingkan dengan data survei Juli 2009 kepuasan menurun hampir 20 persen. Sebelumnya kepuasan publik atas SBY sebesar 85 persen pada Juli 2009. Survei juga menunjukkan, jumlah masyarakat yang merasa kondisi politik membaik sekitar 40 persen responden, kondisinya sedang 28 persen, dan yang menilai kondisinya memburuk 23 persen. Pada survei Januari 2010, masyarakat yang merasa kondisinya membaik 23 persen, Maret 2010 menjadi 34 persen. Soal keamanan, masyarakat menilai kondisi keamanan dan ketertiban dalam kondisi baik, 55 persen. Sedangkan pada Januari 2010 angka itu berada di posisi 59 persen. Soal penegakan hukum, kepercayaan publik terus menurun. Publik yang merasa penegakan hukum membaik 35 persen, yang menilai kondisi saat ini sedang ada 29 persen, 29 persen menilai buruk. Pada Maret 2010, masih berada pada posisi 43 persen. Hasil survei tentang topik aktual yaitu tabung gas dan TDL, yang merasa kurang dan tidak puas 76,9 persen, yang merasa sangat dan cukup puas ada 18,4 persen. Soal kenaikan TDL, 65,7 persen mengaku keberatan dengan alasan apapun, 16,2 persen mengaku tidak keberatan asal pelayanan memuaskan, 14,3 persen tidak keberatan jika diterapkan pada masyarakat yang mampu. Direktur eksekutif LSI, Dodi Ambardi menyampaikan efek elektoralnya. Jika Pemilu diadakan sekarang, maka 26,6 persen responden akan memilih Partai Demokrat, 14,9 persen memilih PDI Perjuangan dan 12,3 persen memilih Golkar. Yang memilih PKS 5,6 persen, PPP 3,7 persen PAN 3,1 persen, Gerindra 2,1 persen, Hanura 1,2 persen, dan lainnya 2,8 persen. "Sedangkan yang tidak menjawab atau rahasia 22,3 persen. Mari kita bahas hasil tersebut. Sangat jelas terlihat bahwa telah terjadi penurunan kredibilitas atau tingkat kepuasan terhadap kinerja pemerintah yang direfleksikan pada kinerja presiden dan wakil presiden. Penurunan terhadap SBY sebesar 20 persen sebaiknya mendapat perhatian serius, karena proses hanya terjadi selama 13 bulan sejak Juli 2009. Penurunan kinerja pemerintah turut terpengaruh dengan turunnya kondisi kamtib sebanyak 4 persen sejak januari 2010, yng kini menjadi 55 persen. Selain itu juga turunnya kepercayaan publik atas penegakan hukum sejak Maret 2010 (5 bulan) cukup besar, mencapai 8 persen. Hal lain yang memukul pemerintah adalah soal terjadinya kasus korban akibat meledaknya tabung gas tiga kiloan, yang publik merepresentasikan kekecewaaan hingga 76,9 persen dan TDL mencapai 65,7 persen. Akan tetapi yang menarik, masyarakat memberikan nilai plus terhadap kondisi politik yang membaik mencapai  40 persen, dibandingkan Maret 2010 yang 34 persen. Ini memperlihatkan bahwa penerapan demokratisasi di Indonesia terus mengalami perbaikan dan mendapat apresiasi masyarakat. Hal yang menyangkut kebebasan mengemukakan pendapat, transparansi rupanya dinilai sudah baik sekali dan positif oleh masyarakat. Dari pembahasan data, terlihat bahwa kasus keamanan dan ketertiban, penegakan hukum, soal tabung gas, dan TDL merupakan pengaruh negatif menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap presiden SBY. Rupanya strategi SBY berpegang teguh kepada tujuan menjaga berlangsungnya proses demokratisasi yang selalu dicanangkannya, disadari akan mengakibatkan turunnya penilaian terhadap dirinya. Dengan kebebasan tersebut, terlihat bagaimana SBY di-
bombardir oleh berita negatif, isu, ketidak tegasan, lambat dan lainnya. Itu semua jelas membentuk opini dan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap SBY. Keputusan SBY jelas tidak sia-sia, kini terlihat hasil positif justru diraihnya pada bidang politik. Masyarakat memberikan apresiasi bahwa proses politik sudah berjalan dengan benar. Terlihat 40 persen memberikan apresiasi kondisi politik membaik dan hal tersebut juga membawa efek positif elektoral terhadap parpolnya, Partai Demokrat yang di apresiasi masyarakat sebesar 26,6 persen (20,85 persen pada 2009). Apresiasi kondisi politik seperti ini tanpa disadari telah meremukkan parpol lainnya. PDIP masih bertahan pada posisi 14,9 persen (14,45 persen pada 2009) , sementara Golkar pada 12,3 persen (14,03 persen pada 2009). Rupanya tanpa disadari oleh parpol lainnya, strategi SBY yang mengedepankan demokratisasi akan menjadi kunci kejayaan Partai Demokrat pada 2014. Nama SBY merosot bukan menjadi masalah pokok lagi, karena SBY toh juga tidak akan maju lagi pada 2014. Apabila Partai Demokrat kembali menjadi pemenang pada 2014, SBY hanya tinggal menunggu momentum yang tepat untuk memainkan kartu capres yang masih disimpannya. Paling tidak di panggung politik masih dikuasainya. Di Senayan politisi Partai Demokrat masih bisa menjadi kekuatan utama. Kira-kira itu strateginya. Sementara parpol lainnya di papan tengah yang mungkin bisa bertahan apabila
parliamentary threshold dinaikkan menjadi 5 persen nampaknya hanya PKS (pada survei ini 5,6 persen). Yang mungkin akan tersingkir bisa saja PPP, PAN, Gerindra dan Hanura yang pada survei ini berada dibawah 5 persen. Dari semua pembahasan tersebut, kalau hasil survei tidak bergeser jauh maka pada 2014 hanya empat parpol yang akan bisa bertahan menjadi peserta pemilu. Partai Demokrat akan tetap menjadi kekuatan utama. Dilain sisi, apabila strateginya betul, maka PDIP tetap yang akan menjadi lawan utamanya. Yang perlu diwaspadai adalah apabila Megawati masih bisa muncul sebagai capres, maka Partai Demokrat harus lebih waspada mulai kini. Dengan budaya
paternalistik, terlepas pembaca setuju atau tidak, Mega akan menjadi kompetitor terunggul pada 2014. Walaupun survei merupakan sebuah persepsi publik, jangan abaikan dia. Entah strategi apalagi dari Ketua Majelis Pertimbangan Partai Demokrat...penulis menyimpulkannya
canggih, mengalah demi kepentingan yang jauh lebih besar. PRAYITNO RAMELAN, Pemerhati Intelijen
KEMBALI KE ARTIKEL