Kamu percaya pada pertanda? Pada bahasa yang alam coba katakan pada kita? Aku selalu berharap bisa sedikit saja memahaminya. Karena kamu tau apa? Alam tidak pernah berbohong. Pertanda adalah bahasa alam yang paling jujur. Kita yang tak pernah mampu untuk menerjemahkannya. Radarku selama ini berbunyi. Sejak aku mengenal kamu. Tapi aku tak pernah bisa menangkap apa yang alam coba katakan padaku. Selama ini aku ditemani oleh penghiburan yang aku buat untuk diriku sendiri. Aku coba untuk mendoktrin pikiranku, hatiku bahkan tubuhku untuk mempercayainya. Percaya bahwa isyarat itu mengatakan kamu ada untuk aku. Karena kamu tau apa? Aku tak akan pernah siap jika ternyata pertanda yang radarku tangkap justru mengatakan sebaliknya. Justru mengatakan aku harus membuat jarak denganmu.
Kamu tau ada beberapa hal yang lebih baik tak terucapkan? Mungkin saat inilah, ketika mata kita bertatap namun mulut kita bungkam. Ketika kita bersebelahan tapi tak ada kata yang terucap. Sampai kapan? Aku tak tahu. Aku memang yakin ada beberapa hal yang lebih baik tak terucap, tapi bukan selamanya. Aku hanya yakin pada hal yang lebih baik tak terucap hanya jika itu sementara. Sementara menunggu waktu yang tepat. Masalahnya adalah aku tak tahu kapan waktu itu tiba. Karena sesuatu yang tak terucap jika sudah lewat masanya akan menjadi sesal.
Aku benci sekali perasaan seperti ini. Aku benci ketika seluruh diriku terdominasi akan pikiran tentangmu. Tentang bayangan-bayangan yang aku buat sendiri tanpa aku tau apakah hal itu bisa menjadi nyata. Aku benci memikirkan kemungkinan kamu mempunyai sebuah antonim terhadap apa yang aku rasa. Aku terlalu takut untuk mencari tahu, tapi aku juga sudah terlalu lelah untuk hidup dalam dunia yang aku ciptakan sendiri. Karena aku tahu dunia itu tidak nyata. Karena aku terlalu pengecut untuk sekedar mencintai tanpa dicintai.