kok saya terus merasa bersalah...
iba melihat nasib si cacing. sudah capek capek merambat begitu, seenaknya saja saya menjatuhkannya. hanya dengan sedikit kucuran air dia jatuh terjerembab kembali ke tanah. sekarang dia kembali tergelepar di tanah berkalang air.. becek...
deg... kok njur tintrim hati ini...
ingat diri sendiri. terkondisikan bagai si cacing. bertahun tahun membangun bisnis. merintis dengan mengumpulkan recehan demi recehan. mendatangi pintu demi pintu. semakin lama semaikn banyak costumer, semakin besar pula usaha. bukan recehan lagi yang ditumpuk, pundi pundi semakin banyak yang terkumpul disimpan. seakan dunia sudah bisa terbeli.. tapi kok kemudian justru hancur... bisnis bukan lagi bisnis.. tetapi survive yang makin menghabiskan tabungan, jatuh terpuruk..
begitu juga dalam karir. bertahan dalam cacian, makian. obey pada semua perintah. kadang tega menyikut teman sendiri, menginjak kawan supaya terlihat lebih tinggi. tega meninggalkan keluarga, mengabaikan anak bahkan mentelantarkan mereka. hanya untuk memuaskan pimpinan, mencari perhatian manajemen, mengejar karir terus menanjak naik.. naik.. tapi kok kemudian terhempas.. tidak ada jabatan... tidak ada tunjangan.. tidak ada komisi.. dan kembali mengandalkan gaji...
nasib si cacing...
sudah capek capek naik, dihempaskan dengan mudahnya..
hm... tapi buat apa si cacing itu naik naik ke dinding? tidak ada apa apa diatas.. justru si cacing akan aman berada di habitatnya di tanah. bisa berlindung ditanah, bisa makan dari biota tanah, struktur tubuhnya juga untuk tinggal di tanah. jadi kenapa cacing tadi naik keatas??
jadi kenapa kita juga harus meraih dunia ini???
semoga pada tiap hempasan hidup adalah pengembalian kita pada sebenar benarnya kita menjadi hamba... bukan untuk alasan putus asa, bukan untuk alasan berhenti mendaki lagi....
dan jadikan setiap momentnya adalah edukasi.
po, sept26 '12