Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

Malaysia Penting Bagi Indonesia

13 November 2009   23:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:21 1189 0

Presiden SBY mulai tanggal 11 November mengadakan kunjungan kenegaraan ke Malaysia, setelah itu presiden dan rombongan menghadiri KTT APEC di Singapura. Beberapa pejabat turut mendampingi presiden pada kunjungan tersebut, diantaranya Mensesneg Sudi Silalahi, Menhan Purnomo Yusgiantoro, Menprin MS Hidayat, Menakertrans Muhaimin Iskandar, Menbudpar Jero Wacik, Menegpora Andi Malarangeng dan Kepala BKPM Gita Wirjawan.

 

Juru Bicara Presiden Dino Patty Djalal di Kuala Lumpur, Rabu (11/11) mengatakan, "Yang ingin saya tekankan, seharian kita di sini adalah suasana persaudaraan dan kekeluargaan. Ini patut diapresiasi oleh saudara-saudara kita di Tanah Air bahwa di Malaysia baik pemerintah maupun masyarakat kental sekali respek mereka terhadap Indonesia." Menurut Dino, dalam pertemuan itu PM Najib mengucapkan terima kasih dan penghargaan dan rasa bangga karena Malaysia merupakan negara pertama yang dikunjungi oleh Presiden Yudhoyono terpilih untuk kedua kalinya.

 

"Kunjungan ini dalam rangka kerjasama bilateral. Banyak agenda yang akan dibahas, seperti isu tenaga kerja dan terorisme," paparnya. Pada 15 November 2009, Presiden SBY direncanakan hadir dalam KTT ASEAN dengan Amerika. "Momen ASEAN dan Amerika ini merupakan pertemuan pertama kalinya. Pada 15 November itu, akan dicocokkan waktunya pertemuan Presiden SBY dengan Presiden AS Barrack Obama," terang Dino.

 

Saat kunjungan di Malaysia tersebut, Presiden SBY dan Perdana Menteri Malaysia Dato' Sri Mohammad Najib bin Haji Tun Abdul Razak melakukan pertemuan empat mata di Kantor PM Malaysia di Putra Jaya,Malaysia.  Presiden SBY mengatakan, Indonesia dan Malaysia harus bekerja sama memanfaatkan kesempatan dalam pertumbuhan ekonomi dunia terutama di Asia Tengah. "Saya kira, Asia Tengah tumbuh menjadi kekuatan ekonomi global, termasuk Asia Tenggara. Oleh karena itu, sepantasnya Indonesia dan Malaysia mengambil peran, berprakarsa bagi pertumbuhan perekonomian di kawasan ini,"kata Presiden.

 

Di sela-sela kunjungan kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Putra Jaya,Malaysia tersebut, Menhan Purnomo Yusgiantoro mengadakan pertemuan dengan Menhan Malaysia Ahmad Zahid Hamidi. Persoalan batas wilayah menjadi salah satu isu hangat hubungan kedua negara,setelah Pemerintah Malaysia tidak mengakui perairan Ambalat sebagai milik Indonesia. Keduanya menyatakan bahwa Patroli laut tentara Indonesia dan Malaysia sepakat untuk tidak saling menyerang apabila menemui kapal patroli kedua negara yang melewati batas wilayah laut seperti di perairan Ambalat. "Yang penting kita hormati aturan main. Artinya jangan menembak duluan, kalo itu terjadi bisa pecah kekerasan," kata Puromo. Selain soal perbatasan,Indonesia dan Malaysia juga sepakat meningkatkan kerja sama patroli laut terutama di Selat Malaka bersama Singapura. "Intensitasnya akan kami tingkatkan, begitu juga jumlah pasukannya,"katanya.

 

Selain masalah perbatasan, ketegangan RI-Malaysia tersebut juga dipicu sejumlah persoalan seperti masalah budaya dan persoalan tenaga kerja Indonesia (TKI). Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar mengatakan,Pemerintah Indonesia akan terus membenahi sistem pengiriman dan penempatan TKI mulai dari tahapan persiapan di dalam negeri. Akan dikembangkan jaringan rekrutmen yang melibatkan pemerintah daerah secara aktif sehingga dapat mencegah TKI yang belum siap bekerja untuk diberangkatkan.

 

Dalam sebuah tata karma diplomatik, kunjungan pertama seorang pimpinan negara ke negara lain adalah merupakan sebuah penghargaan bagi negara yang dikunjunginya. Ini berarti Malaysia menjadi negara terpenting bagi Indonesia dalam kacamata atau pandangan dari sisi diplomatik. Isu yang dibahas secara umum diantaranya adalah masalah kerjasama ekonomi, kerjasama masalah energi, masalah tapal batas, masalah pencaplokan budaya,masalah terorisme dan masalah TKI. Dalam beberapa isu nampaknya posisi tawar Indonesia  yang lebih lemah dibandingkan  Malaysia. Dalam masalah perbatasan, Malaysia justru yang menyatakan tidak mengakui  Ambalat adalah wilayah Indonesia dan kapal perang merekalah yang melanggar wilayah, dalam masalah terorisme, Indonesia justru yang menjadi negara yang di serang dan di bom oleh teroris yang berasal dari Malaysia, dalam masalah TKI, Indonesia justru menjadi negara yang penduduknya mencari nafkah di Malaysia, dicederai,  masalah budaya, justru budaya kita beberapa di klaim oleh Malaysia.

 

Nah dari beberapa kasus tersebut, sebaiknya kita bisa lebih cerdik menyikapi kondisi yang berlaku. Bukan kita anti Malaysia, tapi semuanya harus didudukkan pada porsi yang sesuai, adanya kesetaraan. Kuncinya para pejabat yang mendapat amanah harus bekerja lebih keras memperbaiki kondisi tersebut, jangan dibiarkan saja. Kita tidak bisa hanya melihat dan menilai serta menyimpulkan sekilas dari hasil kunjungan seperti yang dikatakan oleh jubir Dino, bahwa suasana kekeluargaan dan persaudaraan menjadi ukuran. Yang menjadi ukuran adalah apa yang sudah terjadi. Banyak pengalaman pahit yang kita rasakan, dan itu dipastikan akan terulang lagi apabila kita tetap  terbuai dan tidak "smart".

 

Kini yang dibutuhkan adalah sebuah ketegasan, langkah pasti. Tindakan "reciprocal," yaitu langkah dan tindakan yang serupa yang harus dilakukan Indonesia terhadap negara lain seperti apa yang mereka lakukan terhadap kita. Ini sebuah tindakan wajar didunia diplomatik. Indonesia adalah negara yang besar dengan potensi yang hebat. Hanya sayangnya, kalau berurusan dengan asing, kita sering salah langkah sering kalah atau bisa diakali. Sipadan Ligitan adalah contohnya, juga masalah kepemilikan kebun kelapa sawit yang mayoritas sudah dimiliki warga Malaysia, kemudian kepemilikan perusahaan telekomunikasi, dan masih banyak contoh soalnya.

 

Banyaknya masalah-masalah seperti itu menunjukkan betapa lemahnya posisi tawar kita. Nah, kini bukan saatnya kita mengeluh, mengalah, bukan saatnya hanya berorasi, menenteramkan rakyat, yang penting adalah kecerdikan para pejabat itu dalam membaca dan menyikapi ini semua. Bukankah yang terpilih adalah pembantu presiden yang konon profesional?. Kalau tidak ya hubungan dengan Malaysia itu, dibuai, didepan kita dipeluk, tetapi dibelakang? Entahlah.

PRAYITNO RAMELAN

 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun