Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat

Menjinakkan Batin

18 Desember 2018   12:18 Diperbarui: 18 Desember 2018   12:23 206 0
Pertama-tama, kita harus menyadari bahwa batin kita jarang berada dalam kondisi yang damai; justru sebaliknya, ia sangat kasar, liar, dan belum ditaklukkan.

Apa maksudnya batin yang kasar, liar, dan belum ditaklukkan?

Sebagai contoh, kalau kita ingin melakukan kebajikan, batin sangat susah sekali diminta untuk melakukannya. Kita bahkan harus berjuang habis-habisan, berjuang mati-matian untuk membangkitkan batin yang bajik.

Sebaliknya, terkait dengan ketidakbajikan atau pikiran buruk atau tindakan buruk, batin kita bisa langsung melakukannya tanpa upaya apa pun.

Di biara saya, Dagpo Dratsang, ada sebuah tradisi, yaitu penegak disiplin akan memberikan nasihat kepada kumpulan besar anggota Sangha. Salah satu nasihat adalah analogi yang berkaitan dengan kondisi batin kita saat ini. Analoginya: ketika kita hendak melakukan kebajikan atau membangkitkan pikiran bajik di dalam batin kita, ini ibarat mendorong seekor keledai untuk menaiki tebing yang curam atau terjal; sedangkan di sisi lain, untuk membangkitkan pikiran tak bajik, kita tak perlu bersusah payah melakukannya; pikiran tak bajik mengalir begitu saja ibarat aliran air dari atas gunung ke dasar lembah.

Analogi ini sangat tepat untuk menggambarkan kondisi batin kita saat ini.

Cobalah untuk terbuka dan jujur pada diri kita sendiri ketika melihat batin, melihat cara kerjanya, dan apa yang terjadi di dalamnya.

Sebagai contoh, amatilah batin kita saat akan melakukan kebajikan seperti belajar Dharma atau memeditasikan Buddha. Ketika kita memeditasikan Buddha, apakah Buddha bisa langsung muncul di dalam batin kita? Seberapa mudah Buddha bisa muncul di dalam batin kita? Tentu saja, kita harus mengakui bahwa Buddha takkan muncul segampang itu. Kalau pun muncul, paling-paling ia hanya muncul sekilas saja, begitu singkat, lalu buyar. Dengan demikian, kita bisa mengamati betapa batin kita sangat sulit untuk melakukan kebajikan.

Contoh yang lebih mengena lagi terkait dengan aktivitas mendengarkan ajaran. Meski kita sudah membangkitkan motivasi bajik di awal sesi ajaran, namun seiring dengan berlalunya waktu, tiba-tiba sudah muncul bentuk pikiran lain seperti memikirkan rumah, keluarga, sahabat, pekerjaan, apa yang harus dilakukan, dsb.

Coba amati apa-apa saja yang terjadi di dalam batin kita ketika sedang mendengarkan ajaran. Kapanpun kita berupaya untuk memfokuskan batin kita pada kebajikan, fokus mudah sekali untuk buyar begitu saja. Tanpa fokus, kita yang sedang duduk menyimak ajaran akan merasa santai, makin santai, makin santai, dan akhirnya mengantuk.

Demikianlah kondisi batin kita jika menyangkut kebajikan.

Di sisi lain, terkait dengan ketidakbajikan seperti amarah, iri hati, dan kemelekatan, apakah kita perlu duduk dan berkonsentrasi dengan posisi meditasi untuk membangkitkan mereka?

Tentu saja tidak.

Ketidakbajikan atau pikiran buruk muncul begitu saja ibarat air dari atas gunung yang mengalir ke dasar lembah. Demikianlah kondisi batin kita jika menyangkut ketidakbajikan.

Batin kita saat ini sangat kaku dan tak mau menuruti perintah kita. Apa yang kita inginkan, batin tak mengikutinya. Apa yang kita tak inginkan, batin juga tak mengikutinya.

Singkat kata, batin bergerak ke arah yang tak sesuai dengan apa yang kita inginkan.

Masalahnya adalah: selama kita masih berada dalam kondisi seperti ini, maka tak ada jalan, sama sekali tak ada harapan untuk mencapai pembebasan ataupun kebahagiaan, berhubung batin kita senantiasa dirongrong dan dikendalikan oleh klesha.

Kita saat ini dikendalikan oleh batin kita, bukan sebaliknya.


Dengan kata lain, batin kita saat ini menguasai kita.

Dengan cara seperti ini, kita menciptakan karma-karma untuk terlahir kembali di dalam samsara, dan secara khusus, di alam-alam rendah. Dengan demikian, kita terpaksa harus mengalami segala bentuk penderitaan di dalam samsara.

Sebaliknya, kalau kita berupaya untuk mengendalikan dan menguasai batin kita sendiri, masih ada harapan untuk mengubah kondisi saat ini.

Apa yang dimaksud dengan mengendalikan batin kita? Yaitu upaya untuk menggerakkan batin sesuai dengan yang kita inginkan.

Misalnya, jika kita memilih untuk memfokuskan batin kita pada objek tertentu, batin akan menurut. Ketika kita memutuskan untuk menganalisis sesuatu, mencerap sesuatu, atau memikirkan sesuatu, kita bisa melakukannya dengan bantuan batin kita.

Raja Dharma Agung, Je Tsongkhapa, mengatakan, "Ketika terpusat, batin tak tergoyahkan laksana raja para gunung." Kalau kita memilih untuk memusatkan batin pada objek, batin tak akan tergoyahkan laksana raja para gunung, dan ketika diarahkan, batin berpaling pada objek bajik apa pun. Batin yang seketika terarah pada objek bajik akan membangkitkan kebajikan yang kita inginkan. Inilah kondisi batin yang terkendali, yang harus kita miliki dalam batin kita saat ini.

Ketika kemampuan yang demikian sudah kita miliki, barulah kita bisa menciptakan kebahagiaan bagi diri sendiri.

Buddha juga memberikan nasihat atau instruksi yang sama.

Mengendalikan diri sendiri adalah cara untuk meraih kebahagiaan, baik dalam bentuk kelahiran kembali yang baik ataupun bentuk-bentuk lainnya.

Guru besar India, Shantidewa, mengatakan bahwa selain mengendalikan batin kita sendiri, tak ada lagi pekerjaan di dunia ini yang perlu dilakukan. Di luar dari tugas ini, segala macam pekerjaan lainnya di dunia ini tak ada gunanya sama sekali. Jadi, yang harus kita lakukan adalah mengendalikan batin kita sendiri, mengamati apa yang sedang terjadi pada batin kita dan apa yang muncul di dalamnya; inilah yang paling penting untuk dilakukan. Semua pekerjaan lainnya sama sekali tak penting, sama sekali tak bermanfaat. Ketika kita sudah sanggup mengendalikan atau mengamati batin kita sendiri, manfaat-manfaat akan muncul dengan sendirinya.

Berikutnya, ada kutipan dari Guru besar lainnya, Atisha Dipankara Srijnana, yang berbunyi, "Siang dan malam, amatilah batinmu sendiri. Periksalah batinmu sendiri, apakah itu di pagi, siang, ataupun malam hari secara terus-menerus dan berulang-ulang." Kita harus mengamati apa yang terjadi di dalam batin kita sendiri dan jangan biarkan segala bentuk pikiran muncul tanpa kita sadari sama sekali. Yang harus kita lakukan adalah menyadari dan mengamatinya.

Perjalanan Buddha mengajar selama 45 tahun, dengan beragam variasi Dharma, pada dasarnya juga hanya memiliki satu tujuan, yaitu untuk mengendalikan batin.

====

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun