Para pemohon merasa dirugikan dengan ketentuan Pasal 2, Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) Perppu No. 51/1960. ketentuan tersebut mengatur tentang kewenangan penguasa daerah yang dapat memaksa pengguna lahan untuk mengosongkan lahannya. Menurut para pemohon ketentuan tersebut hanya dapat diterapkan pada negara dalam keadaan bahaya, bukan dalam situasi damai untuk melakukan penggusuran paksa terhadap warga negara.
Dalam permasalahan tersebut sesuai dengan salah satu Mazhab positivisme yaitu aliran hukum positif analitis. Menurut tokoh dari aliran ini yaitu John Austin (1790-1859) hukum adalah perintah dari penguasa negara. Hakikat hukum sendiri, menurut Austin terletak pada unsur "perintah" karena penggusuran terjadi karena adanya perintah dari pemerintah kenapa penguasa daerah. Penggusuran tersebut tetap dilakukan meskipun ada banyak dampak yang akan timbul, misalnya banyak orang yang kehilangan tempat tinggal dan banyak anak yang putus sekolah.
Dalam hukum di Indonesia menganut Mazhab hukum positivisme yang mana dalam positivisme hukum, keseluruhan peraturan perundang-undangan pada hakekatnya sebagai suatu yang memuat hukum secara lengkap sehingga tugas hakim selanjutnya adalah menerapkan ketentuan undang-undang tersebut secara mekanis dalam menyelesaikan permasalahan yang ada di masyarakat, sesuai dengan yang telah ditentukan dalam undang-undang.
Aliran positivisme hukum mempengaruhi penegakan hukum. Hal ini, karena dalam aliran ini berpendapat bahwa hukum harus tertulis, sehingga tidak ada norma hukum di luar hukum