Tulisan ini saya beri judulÂ
The Uses of Literacraft, mengadaptasi judul buku-buku ‘babon’ di dunia Cultural Studies, sepertiÂ
The Uses of Literacy karya Richard Hoggart (1957), danÂ
The Uses of Digital Literacy oleh John Hartley (2009). Who knows it will turn into a book someday. Amiiin. Tapi sebenarnya saya memilih judul itu untuk membenarkan kutipan Ken Robinson di atas. Saya ingin mengulas bagaimana workshopÂ
Literacraft yang diselenggarakan TPA Brunswick Sabtu kemarin (baca diÂ
sini), menegaskan berbagai fungsi dan peran literasi bagi penggunanya. Di penelitian saya tentang praktik literasi buruh migran di Hong Kong misalnya, literasi dilakukan untuk mempertahankan identitas muslim yang tinggal di negara non-muslim; untuk mengubah stereotip negatif BMI menjadi sosok perempuan mandiri, cerdas, produktif, dan kreatif; untuk terapi; untuk pemberdayaan diri dan komunitas; dan untuk gerakan sosial politik demi perubahan (dan masih banyak lagi sebenarnya). Balik keÂ
Literacraft (sebelum nggladrah ke mana-mana), saya mencoba mengamati (bahasa kerennya,Â
participant observation)Â bagaimana anak-anak peserta workshop bernegosiasi dengan diri sendiri selama proses workshop, dan terutama saat pembuatan
craft-nya, baik yang menjahit autumn leaves maupunÂ
aircraft. Saya juga lihat hasil tulisan anak-anak diÂ
procedure text untuk melihat tahap perkembangan literasi mereka. Untuk meyakinkan pembaca, saya juga mengutip testimoni ibu-ibunya di media sosial. Lengkap ya datanya (bisa buat riset lho).
Menjahit itu bebas gender Crafting yang dipilih dalam workshop
Literacraft adalah menjahit sederhana. Bahasa Jawanya, belajarÂ
ndondomi. Bila selama ini masyarakat kebanyakan menilai bahwa urusanÂ
dondom adalah domain perempuan, pengalaman selama ini menunjukkan bahwa gambaran stereotip ini bisa direkonstruksi. Lho, bagaimana dengan tukang jahit yang juga laki-laki (seperti pak Bani, pemilik Banista tailor langganan saya di Kebraon). Iya itulah, kebanyakan laki-laki yang masuk ke dunia menjahit ada di dunia publik, alias untuk bisnis. Perlu ditengok apakah mereka jugaÂ
ndondomi baju anaknya yang sobek, hehe. Di workshop kemarin ada cukup banyak anak laki-laki. Meski kebanyakan memilih menjahit bentukÂ
aircraft, tapi ada juga yang memilihÂ
autumn leaves. Sebaliknya, meski kebanyakan anak perempuan memilih temaÂ
autumn leaves, toh ada juga yang memilih
aircraft. Yang sama adalah, semua belajar menjahit. Itu artinya belajar cara memasukkan benang ke dalam lubang jarum, memasangkan pola kain flanel menjadi bentuk yang diinginkan, dan menjahitnya.
KEMBALI KE ARTIKEL